Monday 23 October 2017

NABI DI MEKAH


NABI DI MEKAH

MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Mata Sirah Nabawiyah
Dosen Pengampu
 Moh. Subhan Zamzami, LC.,M.TH.I





Disusun Oleh








PROGRAM STUDI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR
JURUSAN SYARIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
TAHUN 2017
KATA PENGANTAR


Assalamu’ alaikum Wr. Wb.

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini walaupun masih terdapat banyak kekurangan di dalamnya.
Selawat serta salam semoga tetap tercura  limpahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah berusaha dengan penuh kesabaran sehingga mengangkat kita dari alam kebodohan menuju alam yang terang benderang sehingga sampai detik ini penulis tetap semangat berjuang meningkatkan wawasan keilmuan.
Penulis sampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan makalah ini, namun makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis mohon kritik dan saran yang membangun.

Wassalamu’ alaikum Wr. Wb.



Pamekasan, 24 Oktober 2017            



PENULIS





DAFTAR ISI

Halaman Cover………................................................................................ ............i
Kata Pengantar………................................................................................. ...........ii
Daftar Isi……….......................................................................................... ..........iii

BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang..……....................................................................... ............1
B.     Rumusan Masalah…........................................................................ ............1
C.     Tujuan Penulisan……….................................................................. ............1
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................2-11
A.    Kondisi Mekah sebelum Islam..................................................................2-4
B.    Strategi dakwah Nabi di Mekah................................................................4-9
C.     Ayat-ayat Alquran yang turun di Mekah................................................9-11
BAB III PENUTUP..............................................................................................12
A.    Kesimpulan………….……………………………………........................12
B.     Saran...........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13





 KATA PENGANTAR

               Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala Rahmatnya sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Semoga shalawat dan salam selalu terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW., keluarga, sahabat, tabi’in, dan kita semua sebagai umat yang taat dan turut terhadap ajaran yang dibawanya.
Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.






Pamekasan,24 Oktober  2017




     Penyusun

 BAB I
PENDAHULUAN
A.  LATAR  BELAKANG
Masa kerasulan Nabi Muhammad di Mekah dimulai sejak beliau menerima wahyu pertama sebagai pertanda diangkatnya sebagai Nabi sampai beliau hijrah ke Madinah. Pada periode Mekkah Nabi hanya menyampaikan hal-hal berhubungan dengan persoalan keimanan dan akhlak. Nabi diutus untuk menyempurnakan akhlak dan etika penuduk Mekah. Hal ini sesuai dengan kondisi bangsa Arab yang jauh dari nilai-nilai religius dan nilai kemanusiaan sudah tidak ada artinya lagi, terutama nasib budak dan wanita.[1]
B.     RUMUSAN MASALAH

1.    Bagimana kondisi Mekah sebelum Islam?
2.    Bagaimana strategi dakwah nabi Muhammad di Mekah?
3.    Bagaimana ayat-ayat  Alquran yang turun di Mekah?

C.  TUJUAN PENULISAN

1.    Untuk mengetahui kondisi Mekah sebelum Islam.
2.    Untuk mengetahui strategi dakwah Nabi Muhammad di Mekah.
3.    Untuk mengetahui ayat-ayat  Alquran yang turun di Mekah.








BAB II
PEMBAHASAN
A.  Kondisi Mekah Sebelum Islam
Nama Mekah  disebut Macaroba oleh Ptolemius, diambil dari bahasa Saba, Makuraba yang berarti tempat suci. Kata itu menunjukkan bahwa kota itu didirikan oleh suatu kelompok keagamaan, sehingga bisa dikatakan bahwa sejak dulu jauh sebelum kelahiran Nabi di Mekah telah menjadi pusat keagamaan. Kota itu terletak di Tihamah, sebelah selatan Hijaz sekitar 48 mil dari laut merah yang mempunyai suhu udara yang panas.[2] Secara geografis, Mekah terletak di Jazirah Arab, kira-kira 450 km dari kota Madinah yang dikenal ketandusannya. Mekah dikenal dengan penduduk yang mengembala, namun wilayah ini melahirkan seumlah sosok pemimpin yang berpengaruh dan karismatik sepanjang sejarahnya. Gambaran at-Tabari dalam kitabnya Tarikh al-Tabari sebagaimana dikutip Misrawi bahwa Mekah mempunyai dua penduduk didua daerah bernama Sabuqa dan Gabulza. Dikisahkan mereka tidak berpakaian dan tinggal di alam terbuka berjenis kelamin laki-laki dan jika istri mereka melahirkan bayi perempuan maka dibunuh.[3]
Mekah, sebelum  Islam telah  menjadi  pusat  perdadagangan.  Bahkan  menurut Syaba, Mekah merupakan daerah perdagangan internasional sejak  sekitar  pertengahan  abad ke -6 M. Hal ini disebabkan Mekah merupakan pusat peribadatan bangsa Arab, di  mana terdapat Ka’bah  yang  dijadikan  sebagai pusat berhala dari berbagai suku di Jazirah Arab. Pada setiap musim haji  tiba, mereka  datang dari berbagai penjuru untuk melakukan penyembahan, di samping itu dapat berdagang dengan aman karena pada bulan-bulan suci dilarang melakukan peperangan. Hal tersebut telah menjadi tradisi mereka dari tahun ketahun. Beberapa sejarawan barat, antara lain Patricia Crone, menolak pandangan  tentang  keberadaan Mekah sebagai pusat dagang.
Menurutnya,  kondisi  geografisnya  yang tandus  tidak  memungkinkan  Mekah  menjadi  jalur  dagang internasional,  walaupun  ada  kegiatan  dagang  di sana  itu  hanya dalam skala kecil. Perlu diingat bahwa, meskipun kondisi  alamnya  tandus, keberadaan Ka’bah di Mekah tidak  bisa digantikan  oleh  daerah lain  yang  subur  sekalipun. Seperti telah  disebutkan, Ka’bah memiliki  arti  penting  dalam budaya Arab sehingga  jelas  sekali bahwa  keberadaan Mekah sebagai pusat dagang lebih disebabkan oleh faktor kultural dari pada faktor geografis.[4]
Kondisi Mekah yang demikian  itu,  membawa  keuntungan finansial bagi penduduk Mekah, terutama bagi suku Quraisy yang merupakan  penguasa  Ka’bah  dan  perdagangannya. Hal ini pula yang membuat orang-orang Mekah mengalami kelunturan nilai-nilai humanisme kesukuan  mereka  karena digerogoti oleh  krisis  moral  dan  sosial  ketika  mereka meninggalkan tatanan ekonomi  nomadik  dan  memasuki  tatanan ekonomi  perdagangan atau ekonomi kapitalis. Atas  kondisi  yang demikian  itulah Nabi Muhammad diutus oleh Allah untuk melakukan reformasi terhadap tatanan moral dan sosial  berdasarkan petunjuk wahyu dari  Allah. Akibatnya kaum Quraisy memandang ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad mengancam  kedudukan  dan  kekuasaan  mereka, baik  secara politik maupun secara ekonomi. Pernyataan nabi Muhammad akan kenabiannya,  penentangannya terhadap ketidakadilan dalam masyarakat Mekah, dan penegasannya bahwa semua orang yang beriman adalah sederajat yang merupakan satu komunitas  universal,  mengancam  wewenang  politik  kesukuan. Penolakan  terhadap politeisme benar-benar mengancam kepentingan ekonomi kaum  Quraisy yang mengontrol Ka’bah yang merupakan sumber prestise dan pendapatan keagamaan masyarakat Mekah. Akibatnya orang-orang musyrik Mekah  menentang ajaran yang dibawa oleh Nabi. Menurut  Toha Husayn, seperti dikutip oleh Asghar Ali, andaikata Nabi hanya mengajarkan tentang  kepercayaan kepada Allah tanpa menentang sistem ekonomi dan sosial, membiarkan  perbedaan kuat dan lemah, hamba dan tuan, kaya dan miskin dan ketidakmerataan distribusi kekayaan,  niscaya  sebagian  besar  orang  Mekah  pasti menerimanya.
Karena pada dasarnya mereka tidaklah secara tulus menyembah berhala,  melainkan mereka menggunakan berhala berhala itu untuk menguasai dan meng-eksploitasi upacara mereka demi meraih keuntungan ekonomi.[5]
Ahmad Syalabi menjelaskan faktor yang mendorong orang-orang musyrik Quraisy menolak ajaran nabi Muhammad yaitu:
1.    Persaingan dalam berebut kekuasaan, yakni beranggapan bahwa tunduk kepada agama Muhammad berarti tunduk  kepada kekuasaan bani Muthalib.
2.    Taqlid kepada nenek moyang mereka. Islam yang didakwahkan Nabi dianggap sesuatu yang baru dan tidak menggantikan tradisi yang sudah ada.
3.    Memperniagakan patung. Bagi sebagian orang Arab Mekah, memahat patung yang menggambarkan Lata wal Uzza merupakan sumber perekonomian mereka.
4.    Takut dibangkitkan setelah  mati, untuk mempertanggung jawabkan semua perbuatn di dunia. Bagi orang kafir Quraisy ajaran semacam ini sangat kejam.[6]

B.  Strategi Dakwah Nabi Muhammad di Mekah
Dakwah secara etimologi  berarti  panggilan,  ajakan,  atau  seruan.  Dalam  ilmu  tata  bahasa  Arab,  kata  dakwah berbentuk  sebagai  isim  masdar  dari  kata دعى يدعو yang artinya adalah memanggil, mengajak atau menyeru. Sedangkan menurut istilah mengandung pengertian beragam, menurut para ahli dakwah salah satunya Hamzah  Yaqub  dalam  bukunya  Publistik  Islam, menurutnya dakwah  adalah  upaya mengajak  umat manusia dengan hikmah  dan  bijaksana  mengikuti  petunjuk  Allah  dan Rasul-nya.[7]


Berikut strategi dakwah nabi Muhammad di Mekah antara lain:
1. Dakwah secara sembunyi-sembunyi
Dengan diturunkannya wahyu Nabi mulai mengajak masyarakat Mekah untuk menyembah Allah semata dan meninggalkan berhala. Akan tetapi dakwah Nabi ini dilakukan secara sembunyi-sembunyi dilingkungan sendiri dan orang-orang terdekatnya. Rumah Arqam bin Abil Arqam menjadi tempat pertmuan Nabi dengan sahabat-sahabat. Disanalah Nabi mengajarkan dasar-dasar agama dan mebacakan wahyu (Alquran).[8]
Nabi berkdawah kepada kerabat dekatnya yaitu Khadijah binti Khuwalid (istri Nabi), Ummul Mukminin, Zaid bin Haristsah bin Syurabil Kalbi, Ali bin Abi Thalib dan sahabat Nabi seperti Abu Bakar as Siddiq mereka itu disebut as-Sabiqunal Awwalun. Kawanan lain yang lebih dahulu masuk Islam adalah  Bilal bin Rabbah al Habsy, Abu Salamah bin Abdul Asad, Arqam bin Abil Arqam, Ustman bin Mazh’un, Qudamah dan Abdullah, Zaid bin Tsabit dan Istrinya, Ubaidah bin Haris bin Muthalib, mereka ini disebut juga as Sabiqunal Awwalun, yang semuanya berasal dari suku Quraiys. Ibnu Hisyam menghitung jumlah mereka empat puluh orang.[9]
Dakwah Nabi dilakukan  secara sembunyi dan hati-hati karena kawatir bangsa Arab kaget dengan adanya perkara yang berat ini, akibatnya sulit bagi mereka untuk masuk Islam. Oleh sebab itu, Nabi berkdakwah kepada orang-orang yang dapat dipercaya. Salah satu sahabat Nabi yang setia dalam dakwahnya adalah Abu Bakar. Beliau turut andil dalam menyerukan agama Islam, Abu Bakar berdakwah kepada orang- orang yang dapat dipercaya dari kalangan kabilah Quraisy. Ternyata ajakan ini mendapat sambutan hangat dari segolongan orang antara lain dari Usman bin Affan. Tatkala al Hakam paman sahabat Usman mengetahui tentang keislamannya, maka al Hakam mengikatnya dengan kuat lalu berkata,” apakah engkau benci dengan agama nenek moyang engkau sehingga memeluk agama itu?
Demi tuhan aku tidak akan melepaskan ikatan ini sehingga  engkau meninggalkan agama baru itu”. Lalu Usman menjawab” demi Allah aku tidak akan meninggalkan agama itu”. Setelah al Hakam melihat keteguhan hati Usman dalam memeluk agamanya lalu dia melepaskan ikatannya.[10] Metode dakwah Nabi  seperti  itu  dapat  digambarkan  sebagai  metode Sentrifugal yaitu  memulai sesuatu dari  dirisendiri, kemudian  menyebarkannya  kepada lingkungan  keluarga yang  terdekat  dan terus meluas kepada lapisan  yang  paling jauh. Dengan  metode  ini,  Nabi secara sadar  mulai  memfungsikan  dirinya sebagai suatu kekuatan sentrifugal yaitu  kekuatanyang  berada pada suatu  titik  tengah  yang  kemudian  menyebar  dari lingkaran terdekat yang terkecil  hingga lingkaran  terluas  yang hampir  tanpa batas. Dengan metode  tersebut, sulit dihindari  bahwa pada  saatnyaakan  makin banyak  orang  yang  tahu  dengan  agama  baru  yang dibawa oleh Nabi Muhammad. Dan itulah yang  terjadi makin lama pengikut Nabi makin bertambah jumlahnya setelah tiga tahun berjalan.[11]
2. Dakwah secara terang-terangan
Pada  periode  ini  Nabi  tidak  hanya  berdakwah pada  penduduk  Mekah  saja  tapi  juga  mengajak  orang-orang  dari  luar Makkah, yaitu  ke wilayah  Taif  sebelah Tenggara Mekah dan sejumlah wilayah  lainnya. Kegiatan dakwah  ini  berlangsung sejak  tahun  ke-10 kenabian  hingga  Hijrah  ke  Madinah. Wafatnya  dua orang yang sangat berjasa dalam menopang gerakan dakwah Nabi Muhammad yaitu Khadijah dan  Abu Thalib,  membuat  kafir  Quraisy melakukan intimidasi secara intens terhadap gerakan dakwah Nabi.[12] Beberapa tahun nabi Muhammad, tidak berani menampakkan dakwah pada perkumpulan kaum Quraisy dan kaum muslimin masih belum mampu menampakkan ibadah mereka karena kawatir terhadap kekejaman kaum Quraisy. Setiap kaum Muslim yang ingin melakukan ibadah, mereka terpaksa pergi keluar kota Mekah dan di sanalah mereka melakukan salat secara diam-diam.
Tatkala telah masuk Islam sekitar tiga puluh orang, keadaan memaksa Nabi berkumpul dengan mereka guna menyampaikan bimbingan dan ajaran agama Islam. Setelah beberapa waktu Nabi berdakwah secara sembunyi-sembunyi lalu turun ayat al Hijr: 94
فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ
Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.[13]
Pada waktu itu Nabi segera melaksanakan perintah Allah kemudian Nabi pergi ke bukit Safa lalu memanggil “Wahai bani Fihr, wahai bani Addi”, sehingga mereka berkumpul dan orang yang tidak bisa hadir mengirimkan orang untuk melihat apa yang terjadi. Nabi berkata, “bagaimanakah pendapatmu jika aku kabarkan bahwa dibelakang gunung ini ada pasukan kuda musuh yang menyerangmu apakah kau mempercayaiku?”. Mereka berkata, “ya, kami belum pernah melihatmu berdusta”. Nabi bersabda,“ketahuilah, sesungguhnya aku adalah seorang pemberi peringatan kepada kalian dari siksa yang pedih”. Abu Lahab kemudian memprotes,” sungguh celaka kamu Muhammad sepanjang hari. Hanya untuk inikah kamu mengumpulkan kami.[14] Selanjutnya turunlah surah al Lahab: 1-5
مَا أَغْنَىٰ عَنْهُ مَالُهُۥ وَمَا كَسَبَۭ سَيَصْلَىٰ نَارًا ذَاتَ لَهَبٍۭ وَٱمْرَأَتُهُۥ حَمَّالَةَ  تَبَّتْ يَدَا أَ بِي لَهَبٍ وَتَبْۭ  
ٱلْحَطَبِۭ فِى جِيدِهَا حَبْلٌ مِّن مَّسَدٍۭ
Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasaTidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan.  Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar Yang di lehernya ada tali dari sabut.
Yang dimaksud dengan pembawa kayu bakar ialah yang berjalan seraya mengumpat, sebab istri abu Lahab selalu memfitnah Rasulallah sebagai pembuat kebohongan. Hal itu dikatakan oleh istri abu Lahab di hadapan kumpulan kaum wanita. Setelah peristiwa itu turun pula firman Allah surah as-Syuara: 214
وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ
Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.
Yang dimaksud dengan kaum kerabat yang terdekat oleh ayat di atas adalah Bani Hasyim, Bani Muthallib, Bani Naufal, Bani Abdusy Syamsy mereka adalah anak cucu Abdu Manaf. Selanjutnya Nabi mengumpulkan mereka, lalu bersabda:” sesungguhnya seorang pemimpin itu tidak akan berdusta terhadap kaum kerabatnya. Demi Allah, seandainya semua manusia berdusta, aku tidak akan berdusta pada kalian dan seandainya manusia menipu, aku tidak akan menipu kalian. Demi Allah tiada tuhan selain Allah, sesungguhnya aku adalah utusan Allah secara khusus untuk kalian dan seluruh umat manusia.”[15]
Dakwah Nabi secara terang-terangan ini  ditentang dan ditolak bangsa Quraisy dengan alasan bahwa mereka tidak dapat meninggalkan agama yang telah  mereka warisi dari nenek moyang mereka dan sudah menjadi bagian dari tradisi kehidupan mereka. Pada saat itulah Nabi mengingatkan mereka akan perlunya membebaskan pikiran dan akal mereka dari belenggu taklid. Selanjutnya dijelaskan oleh Nabi bahwa tuhan-tuhan yang mereka sembah itu tidak dapat dijadikan alasan untuk mengikuti mereka secara taklid buta.[16]
Dakwah nabi di Mekah ini berakhir dengan dilaksanakannya hijrah ke Mdinah. Peristiwa hijrah Nabi dilaksanakan setelah kondisi Mekah tidak lagi kondusif  bagi pergerakan Islam. Solusi terhadap persoalan ini adalah mencari tempat aman bagi pergerakan dakwah. Bila di analisa lebih jauh para pemuka dan kalangan aristokrat Quraisy Mekah merupakan penentang utama terhadap dakwah Rasulallah.
Paling tidak ada dua faktor yang melatar belakangi penentangan mereka diantaranya:
1.    Faktor sosial politik, mereka umumnya  berpendapat bahwa  kebangkitan  Islam  identik dengan  kehancuran  posisi  sosial  politik mereka.
2.    Faktor ekonomi, disisi lain Ka’bah dengan ratusan berhala, saat itu merupakan sumber penghasilan utama sejumlah tokoh-tokoh Quraisy. Sedangkan Islam  menganjurkan  meninggalkan sistem penyembahan  berhala  yang  merupakan sentral dari sistem politik mereka. Membiarkan dakwah nabi Muhammad terus berjalan niscaya akan tamatlah simbol kekuasaan sosial politik para pemuka Quraisy.[17]

C.  Ayat-ayat  Alquran yang Turun di Mekah

Terdapat beberapa pendapat di kalangan ulama ahli ilmu Al quran tentang definisi  ayat yang turun di Mekah diantaranya:
1.    Memformulasikan makkiyah dengan surah dan ayat Al quran yang turun di Mekah dan sekitarnya.
2.    Ulama mendefinisikan ayat Makkiyah adalah ayat turun di Mekah yang khitab (arah pembicaraannya) lebih ditujukan kepada penduduk Mekkah.
3.    Ulama mendefinisikan ayat Makkiyah dalah ayat yang turun sebelum Nabi hijrah ke Madinah.[18] . Berikut adalah penjelasan tentang ayat-ayat Makkiyah:
a.    Ciri- ciri surah Makkiyah diantaranya:

1.      Di dalamna terdapat ayat sajdah.
2.      Ayat-ayatnya dimulai dengan kata “kalla
3.      Dimulai dengan ungkapan “ya ayyuhannas” kecuali pada penghujung surah al Haj: 22 dimulai dengan ungkpan “ya ayyuhal ladzina”
4.      Ayat-ayatnya mengandung kisah Nabi dan umat terdahulu
5.      Ayat-ayatnya dimulai dengan huruf terpotong-potong.[19]

b.    Unsur tematik surah Makkiyah yaitu tentang akidah dan akhlak
Menurut Jabiri ada enam unsur tema pokok yang masuk kedalam kategori makkiyah dan semuanya berkaitan dengan akidah dan akhlak dalam Islam diantaranya:
1.    Kenabian, Rububiyah dan Uluhiyah
Ada sekitar 27 surah yang masuk dalam hal  ini yakni:
Al alaq, al Muddatsir, al Masad, at Takwir, al A’la, al Lail,al Fajr, ad-Duha, as- Syarh, al Ashr, al Adiyat, al Kautsar, at Takatsur, al Maun, al Kafirun, al Fiil, al Falaq, an Nas, al Ikhlas, al Fatihah, ar Rahman, an Najm, Abasa, as Syams, al Buruj, at Tin dan Quraisy.[20]
2.    Kebangkitan, Balasan dan persaksian hari akhir
Ada sekitar 12 surah yang masuk dalam hal  ini yakni:
al- Qari’ah, az Zalzalah, al Qiyamah, al Humazah, al Mursalat, Qaf, al Balad, al Qalam, at Thariq dan al Qamar. Surah tersebut membahas persoalan hari akhir serta unsur-unsur  yang ada di dalamnya seperti persoalan kebangkitan dan balasan. Hal ini sesuai dengan kondisi sesuai kondisi sosial keagamaan masyarakat Mekah Quraisy yang tidak mengakui akan adanya hari akhir dengan berbagai unsurnya seperti balasan pahala dan syurga bagi yang berbuat baik, serta siksa bagi orang yang berbuat dosa.[21]
3.    Membatalkan syirik dan membersihkan penyembahan berhala
Ada sekiat 15 surah dalam hal ini yaitu:
Shad, al A’raf, al Jin, Yasin, al Furqan, Fathir, Maryam, Taha, al Waqi’ah, as Syuara, an Naml, al Qashash, Yunus, Hud dan Yusuf.
Dalam surah tersebut membahas tentang tentang tauhid, sembari membahas perbuatan syirik dan ajaran yang bertujuan untuk membersihkan tindakan bodoh orang-orang yang melakukan penyembahan berhala.[22]
4.    Berdakwah secara terang terangan dan menjalin hubungan dengan kabilah-kabilah
Ada sekitar 5 surah yang ke dalam hal  ini yakni:
al Hijr, al An’am, as Shaffat, Luqman dan as Saba’. Ada yang berpendapat surat al Hijr: 94-96 merupakan perintah kepada Nabi untuk berdakawah secara terang-terangan. Tetapi menurut al Jabiri, arah itu merupakan arah baru  dakwah nabi Muhammad. Dakwah secara terang-terangan sudah dilakukan oleh Abdullah bin Mas’ud yang membaca surah ar Rahman dengan suara lantang di Masjidil Haram, sehingga para pembesar Quraisy bertanya-tanya apa yang dia baca. Begitu juga Nabi yang membaca surah an Najm.[23]
5.    Terhadap Nabi dan keluarganya, serta kaum muslimin hijrah ke Habsyah
Ada sekitar 8 surah yang masuk ke dalam kategori tema ini yakni:
Az Zumar, Ghafir, Fushsilat, as Syura, az Zuhruf, ad Dukhan, al Jatsiyah dan al Ahqaf. Catatan penting dalam surah ini membahas tentang dialog. Dalam situasi dan kondisi masyarakat yang dikuasi oleh otoritas suku, Islam datang dengan pertimbangan yang sangat matang untuk menghindari sentimen umat yang menjadi sasaran dakwahnya.[24]
6.    Paska pengepungan menjalin hubungan dengan kabilah- kabilah dan persiapan hijrah ke Madinah
Ada sekitar 25 surah yang masuk dalam hal ini
Nuh, ad Dzariyat, al Ghasiyah, al Insan, al Kahfi, an Nahl, Ibrahim, al Anbiya’, al Mukminun, as Sajadah, at Thur, al Mulk, al Haqqah, al Maarij, an Naba’, an Naziat, al Infithar, al Insyiqaq, al Muzammil, ar Ra’du, al Isra’, ar Rum, al Ankabut, al Muthafifin dan al Haj. Pada fase ini pengepungan orang Quraisy. Ketika Nabi dan sahabat mendakwahkan Islam secara terang terangan mereka dikepung oleh pembesar Quraisy. Setelah itu Nabi memutuskan hijrah ke Madinah.[25]
BAB III
PENUTUP
A.  KESIMPULAN
1.      Kondisi Mekah sebelum Islam
Mekah, sebelum  Islam telah  menjadi  pusat  perdadagangan.  Bahkan  menurut Syaba, Mekah merupakan daerah perdagangan internasional sejak  sekitar  pertengahan  abad ke -6 M. Hal ini disebabkan Mekah merupakan pusat peribadatan bangsa Arab, di  mana terdapat Ka’bah  yang  dijadikan  sebagai pusat berhala dari berbagai suku di Jazirah Arab. Pada setiap musim haji  tiba, mereka  datang dari berbagai penjuru untuk melakukan penyembahan.
2.      Strategi dakwah Nabi di Mekah
a.    Dakwah secara sembunyi-sembunyi
b.    Dakwah secara terang-terangan
3.      Ayat-ayat al Quran yang turun di Mekah
Menurut Jabiri ada enam unsur tema pokok yang masuk kedalam kategori makkiyah dan semuanya berkaitan dengan akidah dan akhlak dalam Islam diantaranya:
1.      Kenabian, Rububiyah dan Uluhiyah
2.      Kebangkitan, Balasan dan persaksian hari akhir
3.      Membatalkan syirik dan membersihkan penyembahan berhala
4.      Berdakwah secara terang terangan dan menjalin hubungan dengan kabilah-kabilah
5.      Terhadap Nabi dan keluarganya, serta kaum muslimin hijrah ke Habsyah
6.      Pasca pengepungan menjalin hubungan dengan kabilah- kabilah dan persiapan hijrah ke Madinah
B.  SARAN
Nabi Muhammad di utus untuk menyempurnakan akhlak manusia khususnya pada waktu itu adalah Mekah. Dengan kegigihan Nabi dalam berdakwah membuat Islam semakim berkembang sampai saat ini. Kita sebagai generasi muda harus semangat dalam menuntut ilmu, yang mana jika ilmu kita bermanafaat kepada orang lain juga dikatakan sebagai dakwah.
DAFTAR PUSTAKA
Hasan Nor, Sejarah Peradaban Islam Pamekasan: STAIN Pamekasan Press, 2006.
Hitti K. Philip,  History of The Arabs terj. Cecep Lukman Yasin, Dedi Slamet Riyadi Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2014.
Sulaiman Rusdi, Pengantar Metodologi Studi Sejarah Peradaban Islam Jakarta: Rajawali Pers, 2014.
Aksin Wijaya, Sejarah Kenabian dalam Perspektif Tafsir Nuzuli Izzat Darwazah, Bandung: Mizan Pustaka, 2016.
Al Mubarakfur Syafiyurrahman,  Sirah Nabawiyah  terj. Kathur Suhardi Jakarta: Pustaka al Kautsar, 2017.
Haris Ahmad, “Nabi Muhammad dan Reformasi Masyarakat Arab”, Kontikstuailta  jurnal  Penelitian  Sosial  Keagamaan I Vol. 21  No.2, Desember  2006.
Hamka, “Hijrah Dalam Perspekstif Sosio-Kultural Historis”, Hunafa Vol 2 No. 2 Agustus 2005.
Zulaikha, “Dakwah dan Kekuasaan (Perspektif Historis)” Al-Bayan Vol 19, No. 28, Juli- Desember 2013.
Nasution Fauziah, “Rasulullah SAW sebagai Shahibu ad-Dakwah  (Analisis Sejarah Dakwah pada Masa Rasulullah SAW)”, Hikmah, Vol. VII, No. 01 Januari 2013.
Al Buthy, Muhammad Said Ramadhan, Sirah Nabawiyah Analisis Ilmiah Manhajiah Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulallah terj Ainur Rafiq Saleh Tahmid Jakarta: Robbani Pers, 1999
Suma , Muhammad Amin, Ulumul Quran Jakarata: Raja Grafindo Persada, 2013.
Anawar Rosihon, Ulumul Quran Bandung: Pustaka Setia, 2016.


[1] Nor Hasan, Sejarah Peradaban Islam (Pamekasan: STAIN Pamekasan Press, 2006), hlm. 14
[2] Philip K. Hitti, History of The Arabs terj. Cecep Lukman Yasin, Dedi Slamet Riyadi (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2014), hlm. 130
[3] Rusdi Sulaiman, Pengantar Metodologi Studi Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm. 172
[4] Hamka, “Hijrah Dalam Perspekstif Sosio-Kultural Historis”, Hunafa Vol 2 No. 2 Agustus 2005 hlm. 121
[5]Hamka, “Hijrah Dalam Perspekstif  Sosio-Kultural Historis”, Hunafa Vol 2 No. 2 Agustus 2005, hlm. 122
[6]Aksin Wjiaya, Sejarah Kenabian dalam Perspektif Tafsir Nuzuli Izzat Darwazah, (Bandung: Mizan Pustaka, 2016), hlm. 347
[7] Zulaikha, “Dakwah dan Kekuasaan (Perspektif Historis)” Al-Bayan Vol 19, No. 28, Juli-Desember 2013, hlm.21
[8] Abdul Kodir, Sejarah Pendidikan Islam dari Masa Rasulallah hingga Reformasi di Indonesia (Bandung: Pustaka Setia,2015), hlm. 40
[9] Syafiyurrahman al Mubarakfur,  Sirah Nabawiyah  terj. Kathur Suhardi (Jakarta: Pustaka al Kautsar, 2017), hlm. 74.
[10] Muhammad al Khudari Bek, Nurul Yaqin Fi Siaratil Sayyidil Mursalin terj. Bahrun Abu Bakar (Bandung: Sinar Baru Bandung Offest, 1989), hlm. 38
[11] Ahmad Haris, “Nabi Muhammad dan Reformasi Masyarakat Arab”, Kontekstualita jurnal  Penelitian  Sosial  Keagamaan I Vol. 21  No.2, Desember  2006, hlm. 10
[12] Fauziah Nasution, “Rasulullah SAW sebagai Shahibu ad-Dakwah  (Analisis Sejarah Dakwah pada Masa Rasulullah SAW)”, Hikmah, Vol. VII, No. 01 Januari 2013, hlm. 144
[13] Muhammad al Khudari Bek, Nurul Yaqin Fi Siaratil Sayyidil Mursalin, hlm. 44
[14] Muhammad Said Ramadhan al Buthy, Sirah Nabawiyah Analisis Ilmiah Manhajiah Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulallah terj Ainur Rafiq Saleh Tahmid (Jakrta: Robbani Pers, 1999), hlm. 77
[15] Muhammad al Khudari Bek, Nurul Yaqin Fi Siaratil Sayyidil Mursalin hlm. 46
[16] Ibid.77
[17] Fauziah Nasution, “Rasulullah SAW sebagai Shahibu ad-Dakwah  (Analisis Sejarah Dakwah pada Masa Rasulullah SAW)”, Hikmah, Vol. VII, No. 01 Januari 2013, hlm. 145
[18] Muhammad Amin Suma, Ulumul Quran ( Jakrata: Raja Grafindo Persada, 2013), hlm. 276
[19] Rosihon Anawar, Ulumul Quran (Bandung: Pustaka Setia, 2016), hlm. 106
[20] Aksin Wjiaya, Sejarah Kenabian dalam Perspektif Tafsir Nuzuli Izzat Darwazah, hlm.55
[21] Ibid. 56
[22] Ibid. 57
[23] Aksin Wjiaya, Sejarah Kenabian dalam Perspektif Tafsir Nuzuli Izzat Darwazah, hlm. 60
[24] Ibid.
[25] Ibid. 60


 NABI DI MEKAH

MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Mata Sirah Nabawiyah
Dosen Pengampu
 Moh. Subhan Zamzami, LC.,M.TH.I





Disusun Oleh








PROGRAM STUDI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR
JURUSAN SYARIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
TAHUN 2017
KATA PENGANTAR


Assalamu’ alaikum Wr. Wb.

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini walaupun masih terdapat banyak kekurangan di dalamnya.
Selawat serta salam semoga tetap tercura  limpahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah berusaha dengan penuh kesabaran sehingga mengangkat kita dari alam kebodohan menuju alam yang terang benderang sehingga sampai detik ini penulis tetap semangat berjuang meningkatkan wawasan keilmuan.
Penulis sampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan makalah ini, namun makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis mohon kritik dan saran yang membangun.

Wassalamu’ alaikum Wr. Wb.



Pamekasan, 24 Oktober 2017            



PENULIS




DAFTAR ISI

Halaman Cover………................................................................................ ............i
Kata Pengantar………................................................................................. ...........ii
Daftar Isi……….......................................................................................... ..........iii

BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang..……....................................................................... ............1
B.     Rumusan Masalah…........................................................................ ............1
C.     Tujuan Penulisan……….................................................................. ............1
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................2-11
A.    Kondisi Mekah sebelum Islam..................................................................2-4
B.    Strategi dakwah Nabi di Mekah................................................................4-9
C.     Ayat-ayat Alquran yang turun di Mekah................................................9-11
BAB III PENUTUP..............................................................................................12
A.    Kesimpulan………….……………………………………........................12
B.     Saran...........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13





 KATA PENGANTAR

               Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala Rahmatnya sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Semoga shalawat dan salam selalu terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW., keluarga, sahabat, tabi’in, dan kita semua sebagai umat yang taat dan turut terhadap ajaran yang dibawanya.
Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.






Pamekasan,24 Oktober  2017




     Penyusun

 BAB I
PENDAHULUAN
A.  LATAR  BELAKANG
Masa kerasulan Nabi Muhammad di Mekah dimulai sejak beliau menerima wahyu pertama sebagai pertanda diangkatnya sebagai Nabi sampai beliau hijrah ke Madinah. Pada periode Mekkah Nabi hanya menyampaikan hal-hal berhubungan dengan persoalan keimanan dan akhlak. Nabi diutus untuk menyempurnakan akhlak dan etika penuduk Mekah. Hal ini sesuai dengan kondisi bangsa Arab yang jauh dari nilai-nilai religius dan nilai kemanusiaan sudah tidak ada artinya lagi, terutama nasib budak dan wanita.[1]
B.     RUMUSAN MASALAH

1.    Bagimana kondisi Mekah sebelum Islam?
2.    Bagaimana strategi dakwah nabi Muhammad di Mekah?
3.    Bagaimana ayat-ayat  Alquran yang turun di Mekah?

C.  TUJUAN PENULISAN

1.    Untuk mengetahui kondisi Mekah sebelum Islam.
2.    Untuk mengetahui strategi dakwah Nabi Muhammad di Mekah.
3.    Untuk mengetahui ayat-ayat  Alquran yang turun di Mekah.








BAB II
PEMBAHASAN
A.  Kondisi Mekah Sebelum Islam
Nama Mekah  disebut Macaroba oleh Ptolemius, diambil dari bahasa SabaMakuraba yang berarti tempat suci. Kata itu menunjukkan bahwa kota itu didirikan oleh suatu kelompok keagamaan, sehingga bisa dikatakan bahwa sejak dulu jauh sebelum kelahiran Nabi di Mekah telah menjadi pusat keagamaan. Kota itu terletak di Tihamah, sebelah selatan Hijaz sekitar 48 mil dari laut merah yang mempunyai suhu udara yang panas.[2] Secara geografis, Mekah terletak di Jazirah Arab, kira-kira 450 km dari kota Madinah yang dikenal ketandusannya. Mekah dikenal dengan penduduk yang mengembala, namun wilayah ini melahirkan seumlah sosok pemimpin yang berpengaruh dan karismatik sepanjang sejarahnya. Gambaran at-Tabari dalam kitabnya Tarikh al-Tabari sebagaimana dikutip Misrawi bahwa Mekah mempunyai dua penduduk didua daerah bernama Sabuqa dan Gabulza. Dikisahkan mereka tidak berpakaian dan tinggal di alam terbuka berjenis kelamin laki-laki dan jika istri mereka melahirkan bayi perempuan maka dibunuh.[3]
Mekah, sebelum  Islam telah  menjadi  pusat  perdadagangan.  Bahkan  menurut Syaba, Mekah merupakan daerah perdagangan internasional sejak  sekitar  pertengahan  abad ke -6 M. Hal ini disebabkan Mekah merupakan pusat peribadatan bangsa Arab, di  mana terdapat Ka’bah  yang  dijadikan  sebagai pusat berhala dari berbagai suku di Jazirah Arab. Pada setiap musim haji  tiba, mereka  datang dari berbagai penjuru untuk melakukan penyembahan, di samping itu dapat berdagang dengan aman karena pada bulan-bulan suci dilarang melakukan peperangan. Hal tersebut telah menjadi tradisi mereka dari tahun ketahun. Beberapa sejarawan barat, antara lain Patricia Crone, menolak pandangan  tentang  keberadaan Mekah sebagai pusat dagang.
Menurutnya,  kondisi  geografisnya  yang tandus  tidak  memungkinkan  Mekah  menjadi  jalur  dagang internasional,  walaupun  ada  kegiatan  dagang  di sana  itu  hanya dalam skala kecil. Perlu diingat bahwa, meskipun kondisi  alamnya  tandus, keberadaan Ka’bah di Mekah tidak  bisa digantikan  oleh  daerah lain  yang  subur  sekalipun. Seperti telah  disebutkan, Ka’bah memiliki  arti  penting  dalam budaya Arab sehingga  jelas  sekali bahwa  keberadaan Mekah sebagai pusat dagang lebih disebabkan oleh faktor kultural dari pada faktor geografis.[4]
Kondisi Mekah yang demikian  itu,  membawa  keuntungan finansial bagi penduduk Mekah, terutama bagi suku Quraisy yang merupakan  penguasa  Ka’bah  dan  perdagangannya. Hal ini pula yang membuat orang-orang Mekah mengalami kelunturan nilai-nilai humanisme kesukuan  mereka  karena digerogoti oleh  krisis  moral  dan  sosial  ketika  mereka meninggalkan tatanan ekonomi  nomadik  dan  memasuki  tatanan ekonomi  perdagangan atau ekonomi kapitalis. Atas  kondisi  yang demikian  itulah Nabi Muhammad diutus oleh Allah untuk melakukan reformasi terhadap tatanan moral dan sosial  berdasarkan petunjuk wahyu dari  Allah. Akibatnya kaum Quraisy memandang ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad mengancam  kedudukan  dan  kekuasaan  mereka, baik  secara politik maupun secara ekonomi. Pernyataan nabi Muhammad akan kenabiannya,  penentangannya terhadap ketidakadilan dalam masyarakat Mekah, dan penegasannya bahwa semua orang yang beriman adalah sederajat yang merupakan satu komunitas  universal,  mengancam  wewenang  politik  kesukuan. Penolakan  terhadap politeisme benar-benar mengancam kepentingan ekonomi kaum  Quraisy yang mengontrol Ka’bah yang merupakan sumber prestise dan pendapatan keagamaan masyarakat Mekah. Akibatnya orang-orang musyrik Mekah  menentang ajaran yang dibawa oleh Nabi. Menurut  Toha Husayn, seperti dikutip oleh Asghar Ali, andaikata Nabi hanya mengajarkan tentang  kepercayaan kepada Allah tanpa menentang sistem ekonomi dan sosial, membiarkan  perbedaan kuat dan lemah, hamba dan tuan, kaya dan miskin dan ketidakmerataan distribusi kekayaan,  niscaya  sebagian  besar  orang  Mekah  pasti menerimanya.
Karena pada dasarnya mereka tidaklah secara tulus menyembah berhala,  melainkan mereka menggunakan berhala berhala itu untuk menguasai dan meng-eksploitasi upacara mereka demi meraih keuntungan ekonomi.[5]
Ahmad Syalabi menjelaskan faktor yang mendorong orang-orang musyrik Quraisy menolak ajaran nabi Muhammad yaitu:
1.    Persaingan dalam berebut kekuasaan, yakni beranggapan bahwa tunduk kepada agama Muhammad berarti tunduk  kepada kekuasaan bani Muthalib.
2.    Taqlid kepada nenek moyang mereka. Islam yang didakwahkan Nabi dianggap sesuatu yang baru dan tidak menggantikan tradisi yang sudah ada.
3.    Memperniagakan patung. Bagi sebagian orang Arab Mekah, memahat patung yang menggambarkan Lata wal Uzza merupakan sumber perekonomian mereka.
4.    Takut dibangkitkan setelah  mati, untuk mempertanggung jawabkan semua perbuatn di dunia. Bagi orang kafir Quraisy ajaran semacam ini sangat kejam.[6]

B.  Strategi Dakwah Nabi Muhammad di Mekah
Dakwah secara etimologi  berarti  panggilan,  ajakan,  atau  seruan.  Dalam  ilmu  tata  bahasa  Arab,  kata  dakwah berbentuk  sebagai  isim  masdar  dari  kata دعى يدعو yang artinya adalah memanggil, mengajak atau menyeru. Sedangkan menurut istilah mengandung pengertian beragam, menurut para ahli dakwah salah satunya Hamzah  Yaqub  dalam  bukunya  Publistik  Islam, menurutnya dakwah  adalah  upaya mengajak  umat manusia dengan hikmah  dan  bijaksana  mengikuti  petunjuk  Allah  dan Rasul-nya.[7]


Berikut strategi dakwah nabi Muhammad di Mekah antara lain:
1. Dakwah secara sembunyi-sembunyi
Dengan diturunkannya wahyu Nabi mulai mengajak masyarakat Mekah untuk menyembah Allah semata dan meninggalkan berhala. Akan tetapi dakwah Nabi ini dilakukan secara sembunyi-sembunyi dilingkungan sendiri dan orang-orang terdekatnya. Rumah Arqam bin Abil Arqam menjadi tempat pertmuan Nabi dengan sahabat-sahabat. Disanalah Nabi mengajarkan dasar-dasar agama dan mebacakan wahyu (Alquran).[8]
Nabi berkdawah kepada kerabat dekatnya yaitu Khadijah binti Khuwalid (istri Nabi), Ummul Mukminin, Zaid bin Haristsah bin Syurabil Kalbi, Ali bin Abi Thalib dan sahabat Nabi seperti Abu Bakar as Siddiq mereka itu disebut as-Sabiqunal Awwalun. Kawanan lain yang lebih dahulu masuk Islam adalah  Bilal bin Rabbah al Habsy, Abu Salamah bin Abdul Asad, Arqam bin Abil Arqam, Ustman bin Mazh’un, Qudamah dan Abdullah, Zaid bin Tsabit dan Istrinya, Ubaidah bin Haris bin Muthalib, mereka ini disebut juga as Sabiqunal Awwalun, yang semuanya berasal dari suku Quraiys. Ibnu Hisyam menghitung jumlah mereka empat puluh orang.[9]
Dakwah Nabi dilakukan  secara sembunyi dan hati-hati karena kawatir bangsa Arab kaget dengan adanya perkara yang berat ini, akibatnya sulit bagi mereka untuk masuk Islam. Oleh sebab itu, Nabi berkdakwah kepada orang-orang yang dapat dipercaya. Salah satu sahabat Nabi yang setia dalam dakwahnya adalah Abu Bakar. Beliau turut andil dalam menyerukan agama Islam, Abu Bakar berdakwah kepada orang- orang yang dapat dipercaya dari kalangan kabilah Quraisy. Ternyata ajakan ini mendapat sambutan hangat dari segolongan orang antara lain dari Usman bin Affan. Tatkala al Hakam paman sahabat Usman mengetahui tentang keislamannya, maka al Hakam mengikatnya dengan kuat lalu berkata,” apakah engkau benci dengan agama nenek moyang engkau sehingga memeluk agama itu?
Demi tuhan aku tidak akan melepaskan ikatan ini sehingga  engkau meninggalkan agama baru itu”. Lalu Usman menjawab” demi Allah aku tidak akan meninggalkan agama itu”. Setelah al Hakam melihat keteguhan hati Usman dalam memeluk agamanya lalu dia melepaskan ikatannya.[10] Metode dakwah Nabi  seperti  itu  dapat  digambarkan  sebagai  metode Sentrifugal yaitu  memulai sesuatu dari  dirisendiri, kemudian  menyebarkannya  kepada lingkungan  keluarga yang  terdekat  dan terus meluas kepada lapisan  yang  paling jauh. Dengan  metode  ini,  Nabi secara sadar  mulai  memfungsikan  dirinya sebagai suatu kekuatan sentrifugal yaitu  kekuatanyang  berada pada suatu  titik  tengah  yang  kemudian  menyebar  dari lingkaran terdekat yang terkecil  hingga lingkaran  terluas  yang hampir  tanpa batas. Dengan metode  tersebut, sulit dihindari  bahwa pada  saatnyaakan  makin banyak  orang  yang  tahu  dengan  agama  baru  yang dibawa oleh Nabi Muhammad. Dan itulah yang  terjadi makin lama pengikut Nabi makin bertambah jumlahnya setelah tiga tahun berjalan.[11]
2. Dakwah secara terang-terangan
Pada  periode  ini  Nabi  tidak  hanya  berdakwah pada  penduduk  Mekah  saja  tapi  juga  mengajak  orang-orang  dari  luar Makkah, yaitu  ke wilayah  Taif  sebelah Tenggara Mekah dan sejumlah wilayah  lainnya. Kegiatan dakwah  ini  berlangsung sejak  tahun  ke-10 kenabian  hingga  Hijrah  ke  Madinah. Wafatnya  dua orang yang sangat berjasa dalam menopang gerakan dakwah Nabi Muhammad yaitu Khadijah dan  Abu Thalib,  membuat  kafir  Quraisy melakukan intimidasi secara intens terhadap gerakan dakwah Nabi.[12] Beberapa tahun nabi Muhammad, tidak berani menampakkan dakwah pada perkumpulan kaum Quraisy dan kaum muslimin masih belum mampu menampakkan ibadah mereka karena kawatir terhadap kekejaman kaum Quraisy. Setiap kaum Muslim yang ingin melakukan ibadah, mereka terpaksa pergi keluar kota Mekah dan di sanalah mereka melakukan salat secara diam-diam.
Tatkala telah masuk Islam sekitar tiga puluh orang, keadaan memaksa Nabi berkumpul dengan mereka guna menyampaikan bimbingan dan ajaran agama Islam. Setelah beberapa waktu Nabi berdakwah secara sembunyi-sembunyi lalu turun ayat al Hijr: 94
فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ
Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.[13]
Pada waktu itu Nabi segera melaksanakan perintah Allah kemudian Nabi pergi ke bukit Safa lalu memanggil “Wahai bani Fihr, wahai bani Addi”, sehingga mereka berkumpul dan orang yang tidak bisa hadir mengirimkan orang untuk melihat apa yang terjadi. Nabi berkata, “bagaimanakah pendapatmu jika aku kabarkan bahwa dibelakang gunung ini ada pasukan kuda musuh yang menyerangmu apakah kau mempercayaiku?”. Mereka berkata, “ya, kami belum pernah melihatmu berdusta”. Nabi bersabda,“ketahuilah, sesungguhnya aku adalah seorang pemberi peringatan kepada kalian dari siksa yang pedih”. Abu Lahab kemudian memprotes,” sungguh celaka kamu Muhammad sepanjang hari. Hanya untuk inikah kamu mengumpulkan kami.[14] Selanjutnya turunlah surah al Lahab: 1-5
مَا أَغْنَىٰ عَنْهُ مَالُهُۥ وَمَا كَسَبَۭ سَيَصْلَىٰ نَارًا ذَاتَ لَهَبٍۭ وَٱمْرَأَتُهُۥ حَمَّالَةَ  تَبَّتْ يَدَا أَ بِي لَهَبٍ وَتَبْۭ  
ٱلْحَطَبِۭ فِى جِيدِهَا حَبْلٌ مِّن مَّسَدٍۭ
Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasaTidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan.  Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar Yang di lehernya ada tali dari sabut.
Yang dimaksud dengan pembawa kayu bakar ialah yang berjalan seraya mengumpat, sebab istri abu Lahab selalu memfitnah Rasulallah sebagai pembuat kebohongan. Hal itu dikatakan oleh istri abu Lahab di hadapan kumpulan kaum wanita. Setelah peristiwa itu turun pula firman Allah surah as-Syuara: 214
وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ
Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.
Yang dimaksud dengan kaum kerabat yang terdekat oleh ayat di atas adalah Bani Hasyim, Bani Muthallib, Bani Naufal, Bani Abdusy Syamsy mereka adalah anak cucu Abdu Manaf. Selanjutnya Nabi mengumpulkan mereka, lalu bersabda:” sesungguhnya seorang pemimpin itu tidak akan berdusta terhadap kaum kerabatnya. Demi Allah, seandainya semua manusia berdusta, aku tidak akan berdusta pada kalian dan seandainya manusia menipu, aku tidak akan menipu kalian. Demi Allah tiada tuhan selain Allah, sesungguhnya aku adalah utusan Allah secara khusus untuk kalian dan seluruh umat manusia.”[15]
Dakwah Nabi secara terang-terangan ini  ditentang dan ditolak bangsa Quraisy dengan alasan bahwa mereka tidak dapat meninggalkan agama yang telah  mereka warisi dari nenek moyang mereka dan sudah menjadi bagian dari tradisi kehidupan mereka. Pada saat itulah Nabi mengingatkan mereka akan perlunya membebaskan pikiran dan akal mereka dari belenggu taklid. Selanjutnya dijelaskan oleh Nabi bahwa tuhan-tuhan yang mereka sembah itu tidak dapat dijadikan alasan untuk mengikuti mereka secara taklid buta.[16]
Dakwah nabi di Mekah ini berakhir dengan dilaksanakannya hijrah ke Mdinah. Peristiwa hijrah Nabi dilaksanakan setelah kondisi Mekah tidak lagi kondusif  bagi pergerakan Islam. Solusi terhadap persoalan ini adalah mencari tempat aman bagi pergerakan dakwah. Bila di analisa lebih jauh para pemuka dan kalangan aristokrat Quraisy Mekah merupakan penentang utama terhadap dakwah Rasulallah.
Paling tidak ada dua faktor yang melatar belakangi penentangan mereka diantaranya:
1.    Faktor sosial politik, mereka umumnya  berpendapat bahwa  kebangkitan  Islam  identik dengan  kehancuran  posisi  sosial  politik mereka.
2.    Faktor ekonomi, disisi lain Ka’bah dengan ratusan berhala, saat itu merupakan sumber penghasilan utama sejumlah tokoh-tokoh Quraisy. Sedangkan Islam  menganjurkan  meninggalkan sistem penyembahan  berhala  yang  merupakan sentral dari sistem politik mereka. Membiarkan dakwah nabi Muhammad terus berjalan niscaya akan tamatlah simbol kekuasaan sosial politik para pemuka Quraisy.[17]

C.  Ayat-ayat  Alquran yang Turun di Mekah

Terdapat beberapa pendapat di kalangan ulama ahli ilmu Al quran tentang definisi  ayat yang turun di Mekah diantaranya:
1.    Memformulasikan makkiyah dengan surah dan ayat Al quran yang turun di Mekah dan sekitarnya.
2.    Ulama mendefinisikan ayat Makkiyah adalah ayat turun di Mekah yang khitab (arah pembicaraannya) lebih ditujukan kepada penduduk Mekkah.
3.    Ulama mendefinisikan ayat Makkiyah dalah ayat yang turun sebelum Nabi hijrah ke Madinah.[18] . Berikut adalah penjelasan tentang ayat-ayat Makkiyah:
a.    Ciri- ciri surah Makkiyah diantaranya:

1.      Di dalamna terdapat ayat sajdah.
2.      Ayat-ayatnya dimulai dengan kata “kalla
3.      Dimulai dengan ungkapan “ya ayyuhannas” kecuali pada penghujung surah al Haj: 22 dimulai dengan ungkpan “ya ayyuhal ladzina”
4.      Ayat-ayatnya mengandung kisah Nabi dan umat terdahulu
5.      Ayat-ayatnya dimulai dengan huruf terpotong-potong.[19]

b.    Unsur tematik surah Makkiyah yaitu tentang akidah dan akhlak
Menurut Jabiri ada enam unsur tema pokok yang masuk kedalam kategori makkiyah dan semuanya berkaitan dengan akidah dan akhlak dalam Islam diantaranya:
1.    Kenabian, Rububiyah dan Uluhiyah
Ada sekitar 27 surah yang masuk dalam hal  ini yakni:
Al alaq, al Muddatsir, al Masad, at Takwir, al A’la, al Lail,al Fajr, ad-Duha, as- Syarh, al Ashr, al Adiyat, al Kautsar, at Takatsur, al Maun, al Kafirun, al Fiil, al Falaq, an Nas, al Ikhlas, al Fatihah, ar Rahman, an Najm, Abasa, as Syams, al Buruj, at Tin dan Quraisy.[20]
2.    Kebangkitan, Balasan dan persaksian hari akhir
Ada sekitar 12 surah yang masuk dalam hal  ini yakni:
al- Qari’ah, az Zalzalah, al Qiyamah, al Humazah, al Mursalat, Qaf, al Balad, al Qalam, at Thariq dan al Qamar. Surah tersebut membahas persoalan hari akhir serta unsur-unsur  yang ada di dalamnya seperti persoalan kebangkitan dan balasan. Hal ini sesuai dengan kondisi sesuai kondisi sosial keagamaan masyarakat Mekah Quraisy yang tidak mengakui akan adanya hari akhir dengan berbagai unsurnya seperti balasan pahala dan syurga bagi yang berbuat baik, serta siksa bagi orang yang berbuat dosa.[21]
3.    Membatalkan syirik dan membersihkan penyembahan berhala
Ada sekiat 15 surah dalam hal ini yaitu:
Shad, al A’raf, al Jin, Yasin, al Furqan, Fathir, Maryam, Taha, al Waqi’ah, as Syuara, an Naml, al Qashash, Yunus, Hud dan Yusuf.
Dalam surah tersebut membahas tentang tentang tauhid, sembari membahas perbuatan syirik dan ajaran yang bertujuan untuk membersihkan tindakan bodoh orang-orang yang melakukan penyembahan berhala.[22]
4.    Berdakwah secara terang terangan dan menjalin hubungan dengan kabilah-kabilah
Ada sekitar 5 surah yang ke dalam hal  ini yakni:
al Hijr, al An’am, as Shaffat, Luqman dan as Saba’. Ada yang berpendapat surat al Hijr: 94-96 merupakan perintah kepada Nabi untuk berdakawah secara terang-terangan. Tetapi menurut al Jabiri, arah itu merupakan arah baru  dakwah nabi Muhammad. Dakwah secara terang-terangan sudah dilakukan oleh Abdullah bin Mas’ud yang membaca surah ar Rahman dengan suara lantang di Masjidil Haram, sehingga para pembesar Quraisy bertanya-tanya apa yang dia baca. Begitu juga Nabi yang membaca surah an Najm.[23]
5.    Terhadap Nabi dan keluarganya, serta kaum muslimin hijrah ke Habsyah
Ada sekitar 8 surah yang masuk ke dalam kategori tema ini yakni:
Az Zumar, Ghafir, Fushsilat, as Syura, az Zuhruf, ad Dukhan, al Jatsiyah dan al Ahqaf. Catatan penting dalam surah ini membahas tentang dialog. Dalam situasi dan kondisi masyarakat yang dikuasi oleh otoritas suku, Islam datang dengan pertimbangan yang sangat matang untuk menghindari sentimen umat yang menjadi sasaran dakwahnya.[24]
6.    Paska pengepungan menjalin hubungan dengan kabilah- kabilah dan persiapan hijrah ke Madinah
Ada sekitar 25 surah yang masuk dalam hal ini
Nuh, ad Dzariyat, al Ghasiyah, al Insan, al Kahfi, an Nahl, Ibrahim, al Anbiya’, al Mukminun, as Sajadah, at Thur, al Mulk, al Haqqah, al Maarij, an Naba’, an Naziat, al Infithar, al Insyiqaq, al Muzammil, ar Ra’du, al Isra’, ar Rum, al Ankabut, al Muthafifin dan al Haj. Pada fase ini pengepungan orang Quraisy. Ketika Nabi dan sahabat mendakwahkan Islam secara terang terangan mereka dikepung oleh pembesar Quraisy. Setelah itu Nabi memutuskan hijrah ke Madinah.[25]
BAB III
PENUTUP
A.  KESIMPULAN
1.      Kondisi Mekah sebelum Islam
Mekah, sebelum  Islam telah  menjadi  pusat  perdadagangan.  Bahkan  menurut Syaba, Mekah merupakan daerah perdagangan internasional sejak  sekitar  pertengahan  abad ke -6 M. Hal ini disebabkan Mekah merupakan pusat peribadatan bangsa Arab, di  mana terdapat Ka’bah  yang  dijadikan  sebagai pusat berhala dari berbagai suku di Jazirah Arab. Pada setiap musim haji  tiba, mereka  datang dari berbagai penjuru untuk melakukan penyembahan.
2.      Strategi dakwah Nabi di Mekah
a.    Dakwah secara sembunyi-sembunyi
b.    Dakwah secara terang-terangan
3.      Ayat-ayat al Quran yang turun di Mekah
Menurut Jabiri ada enam unsur tema pokok yang masuk kedalam kategori makkiyah dan semuanya berkaitan dengan akidah dan akhlak dalam Islam diantaranya:
1.      Kenabian, Rububiyah dan Uluhiyah
2.      Kebangkitan, Balasan dan persaksian hari akhir
3.      Membatalkan syirik dan membersihkan penyembahan berhala
4.      Berdakwah secara terang terangan dan menjalin hubungan dengan kabilah-kabilah
5.      Terhadap Nabi dan keluarganya, serta kaum muslimin hijrah ke Habsyah
6.      Pasca pengepungan menjalin hubungan dengan kabilah- kabilah dan persiapan hijrah ke Madinah
B.  SARAN
Nabi Muhammad di utus untuk menyempurnakan akhlak manusia khususnya pada waktu itu adalah Mekah. Dengan kegigihan Nabi dalam berdakwah membuat Islam semakim berkembang sampai saat ini. Kita sebagai generasi muda harus semangat dalam menuntut ilmu, yang mana jika ilmu kita bermanafaat kepada orang lain juga dikatakan sebagai dakwah.
DAFTAR PUSTAKA
Hasan Nor, Sejarah Peradaban Islam Pamekasan: STAIN Pamekasan Press, 2006.
Hitti K. Philip,  History of The Arabs terj. Cecep Lukman Yasin, Dedi Slamet Riyadi Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2014.
Sulaiman Rusdi, Pengantar Metodologi Studi Sejarah Peradaban Islam Jakarta: Rajawali Pers, 2014.
Aksin Wijaya, Sejarah Kenabian dalam Perspektif Tafsir Nuzuli Izzat DarwazahBandung: Mizan Pustaka, 2016.
Al Mubarakfur Syafiyurrahman,  Sirah Nabawiyah  terj. Kathur Suhardi Jakarta: Pustaka al Kautsar, 2017.
Haris Ahmad, “Nabi Muhammad dan Reformasi Masyarakat Arab”, Kontikstuailta  jurnal  Penelitian  Sosial  Keagamaan I Vol. 21  No.2, Desember  2006.
Hamka, “Hijrah Dalam Perspekstif Sosio-Kultural Historis”, Hunafa Vol 2 No. 2 Agustus 2005.
Zulaikha, “Dakwah dan Kekuasaan (Perspektif Historis)” Al-Bayan Vol 19, No. 28, Juli- Desember 2013.
Nasution Fauziah, “Rasulullah SAW sebagai Shahibu ad-Dakwah  (Analisis Sejarah Dakwah pada Masa Rasulullah SAW)”, Hikmah, Vol. VII, No. 01 Januari 2013.
Al Buthy, Muhammad Said Ramadhan, Sirah Nabawiyah Analisis Ilmiah Manhajiah Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulallah terj Ainur Rafiq Saleh Tahmid Jakarta: Robbani Pers, 1999
Suma , Muhammad Amin, Ulumul Quran Jakarata: Raja Grafindo Persada, 2013.
Anawar Rosihon, Ulumul Quran Bandung: Pustaka Setia, 2016.


[1] Nor Hasan, Sejarah Peradaban Islam (Pamekasan: STAIN Pamekasan Press, 2006), hlm. 14
[2] Philip K. Hitti, History of The Arabs terj. Cecep Lukman Yasin, Dedi Slamet Riyadi (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2014), hlm. 130
[3] Rusdi Sulaiman, Pengantar Metodologi Studi Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm. 172
[4] Hamka, “Hijrah Dalam Perspekstif Sosio-Kultural Historis”, Hunafa Vol 2 No. 2 Agustus 2005 hlm. 121
[5]Hamka, “Hijrah Dalam Perspekstif  Sosio-Kultural Historis”, Hunafa Vol 2 No. 2 Agustus 2005, hlm. 122
[6]Aksin Wjiaya, Sejarah Kenabian dalam Perspektif Tafsir Nuzuli Izzat Darwazah(Bandung: Mizan Pustaka, 2016), hlm. 347
[7] Zulaikha, “Dakwah dan Kekuasaan (Perspektif Historis)” Al-Bayan Vol 19, No. 28, Juli-Desember 2013, hlm.21
[8] Abdul Kodir, Sejarah Pendidikan Islam dari Masa Rasulallah hingga Reformasi di Indonesia (Bandung: Pustaka Setia,2015), hlm. 40
[9] Syafiyurrahman al Mubarakfur,  Sirah Nabawiyah  terj. Kathur Suhardi (Jakarta: Pustaka al Kautsar, 2017), hlm. 74.
[10] Muhammad al Khudari Bek, Nurul Yaqin Fi Siaratil Sayyidil Mursalin terj. Bahrun Abu Bakar (Bandung: Sinar Baru Bandung Offest, 1989), hlm. 38
[11] Ahmad Haris, “Nabi Muhammad dan Reformasi Masyarakat Arab”, Kontekstualita jurnal  Penelitian  Sosial  Keagamaan I Vol. 21  No.2, Desember  2006, hlm. 10
[12] Fauziah Nasution, “Rasulullah SAW sebagai Shahibu ad-Dakwah  (Analisis Sejarah Dakwah pada Masa Rasulullah SAW)”, Hikmah, Vol. VII, No. 01 Januari 2013, hlm. 144
[13] Muhammad al Khudari Bek, Nurul Yaqin Fi Siaratil Sayyidil Mursalin, hlm. 44
[14] Muhammad Said Ramadhan al Buthy, Sirah Nabawiyah Analisis Ilmiah Manhajiah Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulallah terj Ainur Rafiq Saleh Tahmid (Jakrta: Robbani Pers, 1999), hlm. 77
[15] Muhammad al Khudari Bek, Nurul Yaqin Fi Siaratil Sayyidil Mursalin hlm. 46
[16] Ibid.77
[17] Fauziah Nasution, “Rasulullah SAW sebagai Shahibu ad-Dakwah  (Analisis Sejarah Dakwah pada Masa Rasulullah SAW)”, Hikmah, Vol. VII, No. 01 Januari 2013, hlm. 145
[18] Muhammad Amin Suma, Ulumul Quran ( Jakrata: Raja Grafindo Persada, 2013), hlm. 276
[19] Rosihon Anawar, Ulumul Quran (Bandung: Pustaka Setia, 2016), hlm. 106
[20] Aksin Wjiaya, Sejarah Kenabian dalam Perspektif Tafsir Nuzuli Izzat Darwazah, hlm.55
[21] Ibid. 56
[22] Ibid. 57
[23] Aksin Wjiaya, Sejarah Kenabian dalam Perspektif Tafsir Nuzuli Izzat Darwazah, hlm. 60
[24] Ibid.
[25] Ibid. 60





 NABI DI MEKAH

MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Mata Sirah Nabawiyah
Dosen Pengampu
 Moh. Subhan Zamzami, LC.,M.TH.I





Disusun Oleh








PROGRAM STUDI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR
JURUSAN SYARIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN
TAHUN 2017
KATA PENGANTAR


Assalamu’ alaikum Wr. Wb.

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini walaupun masih terdapat banyak kekurangan di dalamnya.
Selawat serta salam semoga tetap tercura  limpahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah berusaha dengan penuh kesabaran sehingga mengangkat kita dari alam kebodohan menuju alam yang terang benderang sehingga sampai detik ini penulis tetap semangat berjuang meningkatkan wawasan keilmuan.
Penulis sampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan makalah ini, namun makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis mohon kritik dan saran yang membangun.

Wassalamu’ alaikum Wr. Wb.



Pamekasan, 24 Oktober 2017            



PENULIS




DAFTAR ISI

Halaman Cover………................................................................................ ............i
Kata Pengantar………................................................................................. ...........ii
Daftar Isi……….......................................................................................... ..........iii

BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang..……....................................................................... ............1
B.     Rumusan Masalah…........................................................................ ............1
C.     Tujuan Penulisan……….................................................................. ............1
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................2-11
A.    Kondisi Mekah sebelum Islam..................................................................2-4
B.    Strategi dakwah Nabi di Mekah................................................................4-9
C.     Ayat-ayat Alquran yang turun di Mekah................................................9-11
BAB III PENUTUP..............................................................................................12
A.    Kesimpulan………….……………………………………........................12
B.     Saran...........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13





 KATA PENGANTAR

               Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala Rahmatnya sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Semoga shalawat dan salam selalu terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW., keluarga, sahabat, tabi’in, dan kita semua sebagai umat yang taat dan turut terhadap ajaran yang dibawanya.
Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.






Pamekasan,24 Oktober  2017




     Penyusun

 BAB I
PENDAHULUAN
A.  LATAR  BELAKANG
Masa kerasulan Nabi Muhammad di Mekah dimulai sejak beliau menerima wahyu pertama sebagai pertanda diangkatnya sebagai Nabi sampai beliau hijrah ke Madinah. Pada periode Mekkah Nabi hanya menyampaikan hal-hal berhubungan dengan persoalan keimanan dan akhlak. Nabi diutus untuk menyempurnakan akhlak dan etika penuduk Mekah. Hal ini sesuai dengan kondisi bangsa Arab yang jauh dari nilai-nilai religius dan nilai kemanusiaan sudah tidak ada artinya lagi, terutama nasib budak dan wanita.[1]
B.     RUMUSAN MASALAH

1.    Bagimana kondisi Mekah sebelum Islam?
2.    Bagaimana strategi dakwah nabi Muhammad di Mekah?
3.    Bagaimana ayat-ayat  Alquran yang turun di Mekah?

C.  TUJUAN PENULISAN

1.    Untuk mengetahui kondisi Mekah sebelum Islam.
2.    Untuk mengetahui strategi dakwah Nabi Muhammad di Mekah.
3.    Untuk mengetahui ayat-ayat  Alquran yang turun di Mekah.








BAB II
PEMBAHASAN
A.  Kondisi Mekah Sebelum Islam
Nama Mekah  disebut Macaroba oleh Ptolemius, diambil dari bahasa SabaMakuraba yang berarti tempat suci. Kata itu menunjukkan bahwa kota itu didirikan oleh suatu kelompok keagamaan, sehingga bisa dikatakan bahwa sejak dulu jauh sebelum kelahiran Nabi di Mekah telah menjadi pusat keagamaan. Kota itu terletak di Tihamah, sebelah selatan Hijaz sekitar 48 mil dari laut merah yang mempunyai suhu udara yang panas.[2] Secara geografis, Mekah terletak di Jazirah Arab, kira-kira 450 km dari kota Madinah yang dikenal ketandusannya. Mekah dikenal dengan penduduk yang mengembala, namun wilayah ini melahirkan seumlah sosok pemimpin yang berpengaruh dan karismatik sepanjang sejarahnya. Gambaran at-Tabari dalam kitabnya Tarikh al-Tabari sebagaimana dikutip Misrawi bahwa Mekah mempunyai dua penduduk didua daerah bernama Sabuqa dan Gabulza. Dikisahkan mereka tidak berpakaian dan tinggal di alam terbuka berjenis kelamin laki-laki dan jika istri mereka melahirkan bayi perempuan maka dibunuh.[3]
Mekah, sebelum  Islam telah  menjadi  pusat  perdadagangan.  Bahkan  menurut Syaba, Mekah merupakan daerah perdagangan internasional sejak  sekitar  pertengahan  abad ke -6 M. Hal ini disebabkan Mekah merupakan pusat peribadatan bangsa Arab, di  mana terdapat Ka’bah  yang  dijadikan  sebagai pusat berhala dari berbagai suku di Jazirah Arab. Pada setiap musim haji  tiba, mereka  datang dari berbagai penjuru untuk melakukan penyembahan, di samping itu dapat berdagang dengan aman karena pada bulan-bulan suci dilarang melakukan peperangan. Hal tersebut telah menjadi tradisi mereka dari tahun ketahun. Beberapa sejarawan barat, antara lain Patricia Crone, menolak pandangan  tentang  keberadaan Mekah sebagai pusat dagang.
Menurutnya,  kondisi  geografisnya  yang tandus  tidak  memungkinkan  Mekah  menjadi  jalur  dagang internasional,  walaupun  ada  kegiatan  dagang  di sana  itu  hanya dalam skala kecil. Perlu diingat bahwa, meskipun kondisi  alamnya  tandus, keberadaan Ka’bah di Mekah tidak  bisa digantikan  oleh  daerah lain  yang  subur  sekalipun. Seperti telah  disebutkan, Ka’bah memiliki  arti  penting  dalam budaya Arab sehingga  jelas  sekali bahwa  keberadaan Mekah sebagai pusat dagang lebih disebabkan oleh faktor kultural dari pada faktor geografis.[4]
Kondisi Mekah yang demikian  itu,  membawa  keuntungan finansial bagi penduduk Mekah, terutama bagi suku Quraisy yang merupakan  penguasa  Ka’bah  dan  perdagangannya. Hal ini pula yang membuat orang-orang Mekah mengalami kelunturan nilai-nilai humanisme kesukuan  mereka  karena digerogoti oleh  krisis  moral  dan  sosial  ketika  mereka meninggalkan tatanan ekonomi  nomadik  dan  memasuki  tatanan ekonomi  perdagangan atau ekonomi kapitalis. Atas  kondisi  yang demikian  itulah Nabi Muhammad diutus oleh Allah untuk melakukan reformasi terhadap tatanan moral dan sosial  berdasarkan petunjuk wahyu dari  Allah. Akibatnya kaum Quraisy memandang ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad mengancam  kedudukan  dan  kekuasaan  mereka, baik  secara politik maupun secara ekonomi. Pernyataan nabi Muhammad akan kenabiannya,  penentangannya terhadap ketidakadilan dalam masyarakat Mekah, dan penegasannya bahwa semua orang yang beriman adalah sederajat yang merupakan satu komunitas  universal,  mengancam  wewenang  politik  kesukuan. Penolakan  terhadap politeisme benar-benar mengancam kepentingan ekonomi kaum  Quraisy yang mengontrol Ka’bah yang merupakan sumber prestise dan pendapatan keagamaan masyarakat Mekah. Akibatnya orang-orang musyrik Mekah  menentang ajaran yang dibawa oleh Nabi. Menurut  Toha Husayn, seperti dikutip oleh Asghar Ali, andaikata Nabi hanya mengajarkan tentang  kepercayaan kepada Allah tanpa menentang sistem ekonomi dan sosial, membiarkan  perbedaan kuat dan lemah, hamba dan tuan, kaya dan miskin dan ketidakmerataan distribusi kekayaan,  niscaya  sebagian  besar  orang  Mekah  pasti menerimanya.
Karena pada dasarnya mereka tidaklah secara tulus menyembah berhala,  melainkan mereka menggunakan berhala berhala itu untuk menguasai dan meng-eksploitasi upacara mereka demi meraih keuntungan ekonomi.[5]
Ahmad Syalabi menjelaskan faktor yang mendorong orang-orang musyrik Quraisy menolak ajaran nabi Muhammad yaitu:
1.    Persaingan dalam berebut kekuasaan, yakni beranggapan bahwa tunduk kepada agama Muhammad berarti tunduk  kepada kekuasaan bani Muthalib.
2.    Taqlid kepada nenek moyang mereka. Islam yang didakwahkan Nabi dianggap sesuatu yang baru dan tidak menggantikan tradisi yang sudah ada.
3.    Memperniagakan patung. Bagi sebagian orang Arab Mekah, memahat patung yang menggambarkan Lata wal Uzza merupakan sumber perekonomian mereka.
4.    Takut dibangkitkan setelah  mati, untuk mempertanggung jawabkan semua perbuatn di dunia. Bagi orang kafir Quraisy ajaran semacam ini sangat kejam.[6]

B.  Strategi Dakwah Nabi Muhammad di Mekah
Dakwah secara etimologi  berarti  panggilan,  ajakan,  atau  seruan.  Dalam  ilmu  tata  bahasa  Arab,  kata  dakwah berbentuk  sebagai  isim  masdar  dari  kata دعى يدعو yang artinya adalah memanggil, mengajak atau menyeru. Sedangkan menurut istilah mengandung pengertian beragam, menurut para ahli dakwah salah satunya Hamzah  Yaqub  dalam  bukunya  Publistik  Islam, menurutnya dakwah  adalah  upaya mengajak  umat manusia dengan hikmah  dan  bijaksana  mengikuti  petunjuk  Allah  dan Rasul-nya.[7]


Berikut strategi dakwah nabi Muhammad di Mekah antara lain:
1. Dakwah secara sembunyi-sembunyi
Dengan diturunkannya wahyu Nabi mulai mengajak masyarakat Mekah untuk menyembah Allah semata dan meninggalkan berhala. Akan tetapi dakwah Nabi ini dilakukan secara sembunyi-sembunyi dilingkungan sendiri dan orang-orang terdekatnya. Rumah Arqam bin Abil Arqam menjadi tempat pertmuan Nabi dengan sahabat-sahabat. Disanalah Nabi mengajarkan dasar-dasar agama dan mebacakan wahyu (Alquran).[8]
Nabi berkdawah kepada kerabat dekatnya yaitu Khadijah binti Khuwalid (istri Nabi), Ummul Mukminin, Zaid bin Haristsah bin Syurabil Kalbi, Ali bin Abi Thalib dan sahabat Nabi seperti Abu Bakar as Siddiq mereka itu disebut as-Sabiqunal Awwalun. Kawanan lain yang lebih dahulu masuk Islam adalah  Bilal bin Rabbah al Habsy, Abu Salamah bin Abdul Asad, Arqam bin Abil Arqam, Ustman bin Mazh’un, Qudamah dan Abdullah, Zaid bin Tsabit dan Istrinya, Ubaidah bin Haris bin Muthalib, mereka ini disebut juga as Sabiqunal Awwalun, yang semuanya berasal dari suku Quraiys. Ibnu Hisyam menghitung jumlah mereka empat puluh orang.[9]
Dakwah Nabi dilakukan  secara sembunyi dan hati-hati karena kawatir bangsa Arab kaget dengan adanya perkara yang berat ini, akibatnya sulit bagi mereka untuk masuk Islam. Oleh sebab itu, Nabi berkdakwah kepada orang-orang yang dapat dipercaya. Salah satu sahabat Nabi yang setia dalam dakwahnya adalah Abu Bakar. Beliau turut andil dalam menyerukan agama Islam, Abu Bakar berdakwah kepada orang- orang yang dapat dipercaya dari kalangan kabilah Quraisy. Ternyata ajakan ini mendapat sambutan hangat dari segolongan orang antara lain dari Usman bin Affan. Tatkala al Hakam paman sahabat Usman mengetahui tentang keislamannya, maka al Hakam mengikatnya dengan kuat lalu berkata,” apakah engkau benci dengan agama nenek moyang engkau sehingga memeluk agama itu?
Demi tuhan aku tidak akan melepaskan ikatan ini sehingga  engkau meninggalkan agama baru itu”. Lalu Usman menjawab” demi Allah aku tidak akan meninggalkan agama itu”. Setelah al Hakam melihat keteguhan hati Usman dalam memeluk agamanya lalu dia melepaskan ikatannya.[10] Metode dakwah Nabi  seperti  itu  dapat  digambarkan  sebagai  metode Sentrifugal yaitu  memulai sesuatu dari  dirisendiri, kemudian  menyebarkannya  kepada lingkungan  keluarga yang  terdekat  dan terus meluas kepada lapisan  yang  paling jauh. Dengan  metode  ini,  Nabi secara sadar  mulai  memfungsikan  dirinya sebagai suatu kekuatan sentrifugal yaitu  kekuatanyang  berada pada suatu  titik  tengah  yang  kemudian  menyebar  dari lingkaran terdekat yang terkecil  hingga lingkaran  terluas  yang hampir  tanpa batas. Dengan metode  tersebut, sulit dihindari  bahwa pada  saatnyaakan  makin banyak  orang  yang  tahu  dengan  agama  baru  yang dibawa oleh Nabi Muhammad. Dan itulah yang  terjadi makin lama pengikut Nabi makin bertambah jumlahnya setelah tiga tahun berjalan.[11]
2. Dakwah secara terang-terangan
Pada  periode  ini  Nabi  tidak  hanya  berdakwah pada  penduduk  Mekah  saja  tapi  juga  mengajak  orang-orang  dari  luar Makkah, yaitu  ke wilayah  Taif  sebelah Tenggara Mekah dan sejumlah wilayah  lainnya. Kegiatan dakwah  ini  berlangsung sejak  tahun  ke-10 kenabian  hingga  Hijrah  ke  Madinah. Wafatnya  dua orang yang sangat berjasa dalam menopang gerakan dakwah Nabi Muhammad yaitu Khadijah dan  Abu Thalib,  membuat  kafir  Quraisy melakukan intimidasi secara intens terhadap gerakan dakwah Nabi.[12] Beberapa tahun nabi Muhammad, tidak berani menampakkan dakwah pada perkumpulan kaum Quraisy dan kaum muslimin masih belum mampu menampakkan ibadah mereka karena kawatir terhadap kekejaman kaum Quraisy. Setiap kaum Muslim yang ingin melakukan ibadah, mereka terpaksa pergi keluar kota Mekah dan di sanalah mereka melakukan salat secara diam-diam.
Tatkala telah masuk Islam sekitar tiga puluh orang, keadaan memaksa Nabi berkumpul dengan mereka guna menyampaikan bimbingan dan ajaran agama Islam. Setelah beberapa waktu Nabi berdakwah secara sembunyi-sembunyi lalu turun ayat al Hijr: 94
فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ
Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.[13]
Pada waktu itu Nabi segera melaksanakan perintah Allah kemudian Nabi pergi ke bukit Safa lalu memanggil “Wahai bani Fihr, wahai bani Addi”, sehingga mereka berkumpul dan orang yang tidak bisa hadir mengirimkan orang untuk melihat apa yang terjadi. Nabi berkata, “bagaimanakah pendapatmu jika aku kabarkan bahwa dibelakang gunung ini ada pasukan kuda musuh yang menyerangmu apakah kau mempercayaiku?”. Mereka berkata, “ya, kami belum pernah melihatmu berdusta”. Nabi bersabda,“ketahuilah, sesungguhnya aku adalah seorang pemberi peringatan kepada kalian dari siksa yang pedih”. Abu Lahab kemudian memprotes,” sungguh celaka kamu Muhammad sepanjang hari. Hanya untuk inikah kamu mengumpulkan kami.[14] Selanjutnya turunlah surah al Lahab: 1-5
مَا أَغْنَىٰ عَنْهُ مَالُهُۥ وَمَا كَسَبَۭ سَيَصْلَىٰ نَارًا ذَاتَ لَهَبٍۭ وَٱمْرَأَتُهُۥ حَمَّالَةَ  تَبَّتْ يَدَا أَ بِي لَهَبٍ وَتَبْۭ  
ٱلْحَطَبِۭ فِى جِيدِهَا حَبْلٌ مِّن مَّسَدٍۭ
Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasaTidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan.  Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar Yang di lehernya ada tali dari sabut.
Yang dimaksud dengan pembawa kayu bakar ialah yang berjalan seraya mengumpat, sebab istri abu Lahab selalu memfitnah Rasulallah sebagai pembuat kebohongan. Hal itu dikatakan oleh istri abu Lahab di hadapan kumpulan kaum wanita. Setelah peristiwa itu turun pula firman Allah surah as-Syuara: 214
وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ
Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.
Yang dimaksud dengan kaum kerabat yang terdekat oleh ayat di atas adalah Bani Hasyim, Bani Muthallib, Bani Naufal, Bani Abdusy Syamsy mereka adalah anak cucu Abdu Manaf. Selanjutnya Nabi mengumpulkan mereka, lalu bersabda:” sesungguhnya seorang pemimpin itu tidak akan berdusta terhadap kaum kerabatnya. Demi Allah, seandainya semua manusia berdusta, aku tidak akan berdusta pada kalian dan seandainya manusia menipu, aku tidak akan menipu kalian. Demi Allah tiada tuhan selain Allah, sesungguhnya aku adalah utusan Allah secara khusus untuk kalian dan seluruh umat manusia.”[15]
Dakwah Nabi secara terang-terangan ini  ditentang dan ditolak bangsa Quraisy dengan alasan bahwa mereka tidak dapat meninggalkan agama yang telah  mereka warisi dari nenek moyang mereka dan sudah menjadi bagian dari tradisi kehidupan mereka. Pada saat itulah Nabi mengingatkan mereka akan perlunya membebaskan pikiran dan akal mereka dari belenggu taklid. Selanjutnya dijelaskan oleh Nabi bahwa tuhan-tuhan yang mereka sembah itu tidak dapat dijadikan alasan untuk mengikuti mereka secara taklid buta.[16]
Dakwah nabi di Mekah ini berakhir dengan dilaksanakannya hijrah ke Mdinah. Peristiwa hijrah Nabi dilaksanakan setelah kondisi Mekah tidak lagi kondusif  bagi pergerakan Islam. Solusi terhadap persoalan ini adalah mencari tempat aman bagi pergerakan dakwah. Bila di analisa lebih jauh para pemuka dan kalangan aristokrat Quraisy Mekah merupakan penentang utama terhadap dakwah Rasulallah.
Paling tidak ada dua faktor yang melatar belakangi penentangan mereka diantaranya:
1.    Faktor sosial politik, mereka umumnya  berpendapat bahwa  kebangkitan  Islam  identik dengan  kehancuran  posisi  sosial  politik mereka.
2.    Faktor ekonomi, disisi lain Ka’bah dengan ratusan berhala, saat itu merupakan sumber penghasilan utama sejumlah tokoh-tokoh Quraisy. Sedangkan Islam  menganjurkan  meninggalkan sistem penyembahan  berhala  yang  merupakan sentral dari sistem politik mereka. Membiarkan dakwah nabi Muhammad terus berjalan niscaya akan tamatlah simbol kekuasaan sosial politik para pemuka Quraisy.[17]

C.  Ayat-ayat  Alquran yang Turun di Mekah

Terdapat beberapa pendapat di kalangan ulama ahli ilmu Al quran tentang definisi  ayat yang turun di Mekah diantaranya:
1.    Memformulasikan makkiyah dengan surah dan ayat Al quran yang turun di Mekah dan sekitarnya.
2.    Ulama mendefinisikan ayat Makkiyah adalah ayat turun di Mekah yang khitab (arah pembicaraannya) lebih ditujukan kepada penduduk Mekkah.
3.    Ulama mendefinisikan ayat Makkiyah dalah ayat yang turun sebelum Nabi hijrah ke Madinah.[18] . Berikut adalah penjelasan tentang ayat-ayat Makkiyah:
a.    Ciri- ciri surah Makkiyah diantaranya:

1.      Di dalamna terdapat ayat sajdah.
2.      Ayat-ayatnya dimulai dengan kata “kalla
3.      Dimulai dengan ungkapan “ya ayyuhannas” kecuali pada penghujung surah al Haj: 22 dimulai dengan ungkpan “ya ayyuhal ladzina”
4.      Ayat-ayatnya mengandung kisah Nabi dan umat terdahulu
5.      Ayat-ayatnya dimulai dengan huruf terpotong-potong.[19]

b.    Unsur tematik surah Makkiyah yaitu tentang akidah dan akhlak
Menurut Jabiri ada enam unsur tema pokok yang masuk kedalam kategori makkiyah dan semuanya berkaitan dengan akidah dan akhlak dalam Islam diantaranya:
1.    Kenabian, Rububiyah dan Uluhiyah
Ada sekitar 27 surah yang masuk dalam hal  ini yakni:
Al alaq, al Muddatsir, al Masad, at Takwir, al A’la, al Lail,al Fajr, ad-Duha, as- Syarh, al Ashr, al Adiyat, al Kautsar, at Takatsur, al Maun, al Kafirun, al Fiil, al Falaq, an Nas, al Ikhlas, al Fatihah, ar Rahman, an Najm, Abasa, as Syams, al Buruj, at Tin dan Quraisy.[20]
2.    Kebangkitan, Balasan dan persaksian hari akhir
Ada sekitar 12 surah yang masuk dalam hal  ini yakni:
al- Qari’ah, az Zalzalah, al Qiyamah, al Humazah, al Mursalat, Qaf, al Balad, al Qalam, at Thariq dan al Qamar. Surah tersebut membahas persoalan hari akhir serta unsur-unsur  yang ada di dalamnya seperti persoalan kebangkitan dan balasan. Hal ini sesuai dengan kondisi sesuai kondisi sosial keagamaan masyarakat Mekah Quraisy yang tidak mengakui akan adanya hari akhir dengan berbagai unsurnya seperti balasan pahala dan syurga bagi yang berbuat baik, serta siksa bagi orang yang berbuat dosa.[21]
3.    Membatalkan syirik dan membersihkan penyembahan berhala
Ada sekiat 15 surah dalam hal ini yaitu:
Shad, al A’raf, al Jin, Yasin, al Furqan, Fathir, Maryam, Taha, al Waqi’ah, as Syuara, an Naml, al Qashash, Yunus, Hud dan Yusuf.
Dalam surah tersebut membahas tentang tentang tauhid, sembari membahas perbuatan syirik dan ajaran yang bertujuan untuk membersihkan tindakan bodoh orang-orang yang melakukan penyembahan berhala.[22]
4.    Berdakwah secara terang terangan dan menjalin hubungan dengan kabilah-kabilah
Ada sekitar 5 surah yang ke dalam hal  ini yakni:
al Hijr, al An’am, as Shaffat, Luqman dan as Saba’. Ada yang berpendapat surat al Hijr: 94-96 merupakan perintah kepada Nabi untuk berdakawah secara terang-terangan. Tetapi menurut al Jabiri, arah itu merupakan arah baru  dakwah nabi Muhammad. Dakwah secara terang-terangan sudah dilakukan oleh Abdullah bin Mas’ud yang membaca surah ar Rahman dengan suara lantang di Masjidil Haram, sehingga para pembesar Quraisy bertanya-tanya apa yang dia baca. Begitu juga Nabi yang membaca surah an Najm.[23]
5.    Terhadap Nabi dan keluarganya, serta kaum muslimin hijrah ke Habsyah
Ada sekitar 8 surah yang masuk ke dalam kategori tema ini yakni:
Az Zumar, Ghafir, Fushsilat, as Syura, az Zuhruf, ad Dukhan, al Jatsiyah dan al Ahqaf. Catatan penting dalam surah ini membahas tentang dialog. Dalam situasi dan kondisi masyarakat yang dikuasi oleh otoritas suku, Islam datang dengan pertimbangan yang sangat matang untuk menghindari sentimen umat yang menjadi sasaran dakwahnya.[24]
6.    Paska pengepungan menjalin hubungan dengan kabilah- kabilah dan persiapan hijrah ke Madinah
Ada sekitar 25 surah yang masuk dalam hal ini
Nuh, ad Dzariyat, al Ghasiyah, al Insan, al Kahfi, an Nahl, Ibrahim, al Anbiya’, al Mukminun, as Sajadah, at Thur, al Mulk, al Haqqah, al Maarij, an Naba’, an Naziat, al Infithar, al Insyiqaq, al Muzammil, ar Ra’du, al Isra’, ar Rum, al Ankabut, al Muthafifin dan al Haj. Pada fase ini pengepungan orang Quraisy. Ketika Nabi dan sahabat mendakwahkan Islam secara terang terangan mereka dikepung oleh pembesar Quraisy. Setelah itu Nabi memutuskan hijrah ke Madinah.[25]
BAB III
PENUTUP
A.  KESIMPULAN
1.      Kondisi Mekah sebelum Islam
Mekah, sebelum  Islam telah  menjadi  pusat  perdadagangan.  Bahkan  menurut Syaba, Mekah merupakan daerah perdagangan internasional sejak  sekitar  pertengahan  abad ke -6 M. Hal ini disebabkan Mekah merupakan pusat peribadatan bangsa Arab, di  mana terdapat Ka’bah  yang  dijadikan  sebagai pusat berhala dari berbagai suku di Jazirah Arab. Pada setiap musim haji  tiba, mereka  datang dari berbagai penjuru untuk melakukan penyembahan.
2.      Strategi dakwah Nabi di Mekah
a.    Dakwah secara sembunyi-sembunyi
b.    Dakwah secara terang-terangan
3.      Ayat-ayat al Quran yang turun di Mekah
Menurut Jabiri ada enam unsur tema pokok yang masuk kedalam kategori makkiyah dan semuanya berkaitan dengan akidah dan akhlak dalam Islam diantaranya:
1.      Kenabian, Rububiyah dan Uluhiyah
2.      Kebangkitan, Balasan dan persaksian hari akhir
3.      Membatalkan syirik dan membersihkan penyembahan berhala
4.      Berdakwah secara terang terangan dan menjalin hubungan dengan kabilah-kabilah
5.      Terhadap Nabi dan keluarganya, serta kaum muslimin hijrah ke Habsyah
6.      Pasca pengepungan menjalin hubungan dengan kabilah- kabilah dan persiapan hijrah ke Madinah
B.  SARAN
Nabi Muhammad di utus untuk menyempurnakan akhlak manusia khususnya pada waktu itu adalah Mekah. Dengan kegigihan Nabi dalam berdakwah membuat Islam semakim berkembang sampai saat ini. Kita sebagai generasi muda harus semangat dalam menuntut ilmu, yang mana jika ilmu kita bermanafaat kepada orang lain juga dikatakan sebagai dakwah.
DAFTAR PUSTAKA
Hasan Nor, Sejarah Peradaban Islam Pamekasan: STAIN Pamekasan Press, 2006.
Hitti K. Philip,  History of The Arabs terj. Cecep Lukman Yasin, Dedi Slamet Riyadi Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2014.
Sulaiman Rusdi, Pengantar Metodologi Studi Sejarah Peradaban Islam Jakarta: Rajawali Pers, 2014.
Aksin Wijaya, Sejarah Kenabian dalam Perspektif Tafsir Nuzuli Izzat DarwazahBandung: Mizan Pustaka, 2016.
Al Mubarakfur Syafiyurrahman,  Sirah Nabawiyah  terj. Kathur Suhardi Jakarta: Pustaka al Kautsar, 2017.
Haris Ahmad, “Nabi Muhammad dan Reformasi Masyarakat Arab”, Kontikstuailta  jurnal  Penelitian  Sosial  Keagamaan I Vol. 21  No.2, Desember  2006.
Hamka, “Hijrah Dalam Perspekstif Sosio-Kultural Historis”, Hunafa Vol 2 No. 2 Agustus 2005.
Zulaikha, “Dakwah dan Kekuasaan (Perspektif Historis)” Al-Bayan Vol 19, No. 28, Juli- Desember 2013.
Nasution Fauziah, “Rasulullah SAW sebagai Shahibu ad-Dakwah  (Analisis Sejarah Dakwah pada Masa Rasulullah SAW)”, Hikmah, Vol. VII, No. 01 Januari 2013.
Al Buthy, Muhammad Said Ramadhan, Sirah Nabawiyah Analisis Ilmiah Manhajiah Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulallah terj Ainur Rafiq Saleh Tahmid Jakarta: Robbani Pers, 1999
Suma , Muhammad Amin, Ulumul Quran Jakarata: Raja Grafindo Persada, 2013.
Anawar Rosihon, Ulumul Quran Bandung: Pustaka Setia, 2016.


[1] Nor Hasan, Sejarah Peradaban Islam (Pamekasan: STAIN Pamekasan Press, 2006), hlm. 14
[2] Philip K. Hitti, History of The Arabs terj. Cecep Lukman Yasin, Dedi Slamet Riyadi (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2014), hlm. 130
[3] Rusdi Sulaiman, Pengantar Metodologi Studi Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm. 172
[4] Hamka, “Hijrah Dalam Perspekstif Sosio-Kultural Historis”, Hunafa Vol 2 No. 2 Agustus 2005 hlm. 121
[5]Hamka, “Hijrah Dalam Perspekstif  Sosio-Kultural Historis”, Hunafa Vol 2 No. 2 Agustus 2005, hlm. 122
[6]Aksin Wjiaya, Sejarah Kenabian dalam Perspektif Tafsir Nuzuli Izzat Darwazah(Bandung: Mizan Pustaka, 2016), hlm. 347
[7] Zulaikha, “Dakwah dan Kekuasaan (Perspektif Historis)” Al-Bayan Vol 19, No. 28, Juli-Desember 2013, hlm.21
[8] Abdul Kodir, Sejarah Pendidikan Islam dari Masa Rasulallah hingga Reformasi di Indonesia (Bandung: Pustaka Setia,2015), hlm. 40
[9] Syafiyurrahman al Mubarakfur,  Sirah Nabawiyah  terj. Kathur Suhardi (Jakarta: Pustaka al Kautsar, 2017), hlm. 74.
[10] Muhammad al Khudari Bek, Nurul Yaqin Fi Siaratil Sayyidil Mursalin terj. Bahrun Abu Bakar (Bandung: Sinar Baru Bandung Offest, 1989), hlm. 38
[11] Ahmad Haris, “Nabi Muhammad dan Reformasi Masyarakat Arab”, Kontekstualita jurnal  Penelitian  Sosial  Keagamaan I Vol. 21  No.2, Desember  2006, hlm. 10
[12] Fauziah Nasution, “Rasulullah SAW sebagai Shahibu ad-Dakwah  (Analisis Sejarah Dakwah pada Masa Rasulullah SAW)”, Hikmah, Vol. VII, No. 01 Januari 2013, hlm. 144
[13] Muhammad al Khudari Bek, Nurul Yaqin Fi Siaratil Sayyidil Mursalin, hlm. 44
[14] Muhammad Said Ramadhan al Buthy, Sirah Nabawiyah Analisis Ilmiah Manhajiah Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulallah terj Ainur Rafiq Saleh Tahmid (Jakrta: Robbani Pers, 1999), hlm. 77
[15] Muhammad al Khudari Bek, Nurul Yaqin Fi Siaratil Sayyidil Mursalin hlm. 46
[16] Ibid.77
[17] Fauziah Nasution, “Rasulullah SAW sebagai Shahibu ad-Dakwah  (Analisis Sejarah Dakwah pada Masa Rasulullah SAW)”, Hikmah, Vol. VII, No. 01 Januari 2013, hlm. 145
[18] Muhammad Amin Suma, Ulumul Quran ( Jakrata: Raja Grafindo Persada, 2013), hlm. 276
[19] Rosihon Anawar, Ulumul Quran (Bandung: Pustaka Setia, 2016), hlm. 106
[20] Aksin Wjiaya, Sejarah Kenabian dalam Perspektif Tafsir Nuzuli Izzat Darwazah, hlm.55
[21] Ibid. 56
[22] Ibid. 57
[23] Aksin Wjiaya, Sejarah Kenabian dalam Perspektif Tafsir Nuzuli Izzat Darwazah, hlm. 60
[24] Ibid.
[25] Ibid. 60