Wednesday 2 March 2016

Tugas Makalah waktu di perkuliyahan tentang Akhlak dan moral 2016


Contoh Makalah Agama Islam Tentang Akhlak Dan Moral

Jasa Layanan Konsultasi Nama Bayi Premium
Jasa Layanan Konsultasi Nama Bayi Premium
Berikut ini adalah sebuah contoh untuk anda yang bisa disimak untuk melengkapi daftarkumpulan contoh makalah lengkap yang sudah diposkan di blog ini. Makalah pendidikan agama islam ini bisa menjadi sumber referensi dan informasi yang tepat untuk anda yang ingin melihat tata cara serta format pembuatan makalah dan karya tulis pendidikan agama islam yang baik dan benar.

Makalah Pendidikan Agama Islam Tentang Akhlak Dan Moral

——
PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI LINGKUNGAN KELUARGA, SEKOLAH, DAN MASYARAKAT
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah swt, karena atas limpahan rahmatnya, sehingga penulisan makalah ini dapat terselesaikan dan telah rampung.
Makalah ini berjudul“PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI LINGKUNGAN KELUARGA, SEKOLAH, DAN MASYARAKAT”. Dengan tujuan penulisan sebagai sumber bacaan yang dapat digunakan untuk memperdalam pemahaman dari materi ini.
Selain itu, penulisan makalah ini tak terlepes pula dengan tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
Namun penulis cukup menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran pembaca yang bersifat membangun.
Jakarta, Oktober 2015
Penulis.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga
B. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dalam Sekolah
C. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dalam Masyarakat
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Semakin canggihnya ilmu pengetahuan, semakin majunya peredaran zaman dan manusiapun beragam. kemewahan di bidang harta tidak akan menjamin kebahagiaan seseorang jika orang tersebut tidak bisa menikmati kekayaan itu, apalagi bagi orang yang serba kekurangan atau merasa kurang cukup terus-menerus. Banyak anak-anak yang tidak patuh lagi kepada orang tuanya, tentunya sangat dikhawatiran yang mengakibatkan perasaan tidak tenang dan selalu gelisah, bahkan banyak orang yang mengalami penyakit stress yang mereka sendiri tidak tahu obatnya, mencari tempat berpegang kepada siapa dan bagaimana cara menenangkan perasaan yang stress itu, bahkan mereka sering bingung, dihinggapi rasa takut dan rasa bersalah yang tidak tahu sebabnya.
Oleh karena itu, tentu sangat perlu dijelaskan bagaimana pendidikan anak sebelum lahir, masa bayi, masa kanak-kanak, dewasa, bahkan sampai mereka tua. Pendidikan anak pada usia dini juga sangat dianjurkan, hal ini dimaksudkan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Karena pendidikan agama islam sejak dini sengat berpengaruh terhadap pembentukan karakter dan kepribadian peserta didik. Proses belajar dan pembelajaran bisa dilakukan pada jalur formal maupun informal.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini terinci sebagai berikut.
1. Bagimana pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam keluarga?
2. Bagaimanna pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam sekolah?
3. Bagaimana pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam masyarakat?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam keluarga.
2. Mengetahui pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam sekolah.
3. Mengetahui pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga
Agama Islam di lingkungan keluarga berlangsung antara orang-orang dewasa yang bertanggung jawab atas terselenggaranya pendidikan agama, dan anak-anak sebagai sasaran pendidikannya. Sedang ibu dalam kaitannya dengan pendidikan agama di lingkungan keluarga, maka kedudukannya sebagai pendidik yang utama dan pertama, dalam kedudukannya sebagai pendidik, maka seorang ibu tidak cukup hanya memanggil seorang guru agama dari luar untuk mendidik anaknya di rumah, dan bukan dalam pengertian yang demikianlah yang dimaksud dengan pendidikan agama di lingkungan keluarga. Akan tetapi lebih ditekankan adanya bimbingan yang terarah dan berkelanjutan dari orang-orang dewasa yang bertanggung jawab di lingkungan keluarga untuk membimbing anak.
Pengertian yang jelas tentang pendidikan agama yang dilakukan di lingkungan keluarga interaksi yang teratur dan diarahkan untuk membimbing jasmani dan rohani anak dengan ajaran Islam, yang berlangsung di lingkungan keluarga. Dalam pelaksanaannya, maka proses pendidikan.
Pendidikan pada umumnya terbagi pada dua bagian besar, yakni pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah. Hal ini berdasar pada: “Maka proses belajar itu bagi seseorang dapat terus berlangsung dan tidak terbatas pada dunia sekolah saja.
Dorongan atau motivasi kewajiban moral, sebagai konsekwensi kedudukan orang tua terhadap keturunannya. Tanggung jawab moral ini meliputi nilai-nilai religius spiritual yang dijiwai Ketuhanan Yang Maha Esa dan agama masing-masing, di samping didorong oleh kesadaran memelihara martabat dan kehormatan keluarga.
Dalam kutipan yang pertama di atas dikemukakan bahwa lingkungan keluarga itu amat dominan dalam memberikan pengaruh-pengaruh keagamaan terhadap anak-anak, sehingga dapat dikatakan bahwa lingkungan keluarga dalam kaitannya dengan pendidikan agama sangat menentukan baik keberhasilannya. Sehingga amat disayangkan kalau kesempatan yang baik dari lingkungan pertama yaitu keluarga itu disia-siakan atau dilalui anak tanpa pendidikan agama dari pihak ibu dan bapak serta orang-orang yang bertanggung jawab di sekitarnya.
Dalam hubungannya dengan kelanjutan pendidikan atau kehidupan anak di masa mendatang, maka pendidikan di lingkungan keluarga, termasuk di dalamnya pendidikan agama, hal itu merupakan sebagai tindakan pemberian bekal-bekal kemampuan dari orang tua terhadap anak-anaknya, dalam menghadapi masa-masa yang akan dilaluinya.
Dalam hubungannya dengan pendidikan di sekolah maka sebagai persiapan untuk mengikuti pendidikan atau sebagai pelengkap dari pendidikan yang berlangsung di bangku sekolah. Dan dalam hubungannya dengan kehidupan bermasyarakat, maka sebagai upaya untuk mempersiapkan diri agar anak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Secara sepintas pembahasan tentang dasar pelaksanaan pendidikan agama di lingkungan keluarga ini telah disebutkan di atas, yaitu atas dasar cinta kasih seseorang terhadap darah dagingnya (anak), atas dasar dorongan sosial dan atas dasar dorongan moral.
Akan tetapi dorongan yang lebih mendasar lagi tentang pendidikan agama di lingkungan keluarga ini bagi umat Islam khususnya adalah karena dorongan syara (ajaran Islam), yang mewajibkan bagi orang tua untuk mendidik anak-anak mereka, lebih-lebih pendidikan agama.
Selain hal-hal yang telah disebutkan di atas, yang dapat mendorong orang tua agar mendidik anak-anak di lingkungan keluarga, ada lagi satu hal yang perlu diperhatikan yaitu; mengingat kondisi anak itu sendiri, baik secara fisik maupun mental ia mutlak memberikan bimbingan dan pengembangan ke arah yang positif. Kalau tidak maka dikhawatirkan fitrah yang tersimpan, yang merupakan benih-benih bawaan itu akan terlantar atau akan menyimpang.
Perlu diingat bahwa pada diri anak itu terdapat kecenderungan-kecenderungan ke arah yang baik, akan tetapi dilengkapi dengan kecenderungan ke arah yang jahat. Maka tugas pendidik dalam hubungan ini adalah menghidup-suburkan kecenderungan ke arah yang baik.
Oleh karena itu benih-benih potensial yang mampu mendorong anak untuk mengembangkan pribadinya dalam alternatif pemilihan lapangan hidup manusia di masa dewasanya sesuai bakat dan kemampuan. Pendidikan Agama dimaksudkan untuk peningkatan potensi spiritual dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia. Akhlak mulia menyangkut etika, budi pekerti, dan moral sebagai manifestasi dari pendidikan Agama. Peningkatan potensi spiritual mencakup pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai-nilai keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan individual ataupun kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi spiritual tersebut pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Allah SWT.
Pendidikan Islam diberikan dengan mengikuti tuntunan bahwa agama diajarkan kepada manusia dengan visi untuk mewujudkan manusia yang bertakwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia, serta bertujuan untuk menghasilkan manusia yang jujur, adil, berbudi pekerti, etis, saling menghargai, disiplin, harmonis dan produktif, baik personal maupun social.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dasar pelaksanaan pendidikan agama di lingkungan keluarga adalah karena didorong oleh beberapa hal yaitu:
1. Karena dorongan cinta kasih terhadap keturunan
2. Karena dorongan atau tanggung jawab sosial
3. Karena dorongan moral
4. Karena dorongan kewajiban agamis
Dan dorongan agama inilah yang membuat kedudukan orang tua lebih besar tanggung jawabnya dalam pendidikan karena dorongan kewajiban ini langsung diperintahkan Allah.
Pendidikan keluarga adalah pendidikan yang diproses oleh seseorang di dalam lingkungan rumah tangga atau keluarga. Sistem pendidikan ini merupakan unsur utama dalam pendidikan seumur hidup, terutama karena sifatnya yang tidak memerlukan formalitas waktu, cara, usia, fasilitas, dan sebagainya. Pada dasarnya, masing-masing orang tua adalah orang yang paling bertanggung jawab atas pendidikan bagi anak-anaknya. Mereka tidak hanya berkewajiban mendidik atau menyekolahkan anaknya ke sebuah lembaga pendidikan. Akan tetapi mereka juga diamanati Allah SWT untuk menjadikan anak-anaknya bertaqwa serta taat beribadah sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam Al-Qur’an dan Hadits.
Dalam mendidik dan menumbuh kembangkan anak-anak, orang tua atau tokoh ibu dan bapak sangat memegang peranan yang sangat penting, baik-buruknya kelakuan anak, orang tualah yang memegang peranan. Pendidikan rumah tangga ini disebut juga dengan pendidikan informal. Peranan ibu dan bapak antara lain:
1. Ibu bapak sebagai pengatur kebersihan anak
2. Ibu bapak sebagai teladan bagi anak
3. Ibu bapak sebagai pendorong dalam tindakan anak
4. Ibu bapak sebagai teman bermain
5. Ibu bapak sebagai pengayom jika anak merasa takut
6. Ibu sebagai penjaga utama kesehatan anak dan sebagai teman bermainan kepribadian
Dalam hubungan ini orang tua perlu menyadari betapa pentingnya pendidikan agama bagi anggota keluarga. Khususnya anak, karena akan sangat berpengaruh positif terhadap pertumbuhan dan perkembangan budi pekerti dan anak. Oleh sebab itu orang tua berkewajiban untuk memberikan bimbingan dan contoh konkrit berupa suri tauladan kepada anak agar mereka dapat hidup selamat dan sejahtera.
Sasaran Pendidikan Agama ditujukan kepada semua manusia sesuai dengan misi nabi Muhammad SAW yaitu untuk seluruh alam. Ditujukan mulai kepada anak usia dini, remaja, dewasa dan lanjut usia dalam istilah pendidikan disebut Long Live Education (pendidikan seumur hidup).
Pendidikan anak usia dini (0-6 tahun) dimulai dari anak dilahirkan sampai berumur 6 tahun dengan tahapan sebagai berikut :
1. Masa bayi (0-2 tahun), di telinga sebelah kanan bagi anak laki-laki dan diqamatkan di telinga sebelah kiri bagi perempuan.
2. Aqiqah, pada hari ke tujuh kelahiran seorang bayi disunnahkan bagi orang tua atau walinya untuk melakukan aqiqah yakni menyembelih satu ekor kambing bagi anak perempuan dan dua ekor kambing bagi anak laki-laki.
3. Khitanan, peranan ibu sangat dominan dalam menanamkan pendidikan agama kepada anak di usia ini. Setiap hari seorang ibu perlu memperhatikan perkembangan yang terjadi pada anaknya baik secara biologis maupun psikisnya. Perkembangan anak sesuai dengan tahap-tahap umur tertentu yang perlu diketahui orang tua agar bisa memperlakukan anak dengan benar. Anak berumur 6 tahun tidak disebut bayi lagi, tetapi sudah disebut anak-anak masanya pun disebut masa kanak-kanak.
B. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dalam Sekolah
Pendidikan agama adalah unsur terpenting dalam pendidikan moral dan pembinaan mental. Pendidikan moral yang paling baik sebenarnya terdapat dalam agama karena nilai-nilai moral yang dapat dipatuhi dengan kesadaran sendiri dan penghayatan tinggi tanpa ada unsur paksaan dari luar, datangnya dari keyakinan beragama. Pendidikan agama di sekolah mendapat beban dan tanggung jawab moral yang tidak sedikit apalagi jika dikaitkan dengan upaya pembinaan mental remaja. Usia remaja ditandai dengan gejolak kejiwaan yang berimbas pada perkembangan mental dan pemikiran, emosi, kesadaran sosial, pertumbuhan moral, sikap dan kecenderungan serta pada akhirnya turut mewarnai sikap keberagamaan yang dianut (pola ibadah).
Pada sekolah-sekolah yang menyiapkan peserta didiknya menjadi ahli agama atau pemimpin agama seperti di madrasah atau seminari, seluruh kegiatan pembelajaran umumnya benar-benar diarahkan untuk mendukung tujuan pendidikan yang ada.
Terdapat tiga karakter sekolah yang terkait dengan pendidikan agama di sekolah. Pertama sekolah negeri, kedua sekolah swasta umum non yayasan agama dan sekolah swasta yayasan agama dan sekolah calon ahli atau pimpinan agama seperti madrasah dan seminari. Varian karakter ini awalnya terbentuk karena perbedaan sumber pembiayaan, pengawasan dan otonomi sekolah, serta misi dan intervensi pada kurikulum. Dalam perkembangannya dinamika sekolah juga turut mempengaruhi karakter sekolah. Tiga karakter ini pada akhirnya juga terkait dengan persoalan multikulturalisme dalam masyarakat.
Pada sekolah negeri dan sekolah swasta umum non yayasan keagamaan, pada jam pelajaran agama siswa dipisah menurut agama yang berbeda-beda. Selama puluhan tahun praktek pendidikan agama di sekolah seperti ini belum ada yang memberikan perhatian secara serius bahwa pemisahan siswa pada jam pelajaran agama adalah sebuah pembiasaan dan penanaman kesadaran bahwa agama adalah sesuatu yang memisahkan (kebersamaan) manusia.
Di kalangan peserta didik di sekolah Negeri pelajaran agama berlangsung lebih teratur dan siswa beragam agama hampir selalu mendapatkan guru pelajaran agama sesuai dengan keyakinan para siswa karena secara umum pemerintah mengusahakan guru agama bagi semua peserta didik. Sebagai milik pemerintah, semua aktifitas pembelajaran di sekolah negeri mengikuti secara penuh apa yang menjadi kebijakan pemerintah di bidang pendidikan.
Pada sekolah-sekolah yang menyiapkan peserta didiknya menjadi ahli agama atau pemimpin agama seperti di madrasah atau seminari, seluruh kegiatan pembelajaran umumnya benar-benar diarahkan untuk mendukung tujuan pendidikan yang ada. Sayangnya keseriusan pada satu bidang ini menyebabkan kecenderungan kurang terbuka bagi pergaulan yang lebih luas, yang dengan demikian membatasi pengalam dengan keragaman juga. Minimnya pengalaman akan keragaman perlu dikaji apakah ada kaitannya dengan sensitivitas pada yang berbeda. Sensitivitas pada yang berbeda hanya akan berkembang ketika ada pengalaman dengan yang berbeda dan menggerti adanya perspektif yang berbeda juga.
Di sekolah umum yayasan keagamaan di mana biaya operasional secara umum ditanggung oleh yayasan dan wali murid, terdapat kebijakan sekolah yang menunjukkan keunikan yayasan. Keunikan ini tampak dalam penerimaan guru, hingga tambahan pelajaran maupun kegiatan ekstrakurikuler yang mewadahi pemenuhan misi yayasan keagamaan melalui pendidikan.
Pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah lebih banyak pada soal jaminan kualitas pendidikan, tetapi umumnya tidak menyentuh pada soal keunikan sekolah yayasan keagamaan. Baru menjelang penetapan Undang-Undang no.20 tentang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003, banyak sekolah di bawah yayasan keagamaan yang merasa otonominya diganggu terutama berkaitan dengan pasal 13 yang mewajibkan semua sekolah memberikan pelajaran agama yang sesuai dengan agama yang dianut oleh siswa. Hingga tahun 2009 ini banyak sekolah yayasan keagamaan yang tidak bisa memenuhi tuntutan pasal 13 UU no,20 tahun 2003 itu karena alasan teknis pembiayaan guru dan alasan lain adalah menolak pelanggaran otonomi yayasan yang merasa tidak memaksa siswa untuk masuk ke sekolah yang mempunyai keunikan tertentu.
Menurut teori pendidikan Islam, teori pendidikan anak dimulai jauh sebelum anak diciptakan. Dalam hubungan ini orang tua perlu menyadari betapa pentingnya pendidikan agama islam setiap anggota keluargakhususnya bagi anak-anak. Pendidikan agama yang ditanamkan sedini mungkin kepada anak-anak akan sangat berpengaruh positif terhadap pertumbuhan dan perkembangan budi pekerti dan kepribadian mereka.
Oleh sebab itu orang tua berkewajiban untuk memberikan bimbingan dan contoh konkrit berupa suri tauladan kepada anak-anak bagaimana seseorang harus melaksanakan ajaran agama dalam kehidupan keluarga dan masyarakat, agar mereka dapat hidup selamat dan sejahtera. Jadi, keluarga mempunyai fungsi sebagai berikut :
1. Keluarga Sebagai Wadah Utama Pendidikan
2. Pembentukan Keluarga
3. Keluarga ialah masyarakat terkecil sekurang kurangnya terdiri dari pasangan suami isri sebagai sumber intinya berikut anak-anak yang lahir dari mereka. Agar tujuan terlaksana maka perlu meningkatkan tentang bagaimana membina kehidupan keluarga sesuai dengan tuntutan agama dan ketentuan hidup bermasyarakat .
4. Pembinaan Keluarga
5. Maksudnya adalah segala upaya pengelolaan atau penanganan berupa merintis, meletakkan dasar, melatih, membiasakan, memelihara, mencegah, mengawasi, menyantuni, mengarahkan serta mengembangkan kemampuan suami istri untuk mencapai tujuanmewujudkan keluarga bahagia sejahtera dengan mengadakan dan menggunakan segala dana dan daya yang dimiliki.
Sekolah umum di bawah yayasan non keagamaan dan keagamaan mempunyai peluang yang lebih besar untuk membuat eksperimentasi pendidikan agama yang salah satunya bisa menjadi tanggapan atas masyarakat yang multikultural.
C. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dalam Masyarakat
Dalam kacamata multkulturalisme, kewajiban bagi setiap siswa untuk mengikuti salah satu dari lima macam pendidikan agama, bagi para penganut agama dan kepecayaan di luar agama resmi adalah memutus generasi penerus penganut agama dan kepercayaan tersebut. Dampak dari pendidikan agama yang dibatasi berdasarkan agama yang dianggap resmi oleh pemerintah ini terasa setelah beberapa generasi. Namun hingga saat ini belum ada pihak penganut agama yang termarjinalkan secara sistematis mempersoalkan pelajaran agama yang pada masa pemerintahan Soeharto menjadi salah satu syarat kenaikan kelas.
Namun ketika pelajaran agama tidak lagi menentukan kelulusan dan tidak menjadi mata pelajaran yang diujikan dalam ujian nasional pun tidak ada tanggapan yang kontra.
Saat ini ketika generasi yang mengalami pendidikan agama yang memisahkan siswa karena berbeda agama telah menjadi dewasa, sekat antaranggita masyarakat pun makin terasa. Para orang tua yang tidak puas dengan pendidikan agama di sekolah yang dua jam mengirim anak-anaknya ke sekolah terpadu yang jam pelajaran agamanya jauh lebih banyak. Anak-anak makin berkurang pengalaman bermainnya dan berkurang juga kesempatan bertemu dan mengalami kebersamaan dengan orang-orang yang berbeda.
Sementara di sisi lain Pak Sartana guru agama yang membawakan pelajaran komunikasi iman mendapat sambutan dari para orang tua siswa karena telah menemani anak-anak mereka lebih masuk pada lika-liku kehidupan yang mendewasan bagi anak-anaknya. Meski model pembelajaran pada komunikasi Iman membingungkan bagi pengawas pendidikan, pemerintah tidak bisa menghentikan ekperimentasi yang dilakukan oleh Pak Sartana, terutama karena dukungan masyarakat.
Pendidikan agama yang dibutuhkan dalam masyarakat multikultur adalah pendidikan agama yang senantiasa menghadirkan kehidupan yang penuh keragaman, baik latar belakang manusia maupun keragaman sudut pandang. Untuk itu pelajaran agama sebaiknya berbasis pengalaman akan memecah kebekuan ajaran agama yang tertutup dan tidak melihat realitas secara hitam putih. Di sekolah yang melakukan pemisahan siswa beda agama pada jam pelajaran agama perlu ada antisipasi agar pemisahan tidak berpengaruh buruk pada rasa aman dan nyaman dengan penganut agama yang berbeda. Hilangnya rasa aman dan nyaman akan merusak saling percaya antar anggota masyarakat yang mana saling percaya ini merupakan modal sosial yang dibutuhkan dalam kehidupan bersama yang adil dan beradab.
Pendidikan agama berbasis pengalaman meniscayakan perubahan paradigma dalam melihat relasi guru-peserta didik maupun dalam melihat sumber belajar serta proses pembelajaran. Pengalaman hanya mungkin menjadi sumber belajar ketika guru dan murid merasa setara, masing-masing merasa mempunyai kelebihan dan kekuarangan untuk mengkaji bersama dengan berbagai sudut pandang. Dalam menilai keberhasilan atau kegagalan belajar, pendidikan agama membutuhkan model evaluasi yang tidak menggunakan angka, tetapi harus didasarkan pada praktek hidup yang partisipatif dan bertanggungjawab pada diri sendiri dan lingkungan. Penilaian bukan dengan angka tetapi narasi yang menunjuk pada kualitas.
Pelajaran agama untuk siswa dari beragam agama bisa dilakukan dengan saling berbagi pengalaman penghayatan keimanan, berbagi informasi dan pengetahuan siswa tentang agamanya. Cara belajar seperti ini mendorong siswa untuk lebih aktif dan bertanggung jawab dalam mendalami agamanya dan pada saat bersamaan membiasakan sikap hormat dan simpati bagi penganut agma yang berbeda.
Masyarakat merupakan kumpulan dari orang banyak yang berbeda-beda yang menyatu dan mematuhi peraturan yang ditetapkan, mempunyai hubungan kekerabatan yang baik, baik antar suku maupun antar bangsa. Untuk memberikan pendidikan agama pada masyarakat, bisa dengan cara mendirikan majlis taklim atau pengajian-pengajian di desa masing-masing. Pengajian ini dilaksanakan dari satu tempat ke tempat lain dengan mendatangkan narasumber yang diminta untuk memberikan suatu materi pendidikan sesuai dengan kebutuhan mereka.
Dalam pendidikan agama Islam ada 3 istilah umum yang digunakan, yaitu al-Tarbiyat, al-Ta’lim dan al-Ta’dib. Tarbiyat mengandung arti memelihara, membesarkan dan mendidik yang kedalamnya sudah termasuk makna mengajar atau allama. Berangkat dari pengertian ini maka tarbiyat didefinisikan sebagai proses bimbingan terhadap potensi manusia (jasmani, ruh, dan akal) secara maksimal agar dapat menjadi bekal dalam menghadapi kehidupan dan masa depan.
Selanjutnya, Syed Naguib al-Attas merujuk makna pendidikan darikonsep ta’dib, yang mengacu kepada kata adab dan variatifnya. Dari pemikiran tersebut ia merumuskan definisi pendidik adalah membentuk manusia dalam menempatkan posisinya yang sesuai dengan susunan masyarakat, bertingkah lakusecara proposional dan cocok dengan ilmu serta teknologi yang dikuasainya. Menurut Naguib al-Attas selanjutnya, bahwa pendidikan islamlebih tepat berorientasi pada ta’dib. Sedangkan tarbiyat dalam pandangannya mencakup obyek yang lebih luas , bukan saja terbatas pada pendidikan manusia tetepi juga meliputi dunia hewan. Sedangkan ta’dib hanyamencakuppengertian pendidikan untuk manusia.
Alasan penyebab manusia (remaja) sebagai makhluk sosial memerlukan pendidikan yaitu:
1) . Dalam tatanan kehidupan masyarakat, ada upaya pewarisan nilai kebudayaan antara generasi tua ke generasi muda, dengan tujuan agar nilai hidup masyarakat tetap berlanjut dan terpelihara. Dalam hal ini PAI di masyarakat di harapkan dapat memberikan substansi dalam pembentukan akhlak remaja.
2). PAI di masyarakat merupakan agen sosial yang penting setelah sekolah dalam penanaman nilai, norma serta harapan-harapan dari masyarakat terhadap pembentukan dan penerapan akhlak remaja.
3). PAI di masyarakat merupakan tempat konflik dan solusi dalam keragaman terutama dari aspek keagamaan. Dengan adanya sinergi antara pemahaman konsep PAI dari masyarakat dengan media PAI di masyarakat dapat mengimbangi antara konflik dengan solusi tersebut. Contoh: Perbedaan agama antara sesama remaja, dengan adanya pemahaman PAI di masyarakat oleh para remaja diharapkan mereka dapat menghormati perbedaan tersebut tanpa harus ikut-ikut menyamakan dengan tradisi agama lain di antara teman sebayanya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Lingkungan keluarga merupakan media pertama dan utama yang secara langsung berpengaruh terhadap perilaku dan perkembangan anak didik. Keluarga adalah wadah yang pertama dan utama dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam.
2. Sekolah adalah lanjutan dari pendidikan keluarga yang mendidik lebih fokus,teratur dan terarah.
3. Pendidikan masyarakat merupakan pendidikan anak yang ketiga setelah sekolah. Peran yang dapat dilakukan oleh masyarakat adalah bagaimana masyarakat bisa memberikan dan menciptakan suasana yang kondusif bagi anak, remaja dan pemuda untuk tumbuh secara baik.
B. SARAN
Penulis bersedia menerima kritik dan saran yang positif dari pembaca. Penulis akan menerima kritik dan saran tersebut sebagai bahan pertimbangan yang memperbaiki makalah ini di kemudian hari. Semoga makalah berikutnya dapat penulis selesaikan dengan hasil yang lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Jalaluddin. 2003. Teologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
http_://www.jamaahmuslimin.com/risalah/114/
http_://www.al-shia.com/html/id/books/Pendidikan%20Anak/
http_://wbumuadz.wordpress.com/2007/05/05/pendidikan-anak-dalam-islam
MAKALAH



“ METODE-METODE PEMAHAMAN HADITS ”



Disusun guna untuk memenuhi tugas mandiri mata kuliah Ulumul Hadits





Dosen Pengampu : Didi Junaedi, MA



















Disusun Oleh :



M. NASRULLOH



Kelas / Semester : 1 C





SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM BREBES

( STAIB )

TAHUN AKADEMIK 2012/2013







KATA PENGANTAR




Alhamdulillah, segala puji bagi Allah S.W.T yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, serta hidayahNya kepada kami, yang pada kesempatan kali ini kami dapat menuangkan tinta untuk mengukir ilmu pengetahuan yang sangat di butuhkan dan semoga dapat bermanfaat bagi penulis serta semoga pula bermanfaat bagi pembaca.

Sholawat serta salam marilah selalu dan selalu kita hadirkan keharibaan Rasulullah muhammad SAW sebagai uswah al-hasanah yang senantiasa di harapkan syafaatnya di hari kiamat.

Tidak lupa kami sampaikan banyak terima kasih kepada Bpk. Didi Junedi, MA Selaku dosen pembimbing mata kuliah Ulumul Hadits, untuk ridho dan barokah dari beliau sangat kami harapkan menuju jalan ilmu yang manfaat. Terimah kasih juga atas semua pihak yang telah membantu terselesaikannya penulisan makalah ini.

Kami sangat mengharap kritik dan saran dari pembaca sehingga makalah atau ilmu ini bisa lebih senpurna dan bermanfaat bagi penulis, terlebih lagi bermanfaat bagi pembaca..Amin.



Brebes,  Desember 2012


Penulis












BAB I

PENDAHULUAN

Pada saat ini, saat di mana peradaban dan kebudayaan menuju ke arah kemodernan yang ditandai dengan munculnya teknologi yang serba canggih, mulai dari sains sampai pada teknologi informatika. Agama Islam, sesungguhnya mendapatkan ujian berat. Di satu pihak, Islam sebagai agama universal dan diklaim sebagai pengatur selurh aspek kehidupan, dituntut untuk selalu relavan dengan kemodernan tersebut. Sementara di pihak lain, Islam juga dituntut untuk tidak kehilangan jati dirinya sebagai aturan Allah yang sakral.

Untuk itu muncul pertanyaan, memadaikah pendekatan yang selama ini berkembang di kalangan ulama atau pemikir untuk memahami Islam – terutama dalam hal al-Hadits – agar senantiasa sejalan dan mampu memberikan penyelesaian terbaik terhadap persoalan umat manusia yang senantiasa terus berkembang? Pertanyaan inilah yang – antara lain – mendorong para pemikir untuk mencari “pendekatan-pendekatan baru” untuk memahami Islam dari sumber al-Sunnah.

Maka, jika kaum muslimin mencari kebenaran terhadap pemahaman sebuah hadis, mereka bukan hanya harus mengkaji melalui pendekatan tekstual semata, melainkan juga semua cara-cara yang dengannya kebenaran itu dirasakan, dipahami, dielaborasi, dijustifikasi, diberi wajah ortodoksi, dan dihayati dalam konteks, waktu dan ruang geografis tertentu. Untuk itu mereka memerlukan metode modern seperti pendekatan antropologi, psikologi, sosiologi, semiotika, linguistik, ekonomi, filsafat, dan ilmu pengetahuan yang lain.[1][1]

Di antara pendekatan modern yang dapat digunakan dalam memahami hadis adalah pendekatan ilmiah dan pendekatan filosofis. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang pendekatan ini, penulis mengangkat sebuah kajian dalam bentuk makalah yang berjudul: “Metode2 Pemahaman Hadis”.





BAB II

PEMBAHASAN



A.    METODE PEMAHAMAN HADIS MODERNIS

Sebelum membicarakan lebih jauh tentang metode pemahaman hadis modernis, ada beberapa istilah penting yang perlu dijelaskan dalam pembahasan ini, seperti: “metode” dan “modernis”.

Kata “metode” berasal dari bahasa Yunani methodos, yang berarti cara atau jalan.[2][2] Dalam bahasa Inggris, kata ini ditulis method, dan bangsa Arab menerjemahkannya dengn tharîqat dan manhaj. Dalam bahasa Indonesia, kata tersebut mengandung arti: cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.[3][3]

Adapun kata “modernis”, dilihat dari akar kata, merupakan bentukan dari kata “modern” ditambah akhiran “is”. Term “modern” berasal dari bahasa Latin “moderna” yang berarti “sekarang, baru, atau saat ini”. Atas dasar itu, manusia dikatakan modern sejauh kekinian menjadi pola kesadarannya.[4][4] Sedangkan akhiran “is” setelah kata “modern” menyatakan makna “memiliki sifat”.[5][5] Jadi, dapat disimpulkan bahwa modernis berarti sesuatu yang bersifat kekinian. Jadi secara keseluruhan, dapat dipahami bahwa metode pemahaman hadis modernis merupakan cara atau langkah-langkah sistematis yang digunakan dalam memahami hadis Nabi melalui sudut pandang kekinian.

Dalam sejarah Islam, periode modern dimulai sejak pembukaan abad ke-19, yang ditandai dengan mulai masuknya kemajuan  ilmu pengetahuan dan teknologi modern ke dunia Islam. Kontak dengan dunia Barat pun selanjutnya membawa ide-ide baru ke dunia Islam seperti rasionalisme, nasionalisme, demokrasi, dan sebagainya. Semua ini menimbulkan persoalan-persoalan baru, dan pemimpin-pemimpin Islam pun mulai memikirkan cara mengatasi persoalan-persoalan baru itu.[6][6]

Solusinya, umat Islam tidak bisa lagi hidup ekslusif, monolitis, dan diskriminatif. Dalam pemahaman hadis misalnya, ajaran dalam hadis yang dibangun atas dasar epistemologi era klasik (teosentris, negara teologis, homogen, ekslusif) tentu banyak menghadapi persoalan ketika dihadapkan pada kasus atau gagasan baru yang dibangun atas dasar epistemologi modern. Apalagi saat pemikiran tersebut lebih didominasi pola pikir pragmatis yang tegak di atas fondasi positivisme yang anti metafisis. Di sini nilai-nilai ajaran hadis ditantang untuk memberikan solusi yang logis-rasional namun tetap orisinal, sehingga Islam tidak dituding sebagai agama yang mengajarkan kekerasan, teror dan diskriminatif.

Kebutuhan akan sebuah metode pemahaman hadis yang bersifat modernis mutlak dilakukan dengan berbagai metode pendekatan, di antaranya adalah metode pendekatan ilmiah dan metode pendekatan filosofis (prinsip maslahah). Kajian tentang pendekatan ilmiah dan filosofis ini akan diuraikan pada pembahasan selanjutnya.

B.     MEMAHAMI HADIS DENGAN METODE PENDEKATAN ILMIAH

Pendekatan ilmiah terdiri dari dua variabel kata, yaitu “pendekatan” dan “ilmiah”. Kata “pendekatan” secara bahasa berarti proses, perubahan, dan cara mendekati (dalam kaitannya dengan perdamaian atau persahabatan). Atau usaha dalam aktivitas penelitian untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti. Atau metode untuk mencapai pengertian tentang penelitian.[7][7] Dalam bahasa Inggris disebut approach yang juga berarti pendekatan.

Pendekatan juga berarti suatu sikap ilmiah (persepsi) dari seseorang untuk menemukan kebenaran ilmiah.[8][8] Maka dapat dipahami bahwa pendekatan yang dimaksud di sini adalah cara pandang, orang juga sering menyamakannya dengan paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu,[9][9] yang selanjutnya digunakan dalam memahami hadis.

Sedangkan kata “ilmiah” berasal dari kata “ilmu” yang berarti kumpulan pengetahuan yang diorganisir secara sistemik.[10][10] Atau dapat pula berarti seluruh pengetahuan yang diperoleh dan disusun secara tertib oleh manusia.[11][11] Jadi secara keseluruhan, dapat dipahami bahwa pendekatan ilmiah adalah cara pandang terhadap pemahaman hadis melalui pertimbangan-pertimbangan yang logis dan sistematis (berdasarkan ilmu pengetahuan).[12][12]

Ilmu pengetahuan dapat didefinisikan sebagai sunatullah yang terdokumentasi dengan baik, yang ditemukan oleh manusia melalui pemikiran dan karyanya yang sistematis. Ilmu pengetahuan akan berkembang mengikuti kemajuan, kualitas pemikiran, dan aktivitas manusia. Pertumbuhan ilmu pengetahuan seperti proses bola salju yaitu dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, manusia tahu lebih banyak mengenai alam semesta ini yang selanjutnya meningkatkan kualitas pemikiran dari karyanya yang membuat ilmu pengetahuan atau sains berkembang lebih pesat lagi.[13][13]

Dengan pendekatan melalui ilmu pengetahun, dapat membentuk nalar ilmiah yang berbeda dengan nalar awam atau khurafat (mitologis). Nalar ilmiah ini tidak mau menerima kesimpulan tanpa menguji premis-premisnya, hanya tunduk kepada argumen dan pembuktian yang kuat, tidak sekedar mengikuti emosi dan dugaan semata. Bentuk itu pula kiranya dalam memahami kontekstual hadis diperlukan pendekatan seperti ini agar tidak terjadi kekeliruan untuk memahaminya.[14][14]

Pendekatan ilmiah dapat digunakan untuk mengkompromikan hadis-hadis yang terkesan bertentangan dengan rasio, seperti yang terdapat pada hadis-hadis berikut:

1)      Hadis tentang Lalat

سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ رضى الله عنه يَقُولُ: قَالَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم: «إِذَا وَقَعَ الذُّبَابُ فِى شَرَابِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْمِسْهُ، ثُمَّ لِيَنْزِعْهُ، فَإِنَّ فِى إِحْدَى جَنَاحَيْهِ دَاءً وَالأُخْرَى شِفَاءً». [15][15]

“Apabila lalat jatuh dalam minuman salah seorang di antara kamu, maka benamkanlah, kemudian buanglah karena pada salah satu sayapnya terdapat penyakit dan pada sayapnya yang lain terdapat obat”.

Hadis ini ditolak oleh Muhammad Taufiq Sidqiy dan Abd al-Waris al-Kabir karena menurutnya tidak sesuai dengan pandangan rasio, karena lazimnya lalat itu pembawa kuman yang dapat menimbulkan penyakit. Padahal hadis ini telah dinilai shahih oleh para ulama hadis sejak dahulu sampai sekarang.

Namun sejumlah riset belakangan ternyata menguatkan kebenaran hadis tersebut. Penjelasan Rasulullah SAW ini, kini termasuk di antara ilmu baru yang ditemukan beberapa tahun belakangan ini. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa ketika lalat hinggap di atas kotoran, dia memakan sebagiannya, dan sebagiannya lagi menempel pada anggota badannya. Di dalam tubuh lalat mengandung imunitas terhadap kuman-kuman yang dibawanya. Oleh karena itulah kuman-kuman yang dibawanya tidak membahayakan dirinya. Imunitas tersebut menyerupai obat anti biotik yang terkenal mampu membunuh banyak kuman. Pada saat lalat masuk ke dalam minuman dia menyebarkan kuman-kuman yang menempel pada anggota tubuhnya. Tetapi apabila seluruh anggota badan lalat itu diceburkan maka dia akan mengeluarkan zat penawar (toxine) yang membunuh kuman-kuman tersebut.[16][16]

Berbeda dengan apa yang telah dikemukakan oleh Yusuf Qardhawiy bahwa hadis tersebut berisi anjuran dalam hal persoalan duniawi, khususnya dalam kondisi krisis ekonomi dalam lingkungan tertentu yang mengalami kekurangan bahan pangan, agar tidak membuang makanan yang telah terhinggapi lalat, bahkan hadis ini memberikan penekanan tentang pembinaan generasi untuk hidup sederhana dan bersikap tidak boros.[17][17]

2)      Hadis tentang Larangan Senggama Waktu Haid

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ حَدَّثَنِى أَبِى حَدَّثَنَا عَفَّانُ قَالَ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ قَالَ أَخْبَرَنَا حَكِيمٌ الأَثْرَمُ عَنْ أَبِى تَمِيمَةَ الْهُجَيْمِىِّ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: «مَنْ أَتَى حَائِضاً أَوِ امْرَأَةً فِى دُبُرِهَا أَوْ كَاهِناً فَصَدَّقَهُ فَقَدْ بَرِئَ مِمَّا أَنْزَلَ اللَّهُ عَلَى مُحَمَّدٍ».

“Kami diberitahukan oleh Abdullah dari bapaknya dari Affan dari Hammad bin Salamah dari Hakim al-Asram dari Abu Tamimah al-Huzaimiy dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi saw. bersabda: Barangsiapa yang menggauli istrinya dalam keadaan haid atau pada dubur-nya atau mempercayai tukang ramal, maka sungguh ia telah keluar dari agama Muhammad yang diturunkan kepadanya (Islam)”.

Menghentikan persetubuhan selama haid bagi setiap negara, dan bagi banyak pengikut agama, sudah menjadi adat kesusilaan dari zaman purba sampai dewasa ini. Bagi mereka, perempuan itu tercemar selama ia dalam kondisi haid. Dalam dunia wanita sendiripun orang tidak dapat melepaskan anggapan bahwa adonan kue yang dibuat oleh perempuan haid tidak mau mengembang, dan bahwa asinan atau acar yang dibuatnya dapat menjadi busuk. Dapatkah “ketercemaran” perempuan haid itu dibuktikan oleh penelitian ilmu pengetahuan yang akurat?

Dr. Med. Ahmad Ramali, seorang yang telah mendapatkan gelar doktornya dalam bidang kedokteran pada tahun 1950 di Universitas Gajah Mada mengemukakan bahwa dalam benda cair haid itu terdapat Coccus Neisser. Zat ini bersifat virulent (dapat membangkitkan kembali penyakit), dan karena itu ia menjadi penyebab timbulnya penyakit. Sehingga ada kemungkinan pula bahwa dia bersama-sama dengan sedikit benda cair dari perempuan itu masuk ke dalam urethra (aliran kandung kemih) laki-laki, menyebabkan urethritis (radang aliran kandung kemih) yang mendadak pada laki-laki.[18][18]

Pada perempuan, di samping faktor fisik dan keadaan batin yang goncang selama haid, ada pula keadaan-keadaan badan seperti berikut ini:

Pertama-tama, yaitu perasaan kurang enak badan, yang dirasa oleh perempuan selama ada haid itu. Kedua, karena congestio (darah berlebihan banyak mengalir ke kulit atau alat badan yang lain) ke genetalia maka hasrat akan bersenggama jadi bertambah, tetapi sebaliknya pula, karena genetalia peka, maka perempuan itu jadi segan pada coitus. Apabila syahwat dibangkitkan, maka oleh desakan darah, bagian-bagian dalam dari genetalia jadi amat banyak mengandung darah, hingga pada sebagian perempuan yang ada kerentanannya untuk itu, darah haid itu jadi luar biasa banyaknya; atau haid itu kembali sesudah berhenti; mungkin pula karena desakan darah yang banyak itu jadi terasa nyeri di sekitarnya, bahkan mungkin menjadi nyeri menahun kalau hal ini acap kali berulang.

Dari pandangan di atas, memberi pemahaman kepada kita bahwa dalam melihat sebuah hadis tidak boleh tergesa-gesa dalam memberi kesimpulan, karena matan hadis dapat dipahami dan didekati dari berbagai pendekatan. Dengan demikian untuk menguji kebenaran sebuah hadis dari sisi rasionalitasnya yang merupakan unsur terpenting bagi paradigma sains modern tidaklah mudah dilakukan, sebab selain diperlukan penguasaan sains modern, juga dibutuhkan keahlian di bidang hadis serta pengetahuan yang luas dan mendalam tentang ajaran Islam.

C.    MEMAHAMI HADIS DENGAN METODE PENDEKATAN FILOSOFIS (PRINSIP MASLAHAH)

Pendekatan filosofis terdiri dari dua variabel kata, yaitu: “pendekatan” dan “filosofis”. Kata “pendekatan” sudah diuraikan pada pembahasan sebelumnya. Sedangkan kata “filosofis” berasal dari kata filosofi ditambah dengan akhiran “is”. Kata filosofi sendiri berasal dari bahasa Yunani, philosophia, yang terdiri atas dua kata: philos (cinta) atau philia (persahabatan, tertarik kepada) dan shopia (hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis, inteligensi). Kata filosofi dalam bahasa Indonesia sama dengan kata filsafat yang berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran. Plato menyebut Socrates sebagai philosophos (filosof) dalam pengertian pencinta kebijaksanaan.

Dalam Kamus Bahasa Indonesia, filsafat berarti “pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab asal dan hukumnya”. Manusia filosofis adalah manusia yang memiliki kesadaran diri dan akal sebagaimana ia juga memiliki jiwa yang independen dan bersifat spiritual.[19][19]

Pengertian filsafat yang umumnya digunakan adalah pendapat yang dikemukakan oleh Sidi Gazalba. Menurutnya, filsafat adalah berpikir secara mendalam, sistematik, radikal dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti, hikmah atau hakikat  mengenai segala sesuatu yang ada.[20][20] Dan menurut Rene Descartes, yang dikenal sebagai “Bapak Filsafat Modern”, filsafat baginya adalah merupakan kumpulan segala pengetahuan di mana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikan.[21][21]

Filsafat sebagai salah satu bentuk metodologi pendekatan keilmuan, sama halnya dengan cabang keilmuan yang lain.[22][22] Sering kali dikaburkan dan dirancukan dengan paham atau aliran-aliran filsafat tertentu seperti rasionalisme, eksistensialisme, pragmatisme, dan lain-lain. Ada perbedaan antara kedua wilayah tersebut, bahwasanya wilayah pertama bersifat keilmuan, open-ended, terbuka dan dinamis. Sedangkan wilayah kedua bersifat ideologis, tertutup dan statis. Yang pertama bersifat inklusif (seperti sifat pure sciences), tidak bersekat-sekat dan tidak terkotak-kotak, sedang yang kedua bersifat ekslusif (seperti halnya applied sciences), seolah-olah terkotak-kotak dan tersekat-sekat oleh perbedaan tradisi, kultur, latar belakang pergumulan sosial dan bahasa.[23][23] Siapa pun yang bergerak pada wilayah “applied sciences” pada dasarnya harus dibekali persoalan-persoalan dasar yang digeluti oleh “pure sciences”, sedang yang bergerak pada wilayah “pure sciences”, tidak harus tahu dan menjadi expert pada setiap wilayah “applied sciences”.[24][24] Cara berpikir dan pendekatan kefilsafatan yang pertama, yakni yang bersifat keilmuan, open-ended, terbuka, dinamis dan inklusif yang tepat dan cocok untuk diapreasiasi dan diangkat kembali ke permukaan kajian keilmuan.

Berpikir secara filosofis tersebut selanjutnya dapat digunakan dalam memahami ajaran agama, dengan maksud agar hikmah, hakikat atau inti dari ajaran agama dapat dimengerti dan dipahami secara seksama. Oleh sebab itu, pendekatan filosofis adalah upaya untuk mencari inti, hakekat dan hikmah dalam memahami sesuatu di balik formanya.[25][25]

Pendekatan filosofis ini, bukanlah hal baru dalam wacana Islam. Ushul Fiqh sebagai metode memahami kitab suci dan khazanah Islam yang ditulis dalam bahasa Arab, senyatanya, bisa disebut sebagai kajian filosofis. Sebab di dalam Ushul Fiqh terdapat pembahasan Qiyas (analogi) yang cara kerjanya lebih luas dan sistematik dari metode logika yang ditawarkan Aristoteles, misalnya. Di samping itu, terdapat pula kaidah-kaidah syari`ah yang mencoba menyingkap tujuan dan hikmah di balik segenap aturan formal. Kaidah-kaidah yang menyingkap tujuan dan hikmah syari’ah ini disebut dengan prinsip mashlahah.[26][26]

Mashlahah (المصلحة) secara bahasa dapat berarti kebaikan, kebermanfaatan, kepantasan, kelayakan, keselarasan, kepatutan. Kata al-mashlahah adakalanya dilawankan dengan kata al-mafsadah (المفسدة) dan adakalanya dilawankan dengan kata al-madharrah (المضرّة), yang mengandung arti “kerusakan”.[27][27] Oleh karena itu, perbincangan mengenai maslahah berkisar pada penekanan mendapatkan kebaikan atau manfaat, dan menghilangkan mudarat atau kerusakan.

Sedangkan maslahah secara istilah, ulama Ushûl al-Fiqh telah memberikan defenisi yang hampir sama satu sama lain. Di antaranya seperti yang dikatakan oleh al-Ghazâlî sebagai berikut:

لكنا نعني بالمصلحة المحافظة على مقصود الشرع، ومقصود الشرع من الخلق خمسة، وهو أن يحفظ عليهم دينهم، ونفسهم، وعقلهم، ونسلهم، ومالهم. فكل ما يفوت هذه الأصول فهو مفسدة ودفعه مصلحة. [28][28]

“Maslahah adalah memelihara tujuan syarak, yang meliputi lima perkara, yaitu memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Maka semua yang mengabaikan pemeliharaan tujuan syarak yang lima ini adalah mafsadah, dan semua yang mengandung pemeliharaan tujuan syarak ini adalah maslahah.”

Dalam defenisi ini, terdapat dua syarat yang harus dipenuhi dalam maslahah, yaitu:

1.      Maslahah harus berada dalam ruang lingkup tujuan syarak, tidak boleh didasarkan atas keinginan hawa nafsu.

2.      Maslahah harus mengandung dua unsur penting, yaitu meraih manfaat dan menghindarkan mudarat.

Walaupun pendekatan filosofis pada hakikatnya sama dengan prinsip maslahah, yaitu sama-sama berorientasi pada tujuan dan kebermanfaatan, namun tetap saja terdapat perbedaan di antara keduanya. Menurut pandangan ahli filsafat, sebagaimana dikatakan al-Bûthî, maslahah bersifat keduniaan semata. Pertimbangan antara baik dan buruk menurut mereka adalah berdasarkan pengalaman dan panca indra saja. Pertimbangan tersebut berbeda dengan Islam yang meletakkan pertimbangan kepada kebaikan dunia dan akhirat secara serentak. Bahkan pandangan terhadap maslahah dunia bergantung kepada maslahah akhirat.[29][29]

Lebih jauh, pendekatan filosofis dapat memberikan perspektif baru tentang semangat teks secara keseluruhan yang pada gilirannya akan memberikan pemahaman tentang maksud atau tujuan (madlul/hadaf) yang terkandung dalam sebuah hadis. Bahwa di sana disebutkan media (wasilah) sebagai wadah bagi terwujudnya tujuan adalah hal yang wajar. Pemahaman hadis dengan pendekatan filosofis dilakukan dengan cara menarik tujuan atau maksud sebuah ucapan Rasul.[30][30]

Untuk itu maksud atau tujuan yang diinginkan dengan media haruslah dibedakan dengan jelas. Ini disebabkan karena tujuan atau maksud merupakan realitas yang bersifat statis dan universal. Tetapi media senantiasa berkembang dan terus berkembang. Dari sini, maka yang harus dijadikan pegangan adalah tujuan dan maksud yang dikandung sebuah hadis, karena media merupakan pendukung bagi tercapainya sebuah maksud.[31][31]

Dalam pemahaman hadis Nabi, pendekatan filosofis atau prinsip maslahah,[32][32] telah banyak ditempuh oleh para ulama kontemporer, seperti Yusuf Qardhawy, Muhammad al-Ghazali, dan lain-lain. Berikut penulis kemukakan beberapa contoh hadis yang tidak dapat lagi dipahami melalui pendekatan linguistik semata, namun harus dipahami melalui pendekatan filosofis (prinsip mashlahah):

1)      Hadis tentang Kepala Negara dari Suku Quraisy

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رضى الله عنهما، عَنِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: «لا يَزَالُ هَذَا الأَمْرُ فِى قُرَيْشٍ، مَا بَقِىَ مِنْهُمُ اثْنَانِ».[33][33]

Diriwayatkan dari Ibn ‘Umar r.a., dari Nabi SAW, ia bersabda: “Dalam urusan (beragama, bermasyarakat, dan bernegara) ini, orang Quraisy selalu (menjadi pemimpinnya) selama mereka masih ada walaupun tinggal dua orang”.

عَنْ أَنَسٍ قَالَ : كُنَّا فِي بَيْتِ رَجُلٍ مِنَ الأَنْصَارِ ، فَجَاءَ رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى وَقَفَ، فَأَخَذَ بِعِضَادَتيِ الْبَابِ، فَقَالَ: الأَئِمَّةُ مِنْ قُرَيْشٍ... [34][34]

Dari Anas, ia mengatakan: suatu ketika kami berada di rumah seorang laki-laki Anshâr, lalu Rasulullah SAW datang, hingga ia menghentikan langkahnya. Lalu ia membuka pintu seraya bersabda:“Pemimpin itu dari suku Quraisy…”

Dua hadis di atas menyatakan bahwa pemimpin itu harus berasal dari suku Quraisy. Ibnu Hajar al-Asqalānīy berpendapat bahwa tidak ada seorang ulama pun, kecuali dari kalangan Mu’tazilah dan Khawārij, yang membolehkan jabatan kepala negara diduduki oleh orang yang tidak berasal dari suku Quraisy. Demikian juga apa yang telah dikemukakan oleh al-Qurthubīy, kepala negara disyaratkan harus dari suku Quraisy. Sekiranya pada suatu saat orang yang bersuku Quraisy tinggal satu orang saja, maka dialah yang berhak menjadi kepala negara.[35][35]

Pemahaman secara tekstual terhadap hadis-hadis di atas dan yang semakna dengannya dalam sejarah telah menjadi pendapat umum ulama dan karenanya menjadi pegangan para penguasa dan umat Islam selama berabad-abad. Mereka memandang bahwa hadis-hadis tersebut dikemukakan oleh Nabi dalam kapasitas beliau sebagai Rasulullah dan tentunya benar berlaku secara universal.

Apabila kandungan hadis di atas dipahami seperti itu, maka hal itu tidak sejalan dengan petunjuk yang terdapat dalam al-Quran yang menyatakan bahwa pada dasarnya manusia itu sama, yang paling mulia dan utama di sisi Allah dalan ketaqwaannya.[36][36]

Dengan demikian maka diperlukanlah pemahaman secara filosofis bahwa hak kepemimpinan bukan pada etnis Quraisy-nya, melainkan pada kemampuan dan kewibawaannya. Pada masa Nabi, orang yang memenuhi syarat sebagai pemimpin dan dipatuhi oleh masyarakat yang dipimpinnya adalah dari kalangan Quraisy. Apabila  suatu masa ada orang bukan  suku Quraisy memiliki kewibawaan dan kemampuan untuk memimpin, apalagi melebihi suku Quraisy, maka dia dapat ditetapkan sebagai pemimpin atau kepala negara. Pemahaman kontekstual semacam ini pertama kali dipelopori oleh Ibnu Khaldun (808 H-1506M).[37][37]

2)      Hadis tentang Siwak

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِى لأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ ».

“Dari Abu Hurairah Radiallahu ‘anhu berkata bahwasanya Nabishallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : jikalau tidak memberatkan akan umatku, niscaya akan kuperintahkan untuk bersiwak pada setiap kali hendak melakukan shalat”.

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « السِّوَاكُ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ ».

“Diriwayatkan dari ‘Âisyah ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Siwak itu membersihkan mulut dan menjadikan Allah ridha”.

Tetapi apakah yang dimaksud dengan siwak itu sendiri? Tidak boleh menggunakan yang lain? Siwak adalah wasilah, sehingga boleh mesyarakat menggunakan selain siwak untuk membersihkan mulut. Kalau pun RAsulullah SAW menentukan siwak, oleh karena siwak cocok dan mudah didapat di jazirah Arab. Dengan demikian, bolehlah wasilah buatan seperti sikat gigi.

Sebagian ulama malah telah menyatakan hal ini. Dalam kitab Hadiyaturraghib dalam fiqh Hanbali disebutkan: “Siwak bisa dengan kayu arak, zaitun, dan batang kayu lain yang tidak melukai dan membahayakan serta tidak pecah. Sedang yang membahayakan atau yang melukai dan pecah, hukumnya makruh. Di antara yang membahayakan adalah kayu delima, gaharu dan sejenisnya. Dna tidak cocok dengan sunnah bagi yang bersiwak bukan dengan kayu. Syeikh Abdullah Bassem, peringkas kitab tersebut telah mengutip kata-kata Imam Nawawi sebagai berikut: “Seseorang boleh bersiwak dengan apa saja yang dapat menghilangkan bau mulut, seperti dengan kain atau jari-jari tangan”. Inilah mazhab Hanafi, berdasarkan dalil yang bersifat umum tentangnya.[38][38]

Sejalan dengan itu, Yusuf al-Qardawi mengatakan bahwa tujuan atau maksud dari hadis ini sebenarnya adalah membersihkan mulut sehingga Allah menjadi ridha karena kebersihan itu. Sedangkan siwak merupakan media untuk mencuci mulut. Disebutkan siwak oleh Rasul, karena siwak cocok dan mudah didapat di jazirah Arab. Karena itu, siwak dapat diganti dengan barang lain, seperti odol dan sikat gigi dan sama kedudukannya dengan siwak.[39][39]

III.   PENUTUP

A.    KESIMPULAN

Dari uraian di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1.      Kajian secara komprehensif sangat diperlukan dalam memahami dan menangkap maksud sebuah hadits. Apalagi dengan perkembangan zaman yang semakin modern, diperlukan metode pemahaman yang modern pula, seperti metode pendekatan ilmiah dan pendekatan filosofis.

2.      Pendekatan ilmiah hadis merupakan pendekatan yang berusaha menyingkap pemahaman hadis melalui sudut pandang ilmu pengetahun (sains). Pendekatan ilmiah ini dapat membentuk nalar ilmiah yang berbeda dengan nalar awam. Nalar ilmiah tidak mau menerima kesimpulan tanpa menguji premis-premisnya dan tidak sekedar mengikuti emosi dan dugaan semata. Oleh karena itu, pendekatan ilmiah merupakan pendekatan yang terbilang baru dan sulit, karena disamping harus menguasai ilmu hadis, seseorang yang akan melakukan penelitian hadis juga harus menguasai ilmu sains.

3.      Pendekatan filosofis hadis merupakan pendekatan yang mencoba menyingkap tujuan dan hikmah di balik segenap aturan formal dalam hadis. Pendekatan ini telah lama dilakukan oleh ulama ushul fiqh dengan prinsip “mashlahah”, yaitu prinsip yang mengedepankan manfaat dan menghindarkan mudarat. Pada mulanya pendekatan filosofis tidak digunakan, karena bertentangan dengan pemahaman tradisionalis-formalistik yang cenderung memahami agama terbatas pada aturan formalistik, tanpa meragukan makna filosofisnya. Namun seiring perkembangan zaman, pendekatan inipun mulai diterima dan digunakan dalam pemahaman hadis.

B.     KRITIK DAN SARAN

Demikianlah makalah ini penulis sampaikan, semoga dapat menambah wawasan keislaman bagi pembaca, terutama dalam bidang ilmu fiqh al-hadîts. Penulis menyadari makalah ini belumlah sempurna, masih terdapat kekurangan di sana-sini. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca, demi lebih sempurnanya makalah ini. Wallâhu A’lam.








[1][1] Robert D. Lee, Mencari Islam Autentik, (Jakarta: Mizan, 2000), hal. 171.
[2][2] Fuad Hasan dan Koentjaraningrat, Beberapa Asas Metodologi Ilmiah, dalam Koentjaraningrat (ed.), Metode-metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia, 1997), hal. 16.
[3][3] Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), cet. ke-3, edisi ke-3, hal. 740.
[4][4] Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), cet. ke-1, hal. 2.
[5][5] http://id.wikibooks.org/wiki/Bahasa_Indonesia/Sufiks. Diakses pada tanggal 21 Oktober 2013.
[6][6] Harun Nasution, loc.cit.
[7][7] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, op.cit.
[8][8] Adeng Mukhtar Ghazali, Ilmu Perbandingan Agama, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), hal. 27.
[9][9] Abuddin Nata, loc.cit., hal. 28.
[10][10] Lebih lanjut dikatakan, bahwa defenisi tersebut dapat dikatakan memadai hanya kalau kata-kata “pengetahuan” (knowledge) dan sistematik (systematic) didefenisikan lagi secara benar, sebab kalau tidak demikian, pengetahuan Teologis yang disusun secara sistematik dapat dipandang sama ilmiahnya dengan ilmu pengetahuan alam (natural science), untuk lebih jelasnya dapat dilihat M. Atho Mudzhar. Pendekatan Study Islam; dalam Teori dan Praktek (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), cet. ke-1, hal. 34.
[11][11] H.A. Reason, The Road Modern Science, (London: G. Bell and Science, 1959), cet. ke-3, hal. 1-2.
[12][12] Walaupun defenisi ini dirasa belum memuaskan, namun setidaknya defenisi ini dapat memberikan pengertian pendekatan ilmiah secara sederhana.
[13][13] Abdul Madjid bin Azis Azis al-Zindani, Mukjizat al-Qur’an dan al-Sunnah tentang Iptek, (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), cet. ke-1, hal. 192.
[14][14] Yusuf Qardawi, As-Sunnah sebagai Sumber Iptek dan Peradaban, (Jakarta: Pustaka Kautsar, 1998), cet. ke-1,  hal. 221.
[15][15] Al-Bukhāriy, jilid II, juz IV, op. cit., hal. 443.
[16][16] Abdul Malik Ali al-Kulaib, ‘Alâmah al-Nubuwwah, diterjemahkan oleh Abu Fahmi dengan Judul Nubuwwah (Tanda-tanda Kenabian), (Jakarta: Gema Insani Press, 1992), Cet. ke-1, hal. 124.
[17][17] Yusuf Qardhawiy, Kaifa Nata’ammal ma’a al-Sunnah al-Nabawiyah, diterjemahkan oleh Muhammad al-Baqir dengan judul  Bagaimana  Memahami Hadis Nabi SAW, (Bandung: Kharisma, 1994), cet. ke-3, hal. 23.
[18][18] Ahmad Ramali, Peraturan Untuk Memelihara Kesehatan dalam Hukum Syara’ Islam, (Jakarta: Balai Pustaka, 1955), cet. ke-2, hal. 206.
[19][19] Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, loc.cit., hal. 414.
[20][20] Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, Jilid I, (Jakarta: Bulan Bintang, 1967), cet. ke-2, hal. 15.
[21][21] Suparlan Suhartono, Dasar-Dasar Filsafat “Cogito Ergo Sum” Aku Berpikir Maka Aku Ada (Rene Descartes), (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2009), cet. ke-5, hal. 46.
[22][22] M. Amin Abdullah, Antologi Studi Islam, Teori&Metodologi, (Yogyakarta: Sunan Kalijaga Press, 2000), cet. ke-1, hal. 8.
[23][23] Ibid.
[24][24] M. Amin Abdullah, Islamic Studies Di Perguruan Tinggi, Pendekatan Integratif-Interkonektif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), cet. ke-1, hal. 13.
[25][25] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam…op.cit, hal. 31.
[26][26] Ibid.
[27][27] Jamâlal-Dîn Muhammad ibn Mukarram ibn Manzhûr al-Ifrîqî, Lisân al-‘Arab, (Riyâdh: Dâr ‘Âlam al-Kutub, 1424 H/2003 M), Juz II, hal. 348.
[28][28] Abû Hâmid Muhammad ibn al-Ghazâlî, al-Mushthafâ min ‘Ilm al-Ushûl, (Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.t), juz 1, hal. 286-287.
[29][29] Muhammad Sa’îd Ramadhân al-Bûthî, Dhawâbith al-Mashlahah fî al-Syarî’ah al-Islâmiyyah, (Beirut: Mu’assasah al-Risâlah, 1982), hal. 25.
[30][30] Disadur dari http://maizuddin.wordpress.com/2010/03/20/pemahaman-kontekstual-atas-hadis-nabi/ pada tanggal 21 Oktober 2013.
[31][31] Ibid.
[32][32] Dalam kajian ushûl al-fiqh, kajian tentang pendekatan filosofis telah banyak ditempuh oleh ulama, antara lain Imam al-Syâthibî melalui karyanya “al-Muwâfaqât fî Ushûl al-Syarî’ah” atau yang dilakukan oleh Syekh ‘alî Ahmad al-Jurjawî melalui karyanya “Hikmah Al-Tasyri’ wa Falsafatuhu”. Di dalam buku-buku tersebut, pengarangnya berusaha mengungkapkan hikmah yang terdapat di balik ajaran-ajaran agama Islam, seperti hikmah dalam perintah tentang shalat, puasa, haji, dan sebagainya. Ajaran agama dalam mengajarkan agar shalat berjamaah, tujuannya antara lain agar seseorang merasakan hikmahnya hidup secara berdampingan dengan orang lain. Dengan mengerjakan puasa misalnya, agar seseorang dapat merasakan lapar dan menimbulkan rasa iba kepada sesamanya yang hidup serba kekurangan, dan berbagai contoh lainnya. Abuddin Nata, loc.cit.
[33][33] Abu Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Quraisy, al-Jāmi’ al-Shahīh (Shahīh Muslim), (t. tp.: Isa al-Babi al-Halabiy wa Syurakah, 1375 H/1955 M), juz III, hal. 1452; Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhariy, al-Jāmi’ al-Shahīh (Shahīh Bukhārīy), (Beirut: Dār al-Fikr, t. th.), juz IV, hal. 234.
[34][34] Abu Abdullah Ahmad ibn Hambal, Musnad Ahmad ibn Hambal (Musnad Ahmad), jilid II (Beirut: Maktab al-Islāmiy, 1398 H/17978 M), hal. 129.
[35][35] Ali Ahmad bin ‘Ali Ibnu Hajar al-Asqalāniy, Fath al-Bâri Syarh Shahîh al-Bukhâriy, (t. tp: Dār al-Fikr wa Maktabah, t. th.), hal. 114-118.
[36][36] Lihat Q.S. al-Hujurat: 13.
[37][37] M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992),  hal. 40.
[38][38] A. Najiyullah, Kajian Kritik HAdits Pemahaman Hadits, (Jakarta: Islamia Press, 1994), hal. 10.
[39][39] Yusuf Qardhawy, Kajian Kritis Pemahaman Hadis: antara Pemahaman Tekstual dan Kontekstual, diterjemahkan dari buku dengan judul asli “al-Madkhal li Dirâsah al-Sunnah al-Nabawiyyah”, (Jakarta: Islamuna Press, 1994), cet. ke-1, hal. 200.






CONTOH MAKALAH AGAMA MANUSIA, AGAMA DAN ISLAM
Option: Full Article Full Site

BAB I

PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah SWT, yang diberi keturunan dan kelebihan dari makhluk lainnya. Manusia diberi kelebihan akal untuk berfikir dalam kehidupannya, pada hakikatnya akal itu dijadikan agar manusia dapat mengembangkan pola pikir untuk memilah dan memilih yang baikd antara lain benar. Dan pada dasarnya manusia diciptakan untuk beribadah kepada penciptanya yaitu Allah SWT. Dan kepercayaannya itu dimuat melalui perantara agama sebagai jebatan manusia beribadah. Melalui agama islam sebagai agama yang sempurna banyak sekali kaidah yang didapatkan manusia untuk sebagai acuan sebuah kepercayaan pada sang khalik, yang dijadikan dan diyakini agar manusia selamat dunia dan akhirat.

Salam itu dalam islam diajarkan pula tentang hubungan manusia dengan manusia dalam pola kehidupan sosial bermasyarakat yang diatur sedemikian rupa hingga manusia dapat hidup berdampingan.

1.2    Tujuan
Dalam penyusunan makalah ini penulis memiliki tujuan sebagai berikut :
1.       Untuk  mengetahui bagaimana Islam mengatur manusia dalam pola kehidupannya agar selamat dunia dan akhirat
2.       Untuk memenuhi salah satu tugas kuliah PAI.


BAB II

ISI

 MANUSIA, AGAMA , DAN ISLAM
Manusia adalah makhluk yang sadar ketuhanan. oleh karena itu, beragama merupakan kebutuhan fitri manusia yang harus disalurkan. Satu-satunya wadah yang tepat untuk menyalurkan rasa keberagamaan adalah agama. Islam diberikan Allah sebagai hidayah bagi manusia dalam menempuh kehidupan di dunia ini agar mendapat kebahagiaan yang hakiki, lahir-batin.

2.1 Beragama Sebagai Kebutuhan Fitri
Manusia terdiri atas dimensi fisik dan non-fisik yang bersifat potensial. Dimensi non-fisik ini terdiri atas berbagai domain rohaniah yang saling berkaitan, yaitu jiwa (psyche), fikiran (ratio), dan rasa (sense). Yang dimaksud rasa di sini adalah kesadaran manusia akan kepatutan (sense of ethic), keindahan (sense of aesthetic), dan kebertuhanan (sense of theistic).
Rasa kebertuhanan (sense of theistic) adalah perasaan pada diri seseorang yang menimbulkan keyakinan akan adanya sesuatu yang Mahakuasa di luar dirinya (transendence) yang menentukan segala nasib yang ada. Perasaan ini mendorongnya pada keyakinan akan adanya Tuhan atau sesuatu yang perlu dipertuhankan yang menentukan segala gerak kehidupan di alam ini.
Keyakinan akan adanya Tuhan dicapai oleh manusia melalui tiga pendekatan, yaitu :
1.       Material experience of humanity; argumen membuktikan adanya Tuhan melalui kajian terhadap fenomena alam semesta.
2.       Inner experience of humanity, argumen membuktikan adanya Tuhan melalui kesadaran batiniah dirinya.
3.       Spiritual experience of humanity, argumen membuktikan Tuhan didasarkan pada wahyu yang diturunkan oleh Tuhan melalui utusan-Nya.
Keyakinan akan adanya Tuhan ini menimbulkan suatu kecenderungan pada manusia untuk berhubungan dengan-Nya dan kerinduan untuk mendapatkan perlindungan dan bantuan-Nya. Oleh karena itu, manusia membutuhkan sarana untuk menyabarkan kecenderungan dan kerinduan ini. Dalam hal ini, agama merupakan sarana yang paling representatif untuk kepentingan ini. Dalam menyalurkan dan mengembangkan fitrah keberagamaan ini, manusia secara individual mengadopsi salah satu agama yang telah terlembagakan, baik melalui proses pewarisan orang tua atau pilihan sendiri secara sadar. Meskipun demikian, ada juga segolongan manusia yang membunuh fitrah keagamaan ini dengan menolak segala ajaran agama dan menafikan adanya Tuhan.

2.2 Pengertian Dan Asal-Usul Agama
Agama adalah suatu sistem ajaran tentang Tuhan, di mana penganut-penganutnya melakukan tindakan-tindakan ritual, moral, atau sosial atas dasar aturan-aturan-Nya. Oleh karena itu, umumnya suatu agama mencakup aspek aspek sebagai berikut :
Aspek kredial, yaitu ajaran tentang doktrin-doktrin ketuhanan yang harus diyakini.
Aspek ritual, yaitu ajaran tentang tata-cara berhubungan dengan Tuhan untuk minta perlindungan dan pertolongan-Nya atau untuk menunjukkan kesetiaan dan penghambaan.
Aspel moral, yaitu ajaran tentang aturan berperilaku dan bertindak yang benar dan baik bagi individu dalam kehidupan.
Aspek sosial, yaitu ajaran tentang aturan hidup bermasyarakat.
Dalam keempat aspek ini, tiap-tiap agama memiliki penekanan yang berbeda-beda.
Melihat asal-usul terbentuk dan berkembangnya suatu agama sebagai sebuah lembaga kepercayaan dapat dikategorikan ke dalam tiga jenis, yaitu :
Pertama, agama yang muncul dan berkembang dari budaya masyarakat. Pada awalnya seringkali muncul sebagai reaksi pada lingkungan alam tempat sekelompok manusia hidup. Pada agama sejenis ini, sistem kepercayaan serta ritus-ritus dan aturan-aturan perilaku seringkali terkait dengan keadaan lingkungan alamnya, seperti pemujaan terhadap gunung yang dianggap sebagai tempat bersemayamnya Tuhan. Agama sejenis ini dapat disebut dengan Agama Budaya atau Agama Bumi (dalam bahasa Arab disebut Ardli), seperti Hindu, Shinto, atau agama-agama primitif dan tradisional.
Kedua, agama yang disampaikan oleh orang-orang yang mendapat wahyu dari Tuhan dan ajaran-ajaran yang mereka sebarkan juga berasal dari Tuhan. Dalam agama ini, pendiri (penyebar pertama) agama tidak menjadi sentral ajaran, tapi hanya berfungsi sebagai penyampai kepada ummat manusia. Agama sejenis ini disebut agama wahyu atau agama langit (dalam bahasa Arab langit disebut samawi), yaitu Yahudi, Nasrani, dan Islam.
Ketiga, agama yang berkembang dari pemikiran seorang filosof besar. Dia tidak mengaku dan mengklaim bahwa dirinya mendapatkan wahyu dari Tuhan, tetapi dia memiliki pemikiran pemikiran yang mengagumkan tentang konsep-konsep kehidupan sehingga banyak orang yang mengikuti pandangan hidupnya dan kemudian melembaga sehingga menjadi kepercayaan dan ideologi bersama suatu masyarakat. Agama semacam ini dapat dinamakan sebagai agama filsafat. Dalam kelompok ini dapat dimasukkan agama-agama seperti Konfusianisme (Konghucu), Taoisme, Zoroaster, atau Budha.

2.3 Agama-Agama Besar
Di antara sekian banyak agama yang ada di permukaan bumi, ada beberapa agama yang dianggap besar karena banyak penganutnya dan ajaran-ajarannya sistematis, yaitu: Agama Kristen, Agama Katolik, Agama Islam, Agama Hindu, Agama Budha, Agama Kong Hu Chu, Agama Shinto, Agama Yahudi, Agama Zoroaster, dll. Di antara agama-agama tersebut ada yang bersifat kebangsaan (nasional) dan ada yang bersifat mendunia (mondial). Yang bersifat kebangsaan adalah agama yang identik dengan suatu bangsa atau ras tertentu dan bangsa penganutnya mengklaim bahwa agama tersebut sebagai miliknya saja, sedangkan bangsa atau ras lain tidak harus menjadi pengikut dan penganutnya, seperti Yahudi bagi bangsa Yahudi dan Hindu bagi bangsa India atau Kong Hu Chu bagi bangsa Cina, Shinto bagi orang Jepang. Sedangkan agama mondial adalah agama yang mengklaim sebagai agama untuk seluruh bangsa. Oleh karena itu, ajaran-ajarannya disebarkan kepada seluruh bangsa di dunia. Agama sejenis ini disebut agama mesianis, seperti agama Islam, agama Kristen dan Budha.

2.4 Islam Sebagai Agama Fitrah
Allah berfirman dalam AI-Quran yang terjemahannya :
"Maka hadapkanlah arah hidupmu secara lurus pada ajaran agama ini (Islam). Agama yang selaras dengan fitrah manusia yang telah ditetapkan padanya sejak awal penciptaan". (Al­-Rum/30: 30).
Islam adalah sistem ajaran ketuhanan yang berasal dari Allah Swt. diturunkan kepada ummat manusia dengan wahyu melalui perantaraan Nabi Muhammad saw. Sebagai agama yang datang dari Tuhan yang menciptakan manusia sudah tentu ajaran Islam akan selaras dengan fitrah kejadian manusia. Fitrah dalam arti pembawaan asal manusia secara umum sejak kelahiran (bahkan sejak awal penciptaan) dengan segala karakteristiknya yang masih bersifat potensial atau masih berupa kekuatan tersembunyi yang masih perlu dikembangkan dan diarahkan oleh ihtiar manusia baik fitrah yang berkaitan dengan dimensi fisik atau non fisik, yaitu akal, nafsu, perasaan dan kesadaran (qalb), dan ruh.
Berbicara masalah keselarasan ajaran Islam dengan fitnah kemanusiaan tidak berarti bahwa ajaran Islam selalu mewadahi dan mengakomodasi kecenderungan-kecenderungan yang dibawa oleh sifat dari setiap unsur fitrah tersebut. Hal ini karena setiap unsur dari fitrah memiliki karakter dan kecenderungan yang berbeda (kearah yang positif, negatif atau netral). Oleh karena itu, Islam mengarahkan fitrah-fitrah ini kepada hal-hal yang konstruktif bagi kehidupan manusia, baik individual ataupun komunal tanpa membunuh potensi yang dimiliki oleh setiap jenis fitrah tersebut. Dengan arahan ajaran Islam, fitrah kemanusiaan akan membawa manusia ke arah kebaikan baik bagi dirinya atau yang lainnya, baik kebaikan personal atau kebaikan komunal.
Sebagai misal, akal sebagai instrumen untuk berfikir sangat penting dan menentukan bagi hidup manusia tetapi dalam mengembangkan kemampuan akal manusia memiliki kecenderungan malas dan kurang minat. Oleh karena itu, ajaran Islam mendorong manusia agar mau berfikir dan mengembangkan kemampuannya serta mengaktifkannya sehingga terus hidup dan terus bekerja. Meskipun demikian, akal manusia memiliki sifat liar tak terkendali. Ajaran Islam membimbing manusia ke arah mana manusia harus berfikir.
Nafsu adalah unsur pendorong gerak pada manusia sehingga manusia menjadi dinamis, tanpa nafsu hidup manusia akan statis. Tapi bersamaan dengan itu, nafsu memiliki potensi membawa manusia pada akibat buruk bagi kehidupan apabiia tidak dikendalikan. Oleh karena itu, ajaran Islam mengendalikan arah perkembangan nafsu ini tanpa membunuhnya, dan dalam batas tertentu mengeremnya agar tidak menjerumuskan manusia pada kebinasaan.

2.5 Nama, Pengertian, Dan Misi Islam
1.       Nama Agama : ISLAM
Allah berfirman dalam Al-Quran yang terjemahannya"
"Pada hari ini Aku lengkapkan agamamu dan Aku sempurnakan nikmat-Ku atasmu dan Aku ridla Islam sebagai agamamu'° (Q,s, Al-­Maidah/5:3)
ISLAM adalah nama yang ditetapkan Allah Swt, secara eksplisit di dalam AI-Quran untuk sistem ajaran ketuhanan yang disampaikan melalui Nabi Muhammad saw, kepada ummat manusia. Oleh sebab itu, Islam sebagai suatu sistem ajaran tidak boleh disebut dengan sebutan lain, baik dinisbatkan kepada nabi pembawanya seperti MOHAMEDAIVISM atau kepada bangsa pemeluknya, misalnya Arabism, karena Islam adalah sistem ajaran yang berasal dari Allah. Islam adalah sistem ajaran bagi seluruh ummat manusia di dunia bukan untuk bangsa atau ras dan suku bangsa tertentu saja.
Orang yang menganut, memeluk dan mengikuti ajaran Islam disebut MUSLIM. Setelah menjadi seorang muslim, seseorang tidak boleh lagi disebut KAFIR dan diperlakukan seperti orang kafir, Sabda Nabi saw. "°Siapa mengkafii-kan seorang muslim (penganut Islam), ia sendlrl telah kafir"
2.       Pengertian ISLAM
Islam secara etimologis berasal dari tiga akar kata :
a.       Salam; artinya damai atau kedamaian,
b.        Salamah; artinya keselamatan,
c.       Aslama; artinya berserah diri atau tunduk patuh.
Melihat akar katanya, kata ISLAM dapat mengandung makna sebagai berikut :
a.       Memasuki kedamaian dan menciptakan rasa damai dalam kehidupan,
b.       Menemukan keselamatan atau terbebas dari bencana, baik bencana hidup di dunia atau bencana hidup di akhirat,
c.       Berserah diri atau tunduk patuh pada aturan-aturan hidup yang telah ditetapkan oleh Allah Swt.
Secara terminologis, ISLAM adalah satu sistem ajaran ketuhanan (agama) yang berasal dari Allah Swt. yang disampaikan kepada ummat manusia melalui risalah yang diterima oleh Nabi Muhammad saw. Oleh karena itu, sebutan ISLAM sebagai nama suatu agama, hanya berlaku secara eksklusif untuk agama yang dianut oleh pengikut Nabi Muhammad saw.

3.       Misi Agama Islam
Selaras dengan arti dan makna etimologisnya, Agama Islam melalui semua ajaran-ajaran yang disampaikannya mengandung tiga misi, yaitu :
a.       Mengajar manusia untuk tunduk patuh (aslama) pada aturan-­aturan Allah (submission to the will of God) dalam menjalani kehidupannya di dunia.
b.       Membimbing manusia untuk menemukan kedamaian dan dalam menciptakan kedamaian.
c.       Memberikan jaminan kepada manusia untuk mendapatkan keselamatan dan terbebas dari bencana hidup baik di dunia atau di akhirat.
Sekalipun sebutan Islam sebagai nama agama hanya berlaku secara eksklusif bagi sistem ajaran ketuhanan yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw. namun misi ajaran Islam seperti disebutkan di atas adalah juga misi ajaran ketuhanan yang telah disampaikan oleh para nabi dan rasul yang diutus sebelum Nabi Muhammad saw. Oleh karena itu, semua ajaran Allah bagi ummat manusia yang disampaikan oleh semua nabi atau rasul, pada hakekatnya adalah Islam juga (sekalipun tidak disebut dengan nama Islam). Dengan, demikian, para nabi atau rasul dalam Al-Quran menyebut dirinya muslim dan menyuruh umatnya agar manjadi muslim sampai mati. Allah berfirman dalam AI-Quran yang terjemahnya:
Ibrahim berwasiat dengannya (yaitu dengan Islam), juga Ya’kub: "Wahai anak anakku sesungguhnya Allah telah memilihkan untukmu suatu agama (yang benar), maka janganlah kalian meninggal kecuali dalam keadaan muslim (dalam tunduk patuh pada ajaran Allah)". (Q.s. Al-Baqarah/2: 132)
  

2.6 Islam Sebagai Hidayah (Petunjuk) Dalam Kehidupan
Allah swt. berfirman yang terjemahannya :
 Nanti akan Aku berikan kepadamu petunjuk (dalam menempuh kehidupan). Siapa yang mengikuti petunjuk-Ku tersebut, niscaya mereka tidak akan ditimpa rasa khawatir dan takut (dalam kehidupan) dan tidak akan bersedih hati (Q.s. Al-­Baqarah/2 : 38).
1.       Hidayah Allah untuk Manusia
Hidayah artinya "petunjuk yang diberikan oleh Allah kepada makhluk hidup agar mereka sanggup menghadapi tantangan kehidupan dan menemukan solusi (pemecahan) bagi persoalan hidup yang dihadapinya". Hidayah merupakah alat bantu yang diberikan oleh Allah kepada makhluk hidup untuk mempermudah menjalani kehidupannya.
Ada empat tingkat hidayah yang diberikan oleh Allah kepada manusia, yaitu :
a.       Hidayah ghariziyah (bersifat instinktif), disebut juga hidayah fitriyyah, yaitu petunjuk untuk kehidupan yang diberikan oleh Allah Swt. bersamaan dengan kelahiran berupa kemampuan jadi dalam menghadapi kehidupan sehingga sanggup untuk survive (bertahan hidup).
b.       Hidayah hissiyah (bersifat indrawi), yaitu petunjuk berupa kemampuan indra dalam menangkap citra lingkungan hidup sehingga ia dapat menentukan lingkungan mana yang sesuai dengannya (kemampuan adaptif) sehingga menemukan kenyamanan dalam menjalani kehidupan (secara fisikal).
Kedua hidayah ini diberikan juga kepada binatang dengan fungsi yang sama. Dalam tahap tertentu dan pada jenis tertentu, bahkan binatang mendapatkan hidayah lebih tinggi, dalam arti kemampuan indrawi binatang tersebut lebih mumpuni daripada kemampuan indrawi manusia.
c.       Hidayah aqliyah (bersifat intelektual), yaitu petunjuk yang diberikan Allah berupa kemampuan berfikir sehingga mampu mengolah segala informasi yang ditangkap melalui indra. Dengan kemampuan ini manusia memiliki kemampuan mengembangkan ilmu pengetahuan, memanipulasi dan merekayasa lingkungan untuk menciptakan kemudahan, kesejahteraan dan kenyarnanan hidupnya.
d.      Hidayah diniyah (berupa ajaran agama), yaitu petunjuk yang diberikan Allah Swt. berupa ajaran-ajaran praktis untuk diterapkan dalam meniti kehidupan secara individual dan menata kehidupan secara komunal sehingga manusia mendapatkan kebahagiaan dan kenikmatan hakiki dan ketenangan batin dalam menjalani kehidupannya.
Hidayah ketiga dan keempat ini hanya diberikan kepada manusia. dengan kedua jenis hidayah inilah manusia berbeda dengan makhluk hidup lainnya. Hidayah aqliyah (kemampuan intelektual) manusia berbeda secara signifikan bila dibandingkan dengan binatang (demikian pula dengan jin dan malaikat). Hidayah diniyah (petunjuk agama), manusia dapat mencapai ke tingkat yang lebih tinggi dari malaikat sekalipun.
Hidayah-hidayah ini merupakan alat bantu bagi manusia untuk mempermudah menjalani kehidupan sehingga diperoleh kemampuan melanjutkan kehidupan (survival), keluasan, kepuasan (comfort) dan kenikmatan lahir bathin dalam kehidupan.
Bagi manusia, hidayah ghariziyah (instinktif) merupakan alat bantu sementara, hidayah hissiyah (indrawi) alat bantu mediatif (antara), hidayah aqliyah (intelektual) alat bantu pengembangan, dan hidayah diniyah (agama) alat bantu penyempurnaan, yaitu mencapai kebahagiaan hakiki.
2.       ISLAM, Satu-satunya Hidayah Agama dari Allah Swt.
Untuk membimbing manusia dalam meniti dan menata kehidupan, Allah menurunkan agama Islam sebagai pedoman yang harus dijadikan referensi dalam menetapkan setiap keputusan, dengan jaminan ia akan terbebas dari segala     kebingungan dan kesesatan.
Firman Allah yang terjemahannya :
Nanti akan Aku berikarr kepadamu petunjuk (dalam menempuh kehidupan). Siapa yang mengikuti petunjuk-Ku tersebut, niscaya mereka tidak akan ditimpa rasa khawatir dan takut (dalam kehidupan) dan tidak akan bersedih hati (Q.S, Al--Baqarah/2 :.38).
Allah Swt. menegaskan bahwa satu-satunya hidayah yang benar yang diridla-Nya itu adalah agama Islam.
"Sesungguhnya agama di sisi Allah hanyalah ISLAM". Q.S. Ali
Imran/3: 19)
“Pada hari ini Aku lengkapkan bagimu agamamu dan Aku sempurnakan nikmat-Ku kepadamu, dan Aku ridla Islam sebagai agamamu”. (Q.S, Al-Maidah/5:3)
Dalam kedudukan sebagai hidayah bagi kehidupan manusia di dunia agama ISLAM dapat berperan dan berfungsi sebagai :
1.       Pemberi makna bagi perbuatan manusia.
2.       Alat kontrol bagi rasa dan emosi.
3.       Pengendali bagi nafsu yang berkembang.
4.       Pemberi reinforcement (dorongan) terhadap kecenderungan berbuat baik pada manusia.
5.       Penyeimbang bagi kondisi psikis yang berkembang.


BAB III

PENUTUP

3.1         Kesimpulan
1.      Manusia merupakan makhluk yang sadar tentang ketuhanan dan dilahirkan dengan fitrahnya
2.      Islam diciptakan Allah SWT untuk memberikan jaminan pada manusia untuk mendapatkan keselamatan dunia akhirat
3.      Membimbing manusia menciptakan kedamaian
4.      Mengajarkan manusia untuk tunduk patuh pada aturan-aturan Allah dalam menjalani kehidupan di dunia

3.2         Saran

Bahwa dalam menjalani hidup diperlukan sebuah pegangan agama (Islam). Untuk itu kita semestinya harus menjunjung tinggi Islam dan memahami betul apa itu Islam dan tujuan manusia.





Contoh makalah agama islam tentang akhlak
Advertisement


Contoh makalah agama islam tentang akhlak

BAB I
PENDAHULUAN

    A.    Latar Belakang
Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.

Kata “agama” berasal dari bahasa Sanskerta, āgama yang berarti “tradisi”. Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti “mengikat kembali”. Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.

Émile Durkheim mengatakan bahwa agama adalah suatu sistem yang terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci. Kita sebagai umat beragama semaksimal mungkin berusaha untuk terus meningkatkan keimanan kita melalui rutinitas beribadah, mencapai rohani yang sempurna kesuciannya.

Islam (Arab: al-islām, الإسلام : “berserah diri kepada Tuhan“) adalah agama yang mengimani satu Tuhan, yaitu Allah. Dengan lebih dari satu seperempat miliar orang pengikut di seluruh dunia, menjadikan Islam sebagai agama terbesar kedua di dunia setelah agama Kristen. Islam memiliki arti “penyerahan”, atau penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan (Arab: الله, Allāh). Pengikut ajaran Islam dikenal dengan sebutan Muslim yang berarti “seorang yang tunduk kepada Tuhan”, atau lebih lengkapnya adalah Muslimin bagi laki-laki dan Muslimat bagi perempuan. Islam mengajarkan bahwa Allah menurunkan firman-Nya kepada manusia melalui para nabi dan rasul utusan-Nya, dan meyakini dengan sungguh-sungguh bahwa Muhammad adalah nabi dan rasul terakhir yang diutus ke dunia oleh Allah.

Akhlak dalam pandangan Islam
Akhlak merupakan representasi dari pemikiran seseorang yang nampak dari luar. Akhlak sering dijadikan parameter baik buruknya seseorang dilihat dari sudut pandang manusia. Akhlak bersifat relative dalam hal penilaian walaupun hanya disandingkan dari dua sisi yaitu baik dan buruk.

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia dihadapkan pada tiga hubungan yang mengharuskannya untuk berbuat sesuatu. Yaitu hubungan manusia dengan Allah SWT           ( ibadah ), hubungan manusia dengan sesama manusia ( muamalah dan uqubat ) dan hubungan manusia dengan dirinya sendiri ( akhlak, makanan, minuman, pakaian, dan lain-lain ).  Ketiga hubungan tadi mengharuskan kita untuk menentukan sikap yang harus diambil sesuai dengan pemikirannya, termasuk akhlak yang akan dibahas lebih mendalam pada tulisan ini.

Dalam perspektif Islam, akhlak merupakan bagian dari syariat Islam. Dalam syariat Islam akhlak tidak menjadi bagian khusus yang terpisah, bahkan dalam fikih tidak dibuat satu bab pun yang khusus membahas akhlak.

Berdasarkan fungsinya, akhlak merupakan pemenuhan terhadap perintah Allah atau menjauhi larangan-Nya, bukan karena akhlak ini membawa manfaat atau madlarat dalam kehidupan. Walhasil akhlak tidak dapat dijadikan dasar bagi terbentuknya suatu masyarakat. Akhlak adalah salah satu dasar bagi pembentukan individu. Masyarakat tidak dapat dipebaiki dengan akhlak, melainkan dengan dibentuknya pemikiran-pemikiran, perasaan-perasaan Islami, serta diterapkannya peraturan Islam di tengah-tengah masyarakat itu. Yang menggerakkan masyarakat bukanlah akhlak, melainkan peraturan-peraturan yang diterapkan di tengah-tengah masyarakat itu, pemikiran-pemikiran, dan perasaan yang melekat pada masyarakat tersebut.

Untuk menilai baik buruknya suatu akhlak, bisa ditinjau dari dua pendekatan yang paling banyak dilakukan, yaitu kebenaran relative dan kebenaran mutlak. Dalam pendekatan kebenaran relative, nilai sebuah akhlak menjadi relative karena disandarkan pada penilaian subjektif manusia. Akhlak yang dianggap baik oleh masyarakat di suatu tempat belum tentu baik bagi masyarakat di tempat lain, misalnya bagi orang-orang barat bergaul bebas antara lawan jenis bukan hal yang tabu tapi bagi orang-orang islam yang taat hal seperti itu tentunya sangat dilarang. Semua tergantung dari pemahaman manusia tentang perbuatan yang dilakukan dan kebiasaan atau kebudayaan yang ada di suatu tempat. Dalam pendekatan kebenaran mutlak hanya ada satu sudut pandang yang menyatakan akhlak itu baik atau buruk. Tidak ada perdebatan diantaranya karena sumber dari penetapan baik dan buruk itu bersifat pasti. Perintah dan larangan Allah SWT yang terdapat dalam al Quran merupakan parameter penentu baik buruknya suatu akhlak tanpa memperhatikan apakah perasaan manusia menganggapnya baik atau buruk. Dari kedua pendekatan diatas, dapat ditarik sebuah benang merah bahwa penilaian sebuah ahlak hendaklah disandarkan pada kebenaran mutlak yang terdapat dalam Al-Quran. Selain itu, akhlak yang biasa kita kategorikan sebagai akhlak yang baik seperti jujur, sopan, ramah, dan lain-lain bisa saja menjadi akhlak yang buruk jika hal itu bertentangan dengan perintah dan larangan Allah SWT. Misalnya, jujur kepada musuh saat perang sangat tidak diperbolehkan karena dapat merugikan. Pada konteks ini jujur termasuk akhlak yang tercela karena bisa membocorkan rahasia Negara atau saat perang kita bersikap lemah lembut terhadap musuh, hal itu tidak diperbolehkan karena sudah menjadi kewajiban kita untuk mengalahkan musuh saat terjadi peperangan.

Dalam membangun sebuah masyarakat, akhlak sering dijadikan sebagai fokus utama untuk merekonstruksi sebuah masyarakat. Hal ini tentu saja sangat keliru mengingat akhlak adalah dasar bagi pembentukan individu. Jika kita menitiberatkan dakwah kita pada akhlak, maka yang timbul adalah pengkultusan pada tokoh tertentu tanpa mengetahui sebabnya kenapa harus berbuat seperti itu. Untuk merekonstruksi sebuah masyarakat hendaklah berdakwah yang berlandaskan pada pemikiran, karena dengan pemikiran suatu masyarakat akan bisa bangkit dari keterpurukan menuju keadaan yang lebih baik. Walaupun demikian, pembinaan akhlak tidak boleh dikesampingkan. Semua harus berjalan beriringan sehingga mengkasilkan output yang baik bagi dakwah kita. Tinggal bagaimana kita menentukan fokus yang akan kita ambil, apakah ingin menitiberatkan pembentukan karakter dengan akhlak atau pembentukan system yang berlandaskan pada dakwah pemikiran sebagai sarana untuk menegakan hukum. Semua itu tergantung pada analisis kondisi objek yang akan kita ubah. Dengan demikian kita bisa menentukan strategi yang cocok untuk merubah masyarakat menjadi lebih baik lagi.

BAB II
PEMBAHASAN

    A.    Definisi Akhlak

Kata  Akhlak secara terminologi berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik. Akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluk, berasal dari bahasa Arab yang berarti perangai, tingkah laku, atau tabiat. Tiga pakar di bidang akhlak yaitu Ibnu Miskawaih, Al Gazali, dan Ahmad Amin menyatakan bahwa akhlak adalah perangai yang melekat pada diri seseorang yang dapat memunculkan perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu.

Secara epistemologi atau istilah akhlak bisa diartikan berbagai perspektif sesuai dengan para ahli tasawuf diantaranya :

    Ibnu Maskawaih memberikan definisi sebagai berikut:

حَالً لِلنَّفْسِ دَاعِيَةٌ لهَاَ اِلَى اَفْعَالِهَا مِنْ غَيْرِ فِكْرٍ وَرُوِيَّةٍ

Artinya:

“Keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran (lebih dahulu)”.

    Imam Al-Ghozali mengemukakan definisi Akhlak sebagai berikut:

اَلْخُلُقُ عِبَارَةٌ عَنْ هَيْئَةٍ فِى النَّفْسِ رَاسِخَةٍ عَنْهَا تَصْدُرُ اْلَافْعَالُ بِسُهُوْلَةٍ وَيُسْرٍمِنْ غَيْرِ حَاجَةٍ اِلَى فِكْرٍ وَرُوِيَّةٍ

Artinya:

“Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memertrlukan pertimbangan pikiran (lebih dahulu)”.

    Prof. Dr. Ahmad Amin memberikan definisi, bahwa yang disebut akhlak “Adatul-Iradah” atau kehendak yang dibiasakan. Definisi ini terdapat dalam suatu tulisannya yang berbunyi:

عَرَفَ بَعْضُهُمْ اْلخُلُقَ بِأَنَّهُ عَادَةُ اْلِارَادَةِ يَعْنِى أَنَّ اْلِإرَادَةَ اِذَا اعْتَادَتْ شَيْأً فَعَادَتُهَا هِيَ الْمُسَمَّاةُ بِالْخُلُقِ

Artinya:

“Sementara orang membuat definisi akhlak, bahwa yang disebut akhlak ialah kehendak yang dibiasakan. Artinya bahwa kehendak itu bila membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itu dinakamakan akhlak.”

Akhlak diartikan sebagai suatu tingkah laku, tetapi tingkah laku tersebut harus dilakukan secara berulang-ulang tidak cukup hanya sekali melakukan perbuatan baik, atau hanya sewaktu-waktu saja. Seseorang dapat dikatakan berakhlak jika timbul dengan sendirinya didorong oleh motivasi dari dalam diri dan dilakukan tanpa banyak pertimbangan pemikiran apalagi pertimbangan yang sering diulang-ulang, sehingga terkesan sebagai keterpaksaan untuk berbuat Apabila perbuatan tersebut dilakukan dengan terpaksa bukanlah pencerminan dari akhlak.

Dalam Encyclopedia Brittanica, akhlak disebut sebagai ilmu akhlak yang mempunyai arti sebagai studi yang sistematik tentang tabiat dari pengertian nilai baik, buruk, seharusnya benar, salah dan sebaginya tentang prinsip umum dan dapat diterapkan terhadap sesuatu, selanjutnya dapat disebut juga sebagai filsafat moral.

    1.      Syarat

Ada empat hal yang harus ada apabila seseorang ingin dikatakan berakhlak.

    Perbuatan yang baik atau buruk.
    Kemampuan melakukan perbuatan.
    Kesadaran akan perbuatan itu
    Kondisi jiwa yang membuat cenderung melakukan perbuatan baik atau buruk

    B.     Sumber

Akhlak bersumber pada agama. Perangai sendiri mengandung pengertian sebagai suatu sifat dan watak yang merupakan bawaan seseorang. Pembentukan peragai ke arah baik atau buruk, ditentukan oleh faktor dari dalam diri sendiri maupun dari luar, yaitu kondisi lingkungannya. Lingkungan yang paling kecil adalah keluarga, melalui keluargalah kepribadian seseorang dapat terbentuk. Secara terminologi akhlak berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik. Para ahli seperti Al Gazali menyatakan bahwa akhlak adalah perangai yang melekat pada diri seseorang yang dapat memunculkan perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu. Peragai sendiri mengandung pengertian sebagai suatu sifat dan watak yang merupakan bawaan seseorang.

    C.    Budi Pekerti

Budi pekerti pada kamus bahasa Indonesia merupakan kata majemuk dari kata budi dan pekerti.. Budi berarti sadar atau yang menyadarkan atau alat kesadaran. Pekerti berarti kelakuan. Secara terminologi, kata budi ialah yang ada pada manusia yang berhubungan dengan kesadaran, yang didorong oleh pemikiran, rasio yang disebut dengan nama karakter. Sedangkan pekerti ialah apa yang terlihat pada manusia, karena didorong oleh perasaan hati, yang disebut behavior.

Jadi dari kedua kata tersebut budipekerti dapat diartikan sebagai perpaduan dari hasil rasio dan rasa yang bermanifestasi pada karsa dan tingkah laku manusia. Penerapan budi pekerti tergantung kepada pelaksanaanya. Budi pekerti dapat bersifat positif maupun negatif. Budi pekerti itu sendiri selalu dikaitkan dengan tingkah laku manusia. Budi pekerti didorong oleh kekuatan yang terdapat di dalam hati yaitu rasio. Rasio mempunyai tabiat kecenderungan kepada ingin tahu dan mau menerima yang logis, yang masuk akal dan sebaliknya tidak mau menerima yang analogis, yang tidak masuk akal.

Selain unsur rasio di dalam hati manusia juga terdapat unsur lainnya yaitu unsur rasa.Perasaan manusia dibentuk oleh adanya suatu pengalaman, pendidikan, pengetahuan dan suasana lingkungan. Rasa mempunyai kecenderungan kepada keindahan. Letak keindahan adalah pada keharmonisan susunan sesuatu, harmonis antara unsur jasmani dengan rohani, harmonis antara cipta, rasa dan karsa, harmonis antara individu dengan masyarakat, harmonis susunan keluarga, harmonis hubungan antara keluarga.

Keharmonisan akan menimbulkan rasa nyaman dalam kalbu dan tentram dalam hati Perasaan hati itu sering disebut dengan nama “hati kecil” atau dengan nama lain yaitu “suara kata hati”, lebih umum lagi disebuut dengan nama hati nurani. Suara hati selalu mendorong untuk berbuat baik yang bersifat keutamaan serta memperingatkan perbuatan yang buruk dan brusaha mencegah perbuatan yang bersifat buruk dan hina. Setiap orang mempunyai suara hati, walaupun suara hati tersebut kadang-kadang berbeda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan keyakinan, perbedaan pengalaman, perbedaan lingkungan, perbedaan pendidikan dan sebagainya. Namun mempunyai kesamaan, yaitu keinginan mencapai kebahagiaan dan keutamaan kebaikan yang tertinggi sebagai tujuan hidup.

    D.    Karsa

Dalam diri manusia itu sendiri memiliki karsa yang berhubungan dengan rasio dan rasa. Karsa disebut dengan kemauan atau kehendak, hal ini tentunya berbeda dengan keinginan. Keinginan lebih mendekati pada senang atau cinta yang kadang-kadang berlawanan antara satu keinginan dengan keinginan lainnya dari seseorang pada waktu yang sama, keinginan belum menuju pada pelaksanaan. Kehendak atau kemauan adalah keinginan yang dipilih di antara keinginan-keinginan yang banyak untuk dilaksanakan. Adapun kehendak muncul melalui sebuah proses sebagai berikut :

Ada stimulan kedalam panca indera

    Timbul keinginan-keinginan
    Timbul kebimbangan, proses memilih
    Menentukan pilihan kepada salah satu keinginan
    Keinginan yang dipilih menjadi salah satu kemauan, selanjutnya akan dilaksanakan.

Perbuatan yang dilaksanakan dengan kesadaran dan dengan kehendaklah yang disebut dengan perbuatan budi pekerti.

    E.     Moral

Moral, etika dan akhlak memiliki pengertian yang sangat berbeda. Moral berasal dari bahasa latinyaitu mos, yang berarti adat istiadat yang menjadi dasar untuk mengukur apakah perbuatan seseorang baik atau buruk. Dapat dikatakan baik buruk suatu perbuatan secara moral, bersifat lokal. Sedangkan akhlak adalah tingkah laku baik, buruk, salah benar, penilaian ini dipandang dari sudut hukum yang ada di dalam ajaran agama.

Perbedaan dengan etika, yakni Etika adalah ilmu yang membahas tentang moralitas atau tentang manusia sejauh berkaitan dengan moralitas. Etika terdiri dari tiga pendekatan, yaitu etika deskriptif, etika normatif, dan metaetika. Kaidah etika yang biasa dimunculkan dalam etika deskriptif adalah adat kebiasaan, anggapan-anggapan tentang baik dan buruk, tindakan-tindakan yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan. Sedangkan kaidah yang sering muncul dalam etika normatif, yaitu hati nurani, kebebasan dan tanggung jawab, nilai dan norma, serta hak dan kewajiban.

Selanjutnya yang termasuk kaidah dalam metaetika adalah ucapan-ucapan yang dikatakan pada bidang moralitas. Dari penjelasan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa etika adalah ilmu, moral adalah ajaran, dan akhlak adalah tingkah laku manusia.

    F.     Pembagian Akhlak

Secara umum akhlak atau perilaku/perbuatan manusia terbagi menjadi dua; pertama; akhlak yang baik/mulia dan kedua; aklak yang buruk/tercela.

    a.      Akhlak Baik (Al-Hamidah)

    Jujur (Ash-Shidqu)
    Berprilaku baik (Husnul Khuluqi)
    Malu (Al-Haya’)
    Rendah hati (At-Tawadlu’)
    Murah hati (Al-Hilmu)
    Sabar (Ash-Shobr)

Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, semoga Allah merelakannya, berkata, “Rasulullah SAW. bersabda”, “Ketika Allah mengumpulkan segenap makhluk pada hari kiamat kelak, menyerulah Penyeru”, “Di manakah itu, orang-orang yang utama (ahlul fadhl) ?”. Maka berdirilah sekelompok manusia, jumlah mereka sedikit, dengan cepatnya mereka bergegas menuju syurga, para malaikat berpapasan dengan mereka, lalu menyapa mereka. “Kami lihat kalian begitu cepat menuju syurga, sipakah kalian ?”. Orang-orang ini menjawab, “Kamilah itu orang-orang yang utama (ahlul fadhl)”. “Apa keutamaan kalian ?”, tanya para malaikat. Orang-orang ini memperjelas, “Kami, jika didzalimi, kami bersabar. Jika diperlakukan buruk, kami memaafkan. Jika orang lain khilaf pada kami, kamipun tetap bermurah hati”. Akhirnya dikatakan pada mereka, “Masuklah ke dalam syurga, karena demikian itulah sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang beramal”. Setelah itu menyerulah lagi penyeru, :”Di manakan itu, orang-orang yang bersabar (ahlush shabr) ?”. Maka berdirilah sekelompok manusia, jumlah mereka sedikit, dengan cepatnya mereka bergegas menuju syurga, para malaikat berpapasan dengan mereka, lalu menyapa mereka. “Kami lihat kalian begitu cepat menuju syurga, sipakah kalian ?”. Orang-orang ini menjawab, “Kamilah itu orang-orang yang sabar (ahlush shabr). “Kesabaran apa yang kalian maksud ?”, tanya para malaikat. Orang-orang ini memperjelas, “Kami sabar bertaat pada Allah, kamipun sabar tak bermaksiat padaNya. Akhirnya Dikatakan pada mereka, “Masuklah ke dalam syurga, karena demikian itulah sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang beramal”. (Hilyatul Auliyaa’/ Juz III/ Hal. 140)

    b.      Akhlak Buruk (Adz-Dzamimah)

    Mencuri/mengambil bukan haknya
    Iri hati
    Membicarakan kejelekan orang lain (bergosip)
    Membunuh
    Segala bentuk tindakan yang tercela dan merugikan orang lain ( mahluk lain)

 G.    Ruang Lingkup Akhlak

Akhlak pribadi

Yang paling dekat dengan seseorang itu adalah dirinya sendiri, maka hendaknya seseorang itu menginsyafi dan menyadari dirinya sendiri, karena hanya dengan insyaf dan sadar kepada diri sendirilah, pangkal kesempurnaan akhlak yang utama, budi yang tinggi. Manusia terdiri dari jasmani dan rohani, disamping itu manusia telah mempunyai fitrah sendiri, dengan semuanya itu manusia mempunyai kelebihan dan dimanapun saja manusia mempunyai perbuatan.

Akhlak berkeluarga

Akhlak ini meliputi kewajiban orang tua, anak, dan karib kerabat. Kewajiban orang tua terhadap anak, dalam islam mengarahkan para orang tua dan pendidik untuk memperhatikan anak-anak secara sempurna, dengan ajaran –ajaran yang bijak, setiap agama telah memerintahkan kepada setiap oarang yang mempunyai tanggung jawab untuk mengarahkan dan mendidik, terutama bapak-bapak dan ibu-ibu untuk memiliki akhlak yang luhur, sikap lemah lembut dan perlakuan kasih sayang. Sehingga anak akan tumbuh secara sabar, terdidik untuk berani berdiri sendiri, kemudian merasa bahwa mereka mempunyai harga diri, kehormatan dan kemuliaan.

Seorang anak haruslah mencintai kedua orang tuanya karena mereka lebih berhak dari segala manusia lainya untuk engkau cintai, taati dan hormati. Karena keduanya memelihara,mengasuh, dan mendidik, menyekolahkan engkau, mencintai dengan ikhlas agar engkau menjadi seseorang yang baik, berguna dalam masyarakat, berbahagia dunia dan akhirat. Dan coba ketahuilah bahwa saudaramu laki-laki dan permpuan adalah putera ayah dan ibumu yang juga cinta kepada engkau, menolong ayah dan ibumu dalam mendidikmu, mereka gembira bilamana engkau gembira dan membelamu bilamana perlu. Pamanmu, bibimu dan anak-anaknya mereka sayang kepadamu dan ingin agar engkau selamat dan berbahagia, karena mereka mencintai ayah dan ibumu dan menolong keduanya disetiap keperluan.

Akhlak bermasyarakat

Tetanggamu ikut bersyukur jika orang tuamu bergembira dan ikut susah jika orang tuamu susah, mereka menolong, dan bersam-sama mencari kemanfaatan dan menolak kemudhorotan, orang tuamu cinta dan hormat pada mereka maka wajib atasmu mengikuti ayah dan ibumu, yaitu cinta dan hormat pada tetangga.

Pendidikan kesusilaan/akhlak tidak dapat terlepas dari pendidikan sosial kemasyarakatan, kesusilaan/moral timbul di dalam masyarakat. Kesusilaan/moral selalu tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemajuan dan perkembangan masyarakat. Sejak dahulu manusia tidak dapat hidup sendiri–sendiri dan terpisah satu sama lain, tetapi berkelompok-kelompok, bantu-membantu, saling membutuhkan dan saling mepengaruhi, ini merupakan apa yang disebut masyarakat. Kehidupan dan perkembangan masyarakat dapat lancar dan tertib jika tiap-tiap individu sebagai anggota masyarakat bertindak menuruti aturan-aturan yang sesuai dengan norma- norma kesusilaan yang berlaku.

Akhlak bernegara

Mereka yang sebangsa denganmu adalah warga masyarakat yang berbahasa yang sama denganmu, tidak segan berkorban untuk kemuliaan tanah airmu, engkau hidup bersama mereka dengan nasib dan penanggungan yang sama. Dan ketahuilah bahwa engkau adalah salah seorang dari mereka dan engkau timbul tenggelam bersama mereka.

Akhlak beragama

Akhlak ini merupakan akhlak atau kewajiban manusia terhadap tuhannya, karena itulah ruang lingkup akhlak sangat luas mencakup seluruh aspek kehidupan, baik secara vertikal dengan Tuhan, maupun secara horizontal dengan sesama makhluk Tuhan.

    H.    Kedudukan dan Keistimewaan Akhlak dalam Islam

Dalam keseluruhan ajaran Islam akhlak menempati kedudukan yang istimewa dan sangat penting. Hal itu dapat dilihat dalam beberapa nomor berikut :

    Rasulullah SAW menempatkan penyempurnaan akhlak yang mulia sebagai risalah pokok Islam.
    Akhlak merupakan salah satu ajaran pokok agama Islam.

  

BAB III

PENUTUP

    A.           Kesimpulan

Nabi SAW bersabda yang maksudnya:

“Sesungguhnya aku diutus adalah untuk menyempurnakan budipekerti yang mulia.” (H.R.Ahmad)

Akhlak ataupun budipekerti memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Akhlak yang baik akan  membedakan antara manusia dengan hewan. Manusia yang berakhlak mulia, dapat menjaga kemuliaan dan kesucian jiwanya, dapat mengalahkan tekanan hawa nafsu syahwat  syaitoniah, berpegang teguh kepada sendi-sendi keutamaan. Menghindarkan diri dari sifat-sifat kecurangan, kerakusan dan kezaliman. Manusia yang berakhlak mulia, suka tolong menolong sesama insan dan makhluk lainnya. Mereka senang berkorban untuk kepentingan bersama. Yang kecil hormat kepada yang tua, yang tua kasih kepada yang kecil. Manusia yang memiliki budi pekerti yang mulia, senang kepada kebenaran dan keadilan, toleransi, mematuhi janji, lapang dada dan tenang dalam menghadapi segala halangan dan rintangan.- Bacaan dan Tulisan Bismillahirrahmanirrahim

Akhlak yang baik akan mengangkat manusia ke darjat yang tinggi dan mulia. Akhlak yang buruk akan membinasakan seseorang insan dan juga akan membinasakan ummat manusia. Manusia yang mempunyai akhlak yang buruk senang melakukan sesuatu yang merugikan orang lain. Senang melakukan kekacauan, senang melakukan perbuatan yang tercela, yang akan membinasakan diri dan masyarakat seluruhnya. Nabi s.a.w.bersabda yang bermaksud:

“Orang Mukmin yang paling sempurna imannya, ialah yang paling baik akhlaknya.” (H.R.Ahmad)

Manusia yang paling baik akhlaknya ialah junjungan kita Nabi s.a.w. sehingga budi pekerti beliau tercantum dalam al-Quran, Allah berfirman yang maksudnya: “Sesungguhnya engkau (Muhammad), benar-benar berbudi pekerti yang agung. “Sesuatu Ummat bagaimanapun hebat Kekuatan dan Kekayaan yang dimilikinya, akan tetapi jika budi pekertinya telah binasa, maka Ummat itu akan mudah binasa. Manusia yang tidak punya akhlak, mereka sanggup melakukan apa saja untuk kepentingan dirinya. Mereka sanggup berbohong, membuat fitnah, menjual marwah diri dan keluarga, malah dengan tidak segan silu lagi dia menjual Agama dan negaranya.


Allah SWT menciptakan manusia dengan tujuan utama penciptaannya adalah untuk beribadah. Ibadah dalam pengertian secara umum yaitu melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangannya dengan penuh kesadaran dan keikhlasan. Manusia diperintahkan-Nya untuk menjaga, memelihara dan mengembangkan semua yang ada untuk kesejahteraan dan kebahagiaan hidup. Dan Allah SWT sangat membeci manusia yang melakukan tindakan merusak yang ada. Maka karena Allah SWT membenci tindakan yang merusak maka orang yang cerdas akan meninggalkan perbuatan itu, dia sadar bahwa jika melakukan perbuatan terlarang akan berakibat pada kesengsaraan hidup di dunia dan terlebih-lebih lagi di akhirat kelak, sebagai tempat hidup yang sebenarnya. Maka intinya manusia harus berakhlak yang mulia. (  sumber :http://kuntummawar.wordpress.com/2013/05/16/makalah-akhlak/)


Makalah Pendidikan Agama Islam Tentang Akhlak Islam



AKHLAK ISLAM
ABSTRAK

Kata Akhlak bersasal dari bahasa arab, yaitu merupakan jamak dari khuluq. Khuluq adalah ibarat dari kelakuan manusia yang membedakan baik dan buruk, lalu disenangi dan dipilih yang baik untuk dipraktekkan dalam perbuatan, sedang yang buruk di benci dan dihilangkan.
Dalam Ilmu akhlak, objek ilmu akhlak yang dipelajari adalah perilaku manusia, dan penetapan nilai perilaku sebagai baik atau buruk. Dasar atau alat pengukur yang menyatakan baik-buruknya sifat  perilaku seseorang itu adalah Al-Qur’an dan As-Sunah Nabi SAW. Apa yang baik menurut Al-Qur’an dan As-Sunah, itulah yang baik untuk dijadikan pegangan dalam kehidupan sehari-hari. Sebaliknya, apa yang buruk menurut al-Qur’an dan as-Sunnah, itulah yang tidak baik dan harus dijauhi.
Eksistensi akhlak yang baik sangat berpengaruh bagi kelangsungan umat muslim. Mempelajari Ilmu akhlak bertujuan sebagai pedoman atau pun penerang bagi kaum manusia dalam mengetahui perbuatan yang baik atau yang buruk. Akhlak tidak bisa menjadikan manusia baik atau buruk. Kedudukan akhlak adalah sebagai dokter untuk pasien. Pasien bisa saja tidak mendengarkan informasi yang diberikan dokter tentang kesehatannya. Hal ini mengibaratkan bahwa hidup tanpa petunjuk akhlak yang baik maka akan mengalami keugian yang mendalam. Jika petunjuk atau petuah dari dokter diikuti dengan baik maka hal ini akan mendorong kita supaya membentuk hidup yang menghasilkan kebaikan dan kesempurnaan.
Perbuatan baik membutuhkan pembiasaan setiap hari. Berusaha melakukan perbuatan yang baik dan berusaha menjauhi perbuatan yang buruk. Perbuatan yang baik akan banyak halangannya. Berbekal akhak yang mulia, seorang mukmin akan semakin teruji dan menjadi insan yang terpuji.
Makalah Pendidikan Agama Islam Tenatang Akhlak Islam
Akhlak (brc-cibaduyut.com)

A.    PENDAHULUAN
    Akhlak merupakan tiang yang menopang hubungan yang baik antara hamba dengan Allah SWT (habluminallah) dan antar sesama umat (habluminannas). Akhlak yang baik akan hadir pada diri manusia dengan proses yang panjang, yaitu melaui pendidikan akhlak. Banyak kalangan di dunia ini menawarkan pendidikan akhlak yang mereka yakini kebaikannya, tetapi tidak semua dari pendidikan tersebut mempunyai kaidah-kaidah yang benar dalam Islam. Hal tersebut dikarenakan pengetahuan yang terbatas dari pemikiran manusia itu sendiri.
    Sementara pendidikan akhlak yang dibawa oleh Islam merupakan sesuata yang benar dan tidak ada kekurangannya. Pendidikan akhlak yang ditawarkan Ilslam berasal langsung dari Allah SWT yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW melaui malaikat Jibril dengan Al Quran dan Sunnah kepada umat Rasulullah. 
    Rasulullah SAW sebagai teladan yang paling baik memberikan pengetahuan akhlak kepada para keluarga dan para sahabat Rasulullah SAW, sehingga orang-orang dekat Rasulullah SAW mampu memiliki akhlak yang tinggi di hadapan umat lain dan akhlak mulia di hadapan Allah.  Sebagai umat Islam yang baik dan beriman kepada Allah, setiap langkah kita sebaiknya merupakan implementasi dari keteladanan akhlak luhur yang dimiliki Rasullullah. 
    Pandangan bahwa kehidupan dengan landasan akhlak adalah sesuatu yang kuno dan ketinggalan zaman serta jauh dari kemodernan harus kita hapuskan dari pemikiran kita. Kemunduran moral yang terjadi di seluruh penghujung dunia seharusnya menjadi keprihatian sendiri bagi seluruh umat. Semestinya manusia sadar dan kembali kepada fitrahnya sebagai manusia yang diciptakan Allah dengan akhlak yang mulia. Orang yang paling sempurna keimannannya adalah orang yang baik akhlaknya. Akhlak Islam yang mulia ini akan membawa umat  untuk selamat hidupnya di  dunia dan akhirat 

B.    Pengertian Akhlak Islam
     Kata akhlak berasal dari bahasa Arab khuluq yang jamaknya akhlak. Menurut bahasa, akhlak adalah peragai, tabiat, dan agama. Kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan khalq yang berarti “kejadian”, serta erat hubungannya denga  kata khaliq yang berarti “Pencipta” dan makhluq yang berati “yang diciptakan” (Rosihon Anwar 2010:11).
Khuluq adalah ibarat dari kelakuan manusia yang membedakan baik dan buruk, lalu disenangi dan dipilih yang baik untuk dipraktekkan dalam perbuatan, sedang yang buruk di benci dan dihilangkan. (Marzuki 2012:173 (Ainan, 1985:186).
Terkadang defini akhlak (moral) sebagaimana disebutkan atas dalam batas-batas tertentu berbaur dengan definisi kepribadian, hanya saja perbedaan yang pokok antara keduanya sebagai berikut:
-    Moral lebih terarah pada kehendak dan diwaranai dengan nilai-nilai.
-    Kepribadian  mencakup pengaruh fenomena sosial bagi tingkah laku.
Demikian para pakar ilmu-ilmu sosial mendefinisikan akhlak (moral). Ada sebuah definisi ringkas yang bagus tentang akhlak (moral) dalam kamus la Lande, yaitu moral mempunyai empat makna berikut:
1)    Moral adalah sekumpulan kaidah bagi perilaku yang diterima dalam satu zaman atau oleh sekelompok, buruk, atau rendah.
2)    Moral adalah sekumpulan kaidah bagi perilaku yang dianggap baik berdasarkan kelayakan bukannya berdasarkan syarat.
3)    Moral adalah teori akal tentang kebaikan dan keburukan, ini menurut filsafat.
4)    Tujuan-tujuan kehidupan yang mempunyai warna humanisme yang kental yang tercipta dengan adanya hubungan-hubungan sosial. (Ali Abdul Halim mahmud, 2004: 27). 
    Baik dan buruk akhlak manusia sangat tergantung pada tata nilai yang dijadikan pijakannya. Abul A’la al-Maududi membagi sistem moralitas menjadi dua. Pertama, sistem moral yang berdasar kepada kepercayaan kepada Tuhan dan kehidupan setelah mati. Kedua, sistem moral yang tidak mempercayai Tuhan dan timbul dari sumber-sumber sekuler (Marzuki, 2013:175 (al-Maududi, 1971:9)
    Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya. Jika kita mengatakan bahwa si A misalnya sebagai orang yang berakhlak dermawan, maka sikap dermawn tersebut telah mendarah daging, kapan dan di manapun sikapnya  itu dibawanya, sehingga menjadi identitas yang membedakan dirinya dengan orang lain. Jika si A tersebut kadang-kadang dermawan dan kadang-kadang bakhil, maka si A tersebut belum dapat dikatakan sebagai seorang yang dermawan. Demikian juga jika kepada si B kita mengatakan bahwa ia termasuk orang yang taat beribadah, maka sikap taat beribadah tersebut telah dilakukannya di manapun ia berada. (Nata, Abuddin 2011:4-5)
Dikutip dari (Rosihon Anwar 2010: 13-15) bahwa pengertian akhlak menurut ulama akhlak antara lain:
a.     Ibnu Maskawaih(941-1030 M) 

حال للنفس داعية لها الى افعالها من غير فكر ولاروية.وهذه الحال تنقسم الى قسمين : منها ما يكون طبيعيا من اصل المزاج.... ومنها مايكون مستفادا باالعادة والتدريب, وربما كان مبدؤه الفكر ,  ثم يستمر عليه اْولا فاْولا حتى يصير ملكة وخلقا.                                                                   
  Artinya :
“keadaan jiwa seseorang yang mendorong untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran terlebih dahulu. Keadaan ini terbagi dua, ada yang berasal dari tabiat aslinya … adapula yang diperoleh dari kebiasaan berulang-ulang. Boleh jadi,pada mulanya tindakan itu melalui pikiran dan pertimbangan,kemudian dilakukan terus menerus,maka jadilah suatu bakat dan akhlak.”
b.     Imam Al-Ghazali (1055-1111 M)

هيئة راسخة في النفس تصدر عنها الاْفعال بيسر وسهولة من غير حاجة الى فكر وروية.                                          
Artinya :
“akhlak adalah daya kekuatan (sifat) yang tertanam dalam jiwa yang mendorong perbuatan-perbuatan yang spontan tanpa memerlukan pertimbangan pikiran.”


c.      Muhyiddin Ibnu Arabi (1165-1240 M)

حال للنفس به يفعل الانسان افعاله بلاروية ولااختيار, والخلق قد يكون فى بعض الناس غريزة وطبعا, وفى بعض الناس لايكون الاباالرياضة والاجتهاد.                                   

Artinya :
“keadaan jiwa seseorang yang mendorong manusia untuk berbuat tanpa melalui pertimbangan dan pilihan terlebih dahulu. Keadaan tersebut pada seseorang boleh jadi merupakan tabiat atau bawaan dan boleh jadi juga merupakan kebiasaan melalui latihan dan perjuangan.”
d.     Syekh Makarim Asy-Syirazi

الاْخلاق مجموعات الكمالات المعنوية والسجايا الباطنية للانسان.                                                           
Artinya :
“akhlak adalah sekumpulan keutamaan maknawi dan tabiat batini manusia.”
e.      Al-Faidh Al-Kasyani(w. 1091 H)

 الخلق هو عبارة عن هيئة قائمة فى النفس تصدر منها الاْفعال بسهولة من دون الحاجة الى تدبر و تفكر.      

Artinya :
“akhlak adalah ungkapan untuk menunjukkan kondisi yag mandiri dalam jiwa yang darinya muncul perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa digahului perenungan dan pemikiran.”
    Dari semua pengertian diatas memberikan gambaran bahwa tingkah laku merupakan bentuk kepribadian seseorang tanpa dibuat-buat atau tanpa dorongan dari luar. Jika baik menurut agama dan pandangan akal tindakan spontan ini disebut akhlak baik (akhlakul karimah/akhlakul mahmudah) sebaliknya jika akhlak tersebut buruk tindakan spontan ini disebut akhlak tercela (akhlakul madzmudah).

C.    Ruang Lingkup Akhlak
    Dalam perkembangan selanjutnya akhlak tumbuh menjadi suatu ilmu yang berdiri sendiri, yaitu ilmu yang memiliki lingkup pokok bahasan, tujuan, rujuakn, aliran dan para tokoh yang mengembangkannya. Kedemua aspek yang terkandung dalam akhlak ini kemudian membentuk satu kesatuan yang saling berhubungan dan membentuk suatu ilmu. (Nata Abuddin 2011:7).
    Objek ilmu akhlak adalah perilaku manusia, dan penetapan nilai perilaku sebagai baik atau buruk. Melihat secara lahiriyah perilaku manusia dapat digolongkan menjadi
1.    Perilaku yang lahir dengan kehendak dan disengaja.
2.    Perilaku yang lahir tanpa kehendak dan tanpa disengaja
    Jenis perilaku yang pertama yakni yang lahir dengan kehendak dan disengaja, inilah perilaku yang menjadi objek dari ilmu akhlak. Jenis yang kedua tidak menjadi objek ilmu akhlak sebab perilaku-perilaku yang lahir tanpa kehendak manusia (seperti gerakan reflek mengedipkan mata karena ada benda akan masuk) tidak menjadi kajian ilmu akhlak. Perilaku ini tidak dapat dinilai baik atau buruk karena perilaku tersebut terjadi dengan sendirinya tanpa dikehendaki dan tanpa disengaja. (Ajad Sudrajat, dkk 2013:92)
    Menurut Rohison Anwar dalam Buku Akhlak tasawuf, mengenai ruang lingkup akhlak, Abdullah Darraz  dalam buku Dustur al-Akhlaq fi Al-Quran, membagi ruang lingkup akhlak atas lima bagian:
1) Akhlak Pribadi
a) yang diperintahkan (al-awamir)
b) yang dilarang ( al-nawahi)
c) yang diperbolehkan ( al-mubahat), dan
d) akhlak dalam keadaan darurat (al-mukhalafah bi al-idhthirar).
2) Akhlak berkeluarga
a) kewajiban orang tua dan anak (wajibat nahwa ushul wa al-furu)
b) kewajiban suami & isteri ( wajibat baina al-azwaj)
c) kewajiban terhadap karib dekat (wajibat nahwa al-aqarib).
3) Akhlak bermasyarakat,
a) yang dilarang (al-makhdzurat)
b) yang diperintahkan (al-awamir), dan
c) kaidah-kaidah adab (qawa’id al-adab).
4) Akhlak bernegara
a) hubungan antara pemimpin dan rakyat (al-‘alaqah baina al-rais wa al-sya’b) 
b) hubungan luar negeri (al-alaqah al-kharijiyyah).
5) Akhlak beragama;
a) kewajiban terhadap Allah swt
b) kewajiban terhadap Rasul

Menurut sistematika yang lain, ruang lingkup akhlak, antara lain:
1.    Akhlak terhadap Allah SWT
2.    Akhlak kepada Rasul SAW
3.    Akhlak untuk diri pribadi
4.    Akhlak dalam keluarga
5.    Akhlak dalam masyarakat
6.    Ahlak bernegara.

Akhlak dibagi berdasarkan sifatnya dan berdasarkan objeknya.
Berdasarkan sifatnya, akhlak terbagi menjadi dua bagian: (Anwar, Rosihon 2010:30-31)
1.    Akhlak mahmudah (akhlak terpuji) atau akhlak karimah (akhlak yang ,mulia), di antaranya:
a.    Rida kepada Allah SWT
b.    Cinta dan beriman kepada Allah SWT
c.    Beriman kepada Malaikat, Kitab, Rasul, hari Kiamat, dan takdir
d.    Taat beribadah
e.    Selalu menepati janji
f.    Melaksanakan amanah
g.    Berlaku sopan dalam ucapan dan perbuatan
h.    Qanaah (rela terhadap pemberian Allah SWT)
i.    Tawakal
j.    Sabar
k.    Syukur
l.    Tawadhu’ (merendahkan diri) dan segala perbuatan yang baik  menurut pandangan Al-Quran dan Al-Hadis.
2.    Akhlak mazhmumah (akhlak tercela) atau akhlak sayyiyah (akhlak yang jelek), di antaranya:
a.    Kufur
b.    Syirik
c.    Murtad
d.    Fasik
e.    Riya’
f.    Takabur
g.    Mengadu domba
h.    Dengki/iri
i.    Hasut
j.    Kikir
k.    Dendam
l.    Khianat
m.    Memutuskan silaturahmi
n.    Putus asa
o.    Segala perbuatan tercela menurut pandangan Islam
Berdasarkan objeknya, akhlak dibedakan menjadi dua:
1.    Akhlak kepada khalik
2.    Akhlak makhluk
a.    Akhlak terhadap Rasulullah SAW
b.    Akhlak terhadap keluarga’akhlak terhadap diri sendiri
c.    Akhlak terhadap sesama atau orang lain
d.    Akhlak terhadap lingkungan alam


D.    Sumber Akhlak Islam
Dalam Islam, dasar atau alat pengukur yang menyatakan baik-buruknya sifat seseorang itu adalah Al-Qur’an dan As-Sunah Nabi SAW. Apa yang baik menurut Al-Qur’an dan As-Sunah, itulah yang baik untuk dijadikan pegangan dalam kehidupan sehari-hari. Sebaliknya, apa yang buruk menurut al-Qur’an dan as-Sunnah, itulah yang tidak baik dan harus dijauhi. (M. Ali Hasan, 1978:11)
Dasar akhlak yang dijelaskan dalam al-Qur’an yaitu:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيْرًا
Artinya :”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (Q.S.al-Ahzab : 21)
Sedangkan dalam Alquran hanya ditemukan bentuk tunggal dari akhlak yaitu khuluq (QS. Al Qalam (68): 4) (Marzuki:2012)
‎وإنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيْمٍ
“Dan sungguh-sungguh engkau berbudi pekerti yang agung.” 
(QS. Al Qalam (68): 4)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: 
‎أَكْمَلُ المُؤْمِنِيْنَ إِيْمَاناً أَحْسَنُهُمْ خُلُقاً
Artinya: “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” 
(HR. At-Tirmidzi)
Sungguh Rasulullah memiliki akhlak yang sangat mulia. Segala perbuatan dan perilaku Beliau berpedoman pada Al Quran. Aisyah memberikan gambaran yang sangat jelas akan akhlak beliau dengan mengatakan:
‎كَانَ خُلُقُهُ القُرْآن
Artinya: “Akhlak beliau adalah Al Quran.”
(HR Abu Dawud dan Muslim)
Maksud perkataan ‘Aisyah adalah bahwa segala tingkah laku dan tindakan Rasul, baik yang lahir maupun batin senantiasa mengikuti petunjuk dari al-Qur’an. Al-Qur’an selalu mengajarkan umat Islam untuk berbuat baik dan menjauhi segala perbuatan yang buruk. Ukuran baik dan buruk ini ditentukan oleh Al-Qur’an. (A. Zainuddin dan Muhammad Jamhari 1999: 74)
Setiap orang yang dekat dengan Rasulullah SAW dalam akhlaknya maka ia dekat dengan Allah, sesuai kedekatannya dengan beliau. Setiap orang yang memiliki kesempurnaan  akhlak tersebut, maka ia pantas menjadi seorang raja yang ditaati yang dijadikan rujukan oleh seluruh manusia dan seluruh perbuatannya dijadikan panutan. Sementara orang yang tak punya seluruh akhlak tersebut, maka ia bersifat dengan lawannya, sehingga ia pantas terusir dari seluruh negeri dan oleh manusia. Karena ia sudah dekat dengan setan yang terlaknat dan terusir, sehingga ia harus diusir. (Mahmud, Ali Abdul Halim 2004:31) 
Dasar akhlak dari hadits yang secara eksplisit menyinggung akhlak tersebut yaitu sabda Nabi:
اِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقَ
Artinya : “Bahwasanya aku (Rasulullah) diutus untuk menyempurnakan keluhuran akhlak”. (HR. Ahmad)
Jika telah jelas bahwa al-Qur’an dan hadits rasul adalah pedoman hidup yang menjadi asas bagi setiap muslim, maka teranglah keduanya merupakan sumber akhlaqul karimah.

E.    Manfaat Mempelajari Ilmu Akhlak
Dengan mempelajari ilmu akhlak, diharapkan setiap muslim mampu mengaplikasikan ajaran-ajaran terpuji yang bersumber dari Alquran dan Al Hadits. Berkenaan dengan hal ini dalam kutipan buku “Akhlak Tasawuf” krangan Abudin Nata, Ahmad Amin mengatakan sebagai berikut: 
Tujuan mempelajari ilmu akhlak dan permasalahannya menyebabkan kita dapat menetapkan sebagian perbuatan lainnya sebagaian yang baik dan sebagian yang buruk. Bersikap adil termasuk baik, sedangkan berbuat zalim termasuk perbuatan buruk, membayar hutang kepada pemiliknya termasuk perbuatan baik , sedangkan mengingkari hutang termasuk perbuatan buruk.
Selanjutnya Mustafa Zahri mengatakan bahwa tujuan perbaikan akhlak itu, ialah untuk membersihkan kalbu dari kotoran-kotoran hawa nafsu dan amarah sehingga hati menjadi suci bersih bagaikan cermin yang dapat menerima nur cahaya tuhan. (Abudin Nata 1996: 13)
Keterangan tersebut memberi petunjuk bahwa ilmu akhlak berfungsi memberikan panduan kepada manusia agar mampu menilai dan menentukan suatu perbuatan untuk selanjutnya menetapkan bahwa perbuatan tersebut termasuk perbuatan yang baik dan buruk. (Abudin Nata 1996: 14)
Perbuatan-perbuatan baik yang sesuai dengan norma-norma ajaran Islam lahir dari cinta yang tulus dan sempurna kepada Allah yang mendalam dalam hati seorang mukmin. Hamka mengemukakan  pendapat Imam Ghazali yang menyatakan bahwa yang mendorong hati seseorang berbuat baik adalah: (Ajad Sudrajat, dkk 2013:103 (Asmaraman 2004:148)
1.    Karena bujukan atau ancaman dari orang yang diingini 
rahmatnya atau ditakuti siksanya.
2.    Mengharap pujian dari yang akan memuji, atau 
menakuti celaan dari yang akan mencela.
3.    Mengerjakan kebaikan karena memang dia baik, dan 
Bercita-cita hendak menegakkan budi yang utama
Tujuan lain dari mempelajari akhlak adalah mendorong kita menjadi orang-orang yang mengimplementasikan akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari. Ahmad Amin menjelaskan etika (akhlak) tidak dapat menjadikan semua manusia baik. Kedudukannya hanya sebagai dokter. Ia menjelaskan kepada pasien tentang bahaya minuman keras dan dampak negatifnya terhadap akal. Si pasien boleh memilih informasi yang disampaikan dokter tersebut: meninggalkannya agar tubuhnya sehat atau tetap meminumnya dan dokter tidak dapat mencegahnya. Etika tidak dapat menjadikan manusia baik atau buruk. Etika tidak akan bermanfaat apa-apa jika petunjuk-petunjuknya tidak diikuti. Tujuan etika bukan hanya sebagai teori, tetapi juga mempengaruhi dan mendorong kita supaya membentuk hidup suci serta menghasilkan kebaikan dan kesempurnaan. (Anwar, Rosihon 2010:29)
Akhlak yang mulia juga berguna dalam mengarahkan dan mewarnai berbagai aktivitas kehidupan manusia di degala bidang. Seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi yang maju yang disertai dengan akhlak yang mulia, niscaya ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang ia milikinya itu akan dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kebaikan hidup manusia. Sebaliknya orang yang memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi modern, memiliki pangkat, harta, kekuasaan dan sebagainya namun tidak disertai dengan akhlak yang mulia, maka semuanya itu akan disalahgunakan yang akibanya akan menimbulkan bencana di muka bumi. (Nata, Abuddin 2011:15)
Dengan demikian Ilmu akhlak bertujuan sebagai pedoman atau pun penerang bagi kaum manusia dalam mengetahui perbuatan yang baik atau yang buruk. Perbuatan baik membutuhkan pembiasaan setiap hari. Berusaha melakukan perbuatan yang baik dan berusaha menjauhi perbuatan yang buruk. Perbuatan yang baik akan banyak halangannya. Berbekal akhak yang mulia, seorang mukmin akan semakin teruji dan menjadi insan yang terpuji. 



F.    Penutup
Akhlak merupakan bekal diri yang membawa kebaikan dan keberuntungan bagi mereka yang mengerjakannya. Akhlak yang ditawarkan Islam berdasar pada nilai-nilai Al-Quran dan Al-Hadis. Dalam pelaksanaannya, Akhlak Islam perlu dijabarkan oleh pemikiran-pemikiran manusia melalui usaha ijtihad. 
Dengan akhlak Islam, manusia diharapkan dapat menempuh jalan yang baik. Jalan yang sesuai ajaran-ajaran Islam, pandangan akal tentang kebaikan dan keburukan. Memiliki akhlak islam, manusia akan dapat kebersihan batin yang membawanya melakukan perilaku terpuji. Dengan  perilaku terpuji akan melahirkan keadaan antar umat menjadi harmonis, damai serta  sejahtera lahir dan batin. Sehingga setiap aktivitas akan dilakukan karena untuk mendapatkan kerahmatan Allah yang akan membawa insan mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
    Dapat dikatakan bahwa Akhlak Islam bertujuan memberikan pedoman atau penerangan bagi manusia untuk mengetetahui perbuatan yang baik dan buruk. Terhadap perbuatan yang baik ia berusaha melakukannya dan terhadap perbuatan yang buruk ia berusaha menghindarinya.


DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihon.2010. Akhlak Tasawuf. Bandung.: CV Pustaka Setia.

A. Zainuddin dan Muhammad Jamhari. 1999. Al-Islam 2: Muamalah dan Akhlak, CV. Bandung: Pustaka Setia. 

Mahmud, Ali Abdul Hamid. Akhlak Mulia. Jakarta: Gema Insani Press

M. Ali Hasan. 1978.Tuntunan Akhlak.Jakarta: Bulan Bintang.

Nata, Abuddin.2011.Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sudrajat, Ajad, dkk.2013.  Din Al-Islam. Yogyakarta: UNY Press.



Sertakan Sumber Artikel : http://gudangnews.info/#ixzz41nOpIXFe



MAKALAH MASUKNYA ISLAM DI NUSANTARA
Diposting oleh Aziz Husein pada 17:35, 15-Peb-15 • Di: Sejarah >>>SMA

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayahnya, makalah ini dapat diselesaikan. Shalawat dan Salam tetap kita curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, kepada sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya yang senantiasa menjalankan sunnah-sunnah beliau.
Tidak lupa penyusun ucapkan kepada Bapak/Ibu guru yang telah membimbing dan memberikan ilmunya kepada penyusun, dan juga teman-teman yang ikut menyumbang pikirannya sehingga makalah ini dapat diselesaikan.
Penyusun mohon kepada bapak/Ibu guru  khususnya, dan umumnya kepada para pembaca apabila menemukan kesalahan atau kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari segi bahasanya maupun isinya, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun kepada semua pembaca demi lebih baiknya makalah – makalah yang akan datang.


BAB I

Pendahuluan
1.1  Latar belakang

Pada masa kedatangan dan penyebaran Islam di Indonesia terdapat beraneka ragam suku bangsa, organisasi pemerintahan, struktur ekonomi, dan sosial budaya. Suku bangsa Indonesia yang bertempat tinggal di daerah-daerah pedalaman, jika dilihat dari sudut antropologi budaya, belum banyak mengalami percampuran jenis-jenis bangsa dan budaya dari luar, seperti dari India, Persia, Arab, dan Eropa. Struktur sosial, ekonomi, dan budayanya agak statis dibandingkan dengan suku bangsa yang mendiami daerah pesisir. Mereka yang berdiam di pesisir, lebih-lebih di kota pelabuhan, menunjukkan ciri-ciri fisik dan sosial budaya yang lebih berkembang akibat percampuran dengan bangsa dan budaya dari luar.

Proses Islamisasi di Indonesia
Dalam masa kedatangan dan penyebaran Islam di Indonesia, terdapat negara-negara yang bercorak Indonesia-Hindu. Di Sumatra terdapat kerajaan Sriwijaya dan Melayu; di Jawa, Majapahit; di Sunda, Pajajaran; dan di Kalimantan, Daha dan Kutai. Agama Islam yang datang ke Indonesia mendapat perhatian khusus dari kebanyakan rakyat yang telah memeluk agama Hindu. Agama Islam dipandang lebih baik oleh rakyat yang semula menganut agama Hindu, karena Islam tidak mengenal kasta, dan Islam tidak mengenal perbedaan golongan dalam masyarakat. Daya penarik Islam bagi pedagangpedagang yang hidup di bawah kekuasaan raja-raja Indonesia-Hindu agaknya ditemukan pada pemikiran orang kecil. Islam memberikan sesuatu persamaan bagi pribadinya sebagai anggota masyarakat muslim. Sedangkan menurut alam pikiran agama Hindu, ia hanyalah makhluk yang lebih rendah derajatnya daripada kasta-kasta lain. Di dalam Islam, ia merasa dirinya sama atau bahkan lebih tinggi dari pada orang-orang yang bukan muslim, meskipun dalam struktur masyarakat menempati kedudukan bawahan.

Proses islamisasi di Indonesia terjadi dan dipermudah karena adanya dukungan dua pihak: orang-orang muslim pendatang yang mengajarkan agama Islam dan golongan masyarakat Indonesia sendiri yang menerimanya. Dalam masa-masa kegoncangan politik, ekonomi, dan sosial budaya, Islam sebagai agama dengan mudah dapat memasuki & mengisi masyarakat yang sedang mencari pegangan hidup, lebih-lebih cara-cara yg ditempuh oleh orang-orang muslim dalam menyebarkan agama Islam, yaitu menyesuaikan dengan kondisi sosial budaya yang telah ada. Dengan demikian, pada tahap permulaan islamisasi dilakukan dengan saling pengertian akan kebutuhan & disesuaikan dengan kondisi masyarakatnya. Pembawa dan penyebar agama Islam pada masa-masa permulaan adalah golongan pedagang, yang sebenarnya menjadikan faktor ekonomi perdagangan sebagai pendorong utama untuk berkunjung ke Indonesia. Hal itu bersamaan waktunya dengan masa perkembangan pelayaran dan perdagangan internasional antara negeri-negeri di bagian barat, tenggara, dan timur Asia.

1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana sejarah islamisasi dan silang  budaya nusantara ?
1.3.Tujuan
Agar kita mengetahui  sejarah islamisasi dan silang  budaya nusantara










BAB II
Pembahasan

Penyebaran islam merupakan salah satu proses yang sangat penting dalam sejarah Indonesia dan juga paling tidak jelas sumbernya. Secara umum ada dua proses yang mungkin telah terjadi. Pertama, penduduk pribumi mengalami kontak dengan agama islam kemudian menganutnya. Kedua, orang-orang asing Asia yang telah memeluk agama islam tinggal secara tetap di suatu wilayah Indonesia .Ruang ligkup kajian sejarah islam, Indonesai sejak abad 14 sampai abad ke19 yang menjadi perhatian para sejarawan adalah bagaimana proses masuknya islam di Asia Tenggara termasuk nusantara, darimana asal islam, siapa yang membawa serta pengaruh yang dihasilkan akibat islamisasi tersebut. Banyak para ahli yang mengemukakan teori tentang kapan islam datang, dari mana asalnya, serta siapa pembawa islam tersebut. Berikut adalah beberapa teori yang di kemukakan oleh para ahli yang menjelaskan tentang darimana, siapa yang membawa, serta bukti yang ada tentang masuknya islam ke nusantara.
 Pijnappel mengemukakan bahwa asal islam adalah dari Gujarat/ Malabar, yang dibawa oleh Orang-orang yang bermadzhab syafi’i yang berimigarasi dan menetap di wilayah India. Snouck Hurgronje, menerangkan islam datang ke nusantara pada abad ke-12, yan berasal dari anak benua India, dan di bawa oleh Para pedagang yang sebagai perantara perdagangan Timur Tengah dengan nusantara datang ke dunia Melayu, kemudian di susul dengan orang-orang arab yang kebanyakan keturunan Nabi. Moquette, menerangkan bahwa islam berasal dari Gujarat, yang di bawa oleh Para pengimpor batu nisan dari gujarat dengan mengimpor batu nisan ini maka orang nusantara mengambil islam,

2.1  Proses Islamisasi di Nusantara
Menurut Hasan Muarif Ambary ada tiga tahap proses islami­sasi di Nusantara. Pertama, fase kehadiran para pedagang muslim (abad ke-1 sampai ke-4 H). Sejak permulaan abad Masehi kapal-kapal dagang Arab sudah mulai berlayar ke wilayah Asia Tenggara. Akan tetapi apakah ada data tentang masuknya penduduk asli ke dalam Islam? Meskipun ada dugaan bahwa dalam abad ke-1 sampai ke-4 H terdapat hubungan perkawinan antara pe­dagang muslim dengan penduduk setempat, sehingga mereka memeluk agama Islam. Pada abad ke 1-4 H / 7-10 M Jawa tidak disebut-sebut sebagai tempat persinggahan pedagang. Mengenai adanya makam Fatimah binti Maimun di Leran Gresik dengan angka tahun 475 H/1082 M bentuk maesan dan jiratnya menunjukkan pola gaya hias makam dari abad ke-16 M. Fatimi berpendapat bahwa nisan itu ditulis oleh orang Syiah dan ia bukan seorang muslim Jawa, tetapi seorang pendatang yang sebelumnya bermukim di timur jauh.
2.2.Proses Islamisasi di Sumatera
Aceh, daerah paling barat dari Kepulauan Nusantara, adalah yang pertama sekali menerima agama Islam. Bahkan di Acehlah kerajaan Islam pertama di Indonesia berdiri, yakni Pasai. Berita dari Marcopolo menyebutkan bahwa pada saat persinggahannya di Pasai tahun 692 H / 1292 M, telah banyak orang Arab yang menyebarkan Islam.
Adanya berita dari Marcopolo yang mengatakan bahwa ketika ia mengunjungi Sumatera penduduk Sumatera Utara beragama Hindu kecuali Ferlec yang sudah beragama Islam dan adanya batu nisan kubur di Aceh dengan nama Sultan Al Malik al-Saleh yang berangka tahun wafat 1297 M menandakan bahwa Islam sudah tumbuh dan berkembang di wilayah Sumatera. Adapun teori yang mengatakan Islam masuk Indonesia abad ke-7 M, tidak lebih realitas “masuknya” yang dibawa oleh para pedagang muslim karena dalam perjalanan pelayaran dagang mereka ke dan dari Cina selalu singgah
2.3.   Proses Islamisasi di Jawa
Sebelum berdirinya kerajaan-kerajaan Islam, di Jawa telah berdiri kerajaan-kerajaan Hindu dan kerajaan-kerajaan Budha yang cukup kokoh dan tangguh, bahkan sampai saat ini hasil peradabannya masih dapat disaksikan. Misalnya, candi Borobudur yang merupakan peninggalan Budha Mahayana dan kelompok candi Roro Jonggrang di desa Prambanan dan peninggalan-peninggalan lainnya yang tersebar di Jawa.Setelah agama Islam datang di Jawa dan Kerajaan Majapahit semakin merosot pengaruhnya di masyarakat, terjadilah pergeseran di bidang politik.
Menurut Sartono, islamisasi menunjukkan suatu proses yang terjadi cepat, terutama sebagai hasil dakwah para wali sebagai perintis dan penyebar agama Islam di Jawa. Di samping kewibawaan rohaniah, para wali juga berpengaruh dalam bidang politik, bahkan ada yang memegang pemerintahan. Otoritas kharismatis mereka merupakan ancaman bagi raja-raja Hindu di pedalaman.


 2.4. Persialangan Budaya di Nusantara
Indonesia secara tepat digambarkan Bung Karno sebagai “taman sari dunia”.  Sebagai “negara kepulauan” terbesar di dunia, yang membujur di titik strategis persilangan antarbenua dan antarsamudera, dengan daya tarik kekayaan sumberdaya yang berlimpah, Indonesia sejak lama menjadi titik-temu penjelajahan bahari yang membawa berbagai arus peradaban.

Menurut Denys Lombard (1996: I, 1), “Sungguh tak ada satu pun tempat di dunia ini—kecuali mungkin Asia Tengah—yang, seperti Nusantara, menjadi tempat kehadiran hampir semua kebudayaan besar dunia, berdampingan atau lebur menjadi satu.” Dia melukiskan adanya beberapa ‘nebula sosial-budaya’ yang secara kuat mempengaruhi peradaban Nusantara (secara khusus Jawa): Indianisasi, jaringan Asia (Islam dan China), serta arus pembaratan. 

Pengaruh Indianisasi (Hindu-Budha) mulai dirasakan pada abad ke-5, bersama kemunculan dua kerajaan yang terkenal, Kerajaan Mulawarman di Kalimantan Timur dan Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat sebagai pengikut setia Wisnu, yang kemudian berkembang secara luas dan dalam hingga seribu tahun kemudian (abad ke-15), terutama di Sumatra, Jawa dan Bali. Struktur konsentris kosmologi India berpengaruh pada mentalitas orang-orang di wilayah tersebut, terlebih di Jawa dan Bali, seperti tampak pada cara berfikir dan sistem tata susila, juga dalam upacara-upacara dan ungkapan seni. 

Pengaruh Islamisasi mulai dirasakan secara kuat pada abad ke-13, dengan kemunculan kerajaan-kerajaan Islam awal seperti Kerajaan Samudera-Pasai di sekitar Aceh. Dari ujung Barat Nusantara, pengaruh Islam secara cepat meluas ke bagian Timur meresapi wilayah-wilayah yang sebelumnya dipengaruhi Hindu-Budha, yang akselarasinya dipercepat justru oleh penetrasi kekuatan-kekuatan Eropa di Nusantara sejak abad ke-16. Kehadiran Islam membawa perubahan penting dalam pandangan dunia (world view) dan etos masyarakat Nusantara, terutama, pada mulanya, bagi masyarakat wilayah pesisir. Islam meratakan jalan bagi modernitas dengan memunculkan masyarakat perkotaan dengan konsepsi ‘kesetaraan’ dalam hubungan antarmanusia, konsepsi ‘pribadi’ (nafs, personne) yang mengarah pada pertanggungjawaban individu, serta konsepsi waktu (sejarah) yang ‘linear’, menggantikan konsepsi sejarah yang melingkar (Lombard, 1996: II, 149-242). 

Pengaruh China hampir bersamaan dan saling meresapi (osmosis) dengan pengaruh Islam, yang mulai dirasakan setidaknya sejak abad ke-14 (zaman Dinasti Ming di China), ketika imigran-imigran baru dari Fujian dan Guangdong tiba di Nusantara, dan segera membaur ke dalam struktur sosial-budaya yang ada tanpa hambatan berarti (Coppel, 1983). Kehadiran anasir China berperan penting dalam memperkenalkan dan mengembangkan teknik produksi berbagai komoditi (gula, arak dan lain-lain), pemanfaatan laut untuk perikanan, pembudidayaan tiram dan udang, dan pembuatan garam, pengadopsian teknik serta perlengkapan perdagangan, gaya hidup  (arsitektur, perhiasan, hiburan,  tontonan, beladiri, dan romannya), peran sosial-budaya klenteng serta keterlibatan ulama keturunan China dalam proses Islamisasi (Lombard, 1996: II, 243-337).  

Pengaruh pembaratan diperkenalkan oleh kehadiran Portugis pada abad ke-16, disusul oleh Belanda dan Inggris. Tetapi aktor utamanya tak pelak lagi adalah Belanda. Sejak kedatangan armada pertama Belanda di bawah pimpinan Cornelis de Houtman pada 1596, yang disusul oleh operasi ’Serikat Perseroan Hindia Belanda’ (VOC) sejak 1602, secara berangsur proses pembaratan mulai dirasakan. Dengan jatuhnya VOC pada tahun 1799,  hegemoni atas Hindia diserahkan dari ‘perusahaan-swasta-kolonial’ kepada imperium negara-kolonial. Negara kolonial Belanda mulai menancapkan pengaruhnya setelah kekuasaan sementara Inggris selama perang Napoleon (1811-1816). 

Sejak itu, sebagian besar kepulauan Nusantara secara berangsur dan berbeda-beda diintegrasikan ke dalam satu wilayah kekuasaan kolonial, yang mentransformasikan pusat-pusat kekuasaan yang terpencar ke dalam suatu negara kesatuan kolonial.  Intensifikasi proses pembaratan terjadi selama masa rezim ‘Liberal’ pada paruh kedua abad ke-19 yang dilanjutkan oleh rezim ‘Politik Etis’ pada awal ke-20 (Latif, 2005). 

Pengaruh pembaratan membawa mentalitas modern yang telah dibuka oleh pengaruh Islam menuju perkembangan yang lebih luas dan dalam. Pada bidang sosial-ekonomi, pengaruh Barat memunculkan sistem perkebunan, perusahaan dan perbankan modern, pemakaian besi, perkembangan angkutan, khususnya kereta api, dan pengobatan modern. Pada bidang sosial-politik, pengaruhnya dirasakan pada modernisasi tata-kelola negara dan masyarakat, klub sosial, organisasi, dan bahasa politik modern. Pada bidang sosial-budaya, pengaruhnya tampak pada kehadiran lembaga pendidikan dan penelitian modern, perkembangan tulisan latin, percetakan dan pers, dan gaya hidup (Lombard, 1996: I). 

Sedemikian ramainya penetrasi global silih berganti, sehingga Nusantara sebagai tempat persilangan jalan (carrefour) tidak pernah sempat berkembang tanpa gangguan dan pengaruh dari luar. Akan tetapi, seperti dikatakan oleh Denys Lombard (1996), situasi demikian tidak perlu dipandang sebagai kerugian. Posisi sebuah negeri pada persilangan jalan, pada titik pertemuan berbagai dunia dan kebudayaan, jika dikelola secara baik, mungkin dalam evolusi sejarahnya bisa membawa keuntungan, kalau bukan syarat untuk terjadinya peradaban agung. 

2.3. Bukti – Bukti Peninggalan Islam di Indonesia
·          Masjid Agung Banten (bangun beratap tumpang)
·         Masjid Demak (dibangun para wali)
·          Karya seni  atau kaligrafi  
·         Nisan Di Leran, Gresik (Jawa timur) terdapat batu nisan bertuliskan bahasa dan huruf Arab, yang memuat keterangan tentang meninggalnya seorang perempuan bernama Fatimah binti Maimun yang berangka tahun 475 Hijriah (1082 M);
·         Karya sastra
Karya sastra yang dihasilkan cukup beragam. Para seniman muslim menghasilkan beberapa karya sastra antara lain berupa syair, hikayat, suluk, babad, dan kitab-kitab.Bukti-bukti peninggalan syair yang ada di nusantara antara lain :
(a)    Syair Perahu,karya Hamzah Fanzuriyang hidup di aceh pada masa pemerintahan sultan Alaidin Riayat Syah Syidil Mukam II (1589-1604)),Syair ini berisi pengajaran tentang adap.
(b)   Syair Kompeni Walanda,yang di dalamnya berisitentang riwayat Nabi.
2.4..Salah satu contoh Silang Budaya Indonesia Tiongkok di Bidang Seni Musik

1.Gambang kromong terdapat banyak lagu Tionghoa. Perkembangan music itu erat kaitannya dengan warga Tionghoa di Jakarta pada abad ke 18 yang bernama Nie Fugong. Justru atas prakarsa Nie lah, Gambang Kromong telah menyerap irama lagu-lagu Tionghoa.
Kemudian, Gambang Kromong mengiringi tidak saja lagu-lagu lama Jakarta, tapi juga lagu-lagu baru. Gambang Kromong tak dapat dipisahkan pula dengan music lenong. Namun, Gambang Kromong semakin terdesak seiring bertambah besarnya pengaruh music barat. Kawula muda kurang menunjukan minat terhadap Gambang Kromong. Dan, instrument yang digunakan di samping gambang, yakni alat-alat music Tingkok lain seperti qin dan erhu (rebab berdawai dua) berangsur-angsur digantikan oleh alat-alat music barat, seperti bilao, bass, dan suling; kadang-kadang bahkan menggunakan saksofon, terompet dan alat-alat music barat lainnya.
2.Musik Ujung Pandang
3.Lagu Indonesia di gemari Rakyat Tiongkok
Pada masa kini, salah satu lagu Indonesia yang paling awal popular di tingkok adalah “Bengawan Solo” yang sangat merdu iramannya. Komponis lagu itu, Gesang ketikan berkunjung di Tiongkok pada tahun 1963 pernah memberikan bimbingan kepada musisi muda Tiongkok untuk memainkan music tersebut. Lagu ini sangat digemari rakyat Tiongkok.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Proses islamisasi tidak mempunyai awal yang pasti, juga tidak berakhir. Islamisasi lebih merupakan proses berkesinambungan yang selain mempengaruhi masa kini, juga masa yang akan datang.Islam telah dipengaruhi oleh lingkungannya, tempat Islam ber-pijak dan berkembang. Di samping itu, Islam juga menjadi tra-disi tersendiri yang tertanam dalam konteks
 Agama Islam juga membawa perubahan sosial dan budaya, yakni memperhalus dan memperkembangkan budaya Indonesia. Penyesuaian antara adat dan syariah di berbagai daerah di Indonesia selalu terjadi, meskipun kadang-kadang dalam taraf permulaan mengalami proses pertentangan dalam masyarakat. Meskipun demikian, proses islamisasi di berbagai tempat di Indonesia dilakukan dengan cara yang dapat diterima oleh rakyat setempat, sehingga kehidupan keagamaan masyarakat pada umumnya menunjukkan unsur campuran antara Islam dengan kepercayaan sebelumnya. Hal tersebut dilakukan oleh penyebar Islam karena di Indonesia telah sejak lama terdapat agama (Hindu-Budha) dan kepercayaan animisme.

Pada umumnya kedatangan Islam dan cara menyebarkannya kepada golongan bangsawan maupun rakyat umum dilakukan dengan cara damai, melalui perdagangan sebagai sarana dakwah oleh para mubalig atau orang-orang alim. Kadang-kadang pula golongan bangsawan menjadikan Islam sebagai alat politik untuk mempertahankan atau mencapai kedudukannya, terutama dalam mewujudkan suatu kerajaan Islam.


Daftar  Pustaka
.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modem (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,1991), him.
 Azyumardi Azra, Islam Nusantara: Jaringan Global dan Lokal (Bandung: Mizan, 2002) hlm.20-21
] P.A. Hosein Djadjadiningrat, “Islam di Indonesia”, dalam Kennet Morgan, ed., Islam Djalan Mutlak, terj. Abu Salamah, ddk. (Djakarta : PT. Pembangunan, 1963), hlm. 99-140

Buku Silang Budaya Tiongkok Indonesia – Prof Kong Yuanzhi
MANUSIA, AGAMA, DAN ISLAM

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas

Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengajar: Rosyidan.Djafar, S.Hi.










                                              Oleh:_ 
M.Nurhuda

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA

FAKULTAS ILMU KOMPUTER UNIVERSITAS  UYELINDO

KUPANG 2012


KATA PENGANTAR

 Puji syukur kehadirat Allah swt yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayahNya sehingga kami dapat menyelesaikan pengerjaan makalah yang berjudul ”Manusia,AgamadanIslam”. Makalah ini diajukan guna memenuh itu gas mata kuliah Pendidikan Agama Islam.

 Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.                                                       

Kami sebagai penyusun menyadari   bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat memberikan informasi dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.


                                                                                                   Kupang,26 Agustus 2012




                                                                                                                Penyusun















                                          DAFTAR ISI
COVER                                                                                                                           I

KATA PENGANTAR                                                                                                    II

DAFTAR ISI
                                                                                                                                        III
BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah                                                                                              3

B.Rumusan Masalah                                                                                                        3

C.Tujuan Penulisan Makalah                                                                                           4     

D. Manfaat Penulisan Makalah                                                                                       4

BAB II PEMBAHASAN

A.Landasan Teori                                                                                                            5

B.Pembahasan                                                                                                                 10

BAB III PENUTUPAN

A.Kesimpulan .                                                                                                               15

B.Saran                                                                                                                            16

DAFTAR PUSTAKA                                                                                                     17



                                            BAB I

                                   PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

 Manusia, Agama dan Islam merupakan masalah yang sangat penting, karena ketiganya mempunyai pengaruh besar dalam pembinaan generasi yang akan datang, yang tetap beriman kepada Allah dan tetap berpegang pada nila-nilai spiritual yang sesuai dengan agama-agama samawi (agama yang datang dari langit ataua gama wahyu).

 Agama merupakan sarana yang menjamin kelapangan dada dalam individu dan menumbuhkan ketenangan hati pemeluknya. Agama akan memelihara manusia dari penyimpangan, kesalahan dan menjauhkannya dari tingkah laku yang negatif. Bahkan agama akan membuat hati manusia menjadi jernih halus dan suci. Disamping itu, agama juga merupakan benteng pertahanan bagi generasi muda muslim dalam menghadapi berbagai aliran sesat.

Agama juga mempunyai peranan penting dalam pembinaan akidah dan akhlak dan juga merupakan jalan untuk membina pribadi dan masyarakat yang individu-individunya terikat oleh rasa persaudaraan, cinta kasih dan tolong menolong.

 Islam dengan berbagai ketentuannya dapat menjamin bagi orang yang melaksanakan hukum-hukumnya akan mencapai tujuan yang tinggi.

B.Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang masalah diatas,kami merumuskan masalah sebagai    berikut.

1.     Apakah keberagamaan merupakan kebutuhan fitri?

2.     Mengapa manusia perlu memeluk agama ?

3.     Mengapa islam merupakan agama yang sesuai dengan fitrah kemanusiaan ?

4.     Bagaimana islam sebagai agama yang lurus ?


C. Tujuan Penulisan Makalah

 Sejalan dengan rumusan masalah diatas,makalah ini disusun dengan tujuan untuk :

1.Memahami bahwa keberagamaan merupakan kebutuhan fitri

2.Menjelaskan sebab-sebab manusia perlu memeluk agama

3.Menguraikan mengapa Islam merupakan agama yang sesuai dengan fitrah     kemanusiaan

4.Mendeskripsikan Islam sebagai agama yang lurus


D.Manfaat Penulisan makalah
  
  Makalah ini disusun dengan harapan memberikan manfaat kepada pembaca tentang Manusia,

  Agama dan Islam. Semoga memberikan manfaat bagi penulis sendiri.
























                                                          BAB II




                                                         PEMBAHASAAN

A.    LandasanTeori

1.Pengertian Manusia  
Manusia  atau orang  dapat diartikan berbeda-beda menurut  biologis,rohani dan istilah kebudayaan, atau secara campuran .Secara biologis, manusia diklasifikasikan sebagai Homosapiens (BahasaLatin untuk manusia) sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi.Dalam hal kerohanian, mereka dijelaskan menggunakan konsep jiwa yang bervariasi dimana, dalam agama, dimengerti dalam hubungannya dengan kekuatan ketuhanan atau makhluk hidup.
Menurut   agama Islam itu sendiri ,manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling mulia diantara makhluk ciptaan-Nyayang lain,yang dipercaya untuk menjadi khalifah dimukabumi. DalamAl-qur’an,ada tiga kata yang digunakan untuk menunjukan kepada manusia. Kata yang digunakan adalah basyar, insane atau nasdanbani Adam. Kata basyar diambil dari kata yang berarti` penampakan sesuatu dengan baik dan indah’ .Dari kata basyarah yang artinya` kulit’ .Jadi, manusia disebut dengan basyar karena kulit nyata memperjelaskan dan berbeda dengan kulit binatang. Manusia secara bahasa disebut juga insane yang dalam bahasa arabnya, yang berasal dari kata nasi yang berarti lupa dan jika dilihat dari kata dasar al-uns yang berarti jinak . Kata insane dipakai untuk menyebut manusia, karena manusia memiliki sifat lupa dan jika artinya manusia selalu menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru disekitarnya.


 2.Pengertian Agama
Agama menurut bahasa sansekerta, agama berarti tidak kacau (a=tidak gama=kacau) dengan kata lain, agama merupakan tuntunan hidup yang dapat membebaskan manusia dari kekacauan. Didunia baratter dapat suatu istilah umum untuk pengertian agama ini, yaitu: religi, religie, religion, yang berarti melakukan suatu perbuatan dengan penuh penderitaan atau mati-matian ,perbuatan ini berupa usaha atau  sejenis  per ibadatan yang dilakukan  secara  berulang  ulang.
Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah system yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungan nya.
 Istilah lain bagi agama ini yang berasal dari bahasa arab, yaitu addiin yang berarti: hukum, perhitungan, kerajaan, kekuasaan, tuntutan, keputusan dan pembalasan. Kesemuanya itu memberikan gambaran bahwa “addiin” merupakan pengabdian dan penyerahan, mutlak dari seorang hamba kepada Tuhan penciptanya dengan upacara dan tingkah laku tertentu, sebagai manifestasi ketaat anter sebut (Moh.Syafaat,1965).
 Dan secara umum, Agama adalah suatu system ajaran tentang Tuhan, dimana penganut-penganut nya melakukan tindakan-tindakan ritual, moral atau social atas dasar aturan-aturan-Nya.Oleh karena itu suatu agama mencakup aspek-aspek sebagai berikut
a.     Aspek kredial, yaitu ajaran tentang doktrin-doktrin ketuhanan yang harus diyakini.
b.      Aspekritual, yaitu tentang tata cara berhubungan dengan Tuhan, untuk minta perlindungan dan pertolongan-Nya atau untuk menunjuk kan kesetiaan dan penghambaan
c.       Aspek moral ,yaitu ajaran tentang aturan berperilaku dan bertindak yang benar dan baik bagi individu dalam kehidupan.
d.     .Aspeksosial, yaitu ajaran tentang aturan hidup bermasyarakat.
                                                                                                                 

Asal-usul terbentuk dan berkembangnya suatu agama dapat dikategorikan kedalam tiga jenis , yaitu:

a.      Agama  yang muncul dan berkembang dari perkembangan budaya suatu masyarakat disebut dengan Agama Budaya  atau Agama Bumi (dalam bahasa Arab disebut Ardli) , seperti Hindu, Shinto, atau agama-agama primitive dan tradisional.
B.     Agama yang disampaikan oleh orang-orang yang mengaku mendapat wahyu dari Tuhan disebut agama wahyu atau agama langit( dalam bahasa Arab langit disebut samawi) ,seperti Yahudi, Nasrani danI slam.
c.      Agama yang berkembang dari pemikiran seorang  filosof besar.

Dia memiliki pemikiran-pemikiran yang mengagumkan tentang konsep-konsep kehidupan sehingga banyak orang yang mengikuti pandangan hidup nya dan kemudian

Melembaga sehingga menjadi kepercayaan dan ideology bersama suatu masyarakat. Agama semacam ini dinamakan sebagai agama filsafat, seperti Konfusianisme (Konghucu), Taoisme, Zoroaster atau Budha.

3. Pengertian Islam
Islam secara etimologis (lughawy) berasal dari tiga akar kata salam yang artinya damai atau kedamaian, salamah yang artinya keselamatan, aslama yang artinya berserah diri atau tunduk patuh. Sementara agama Islam dapat di definisikan sebagai suatu system ajaran ketuhanan yang berasal dari Allah swt, yang diturunkan kepada ummat manusia dengan wahyu melalui perantaraan Nabi Muhammad saw. Sebagai pedoman hidup manusia di dunia yang berisi peraturan perintah dan larangan agar manusia memperoleh kebahagaian di dunia dan di akhirat kelak.

B.     Pembahasan1.

Manusia sebagai Kebutuhan Fitri Manusia terdiri dari dimensi fisik dan non fisik. Dimensi non fisik, yaitu jiwa (psyche), fikiran (ratio), dan rasa (sense). Rasa yang dimaksud adalah kesadaran manusia akan kepatuhan (senseofethic), keindahan (senseofaesthetic), dan kebertuhanan (senseoftheistic). Rasa kebertuhanan (senseoftheistic) adalah perasaan pada diri seseorang yang menimbulkan keyakinan akan adanya sesuatu yang maha kuasa di luar dirinya (transcendence) yang menentukan segala nasib yang ada. Keyakinan akan adanya Tuhan di capai oleh manusia melalui tiga pendekatan, yaitu:

a. Material experien ceofhumanity. Membuktikan adanya Tuhan melalui kajian terhadap fenomena alam semesta.
b. Inner experien ceofhumanity. Membuktikan adanya Tuhan melalui kesadaran bathiniyyah dirinya.

c. Spiritual experien ceofhumanity. Membuktikan Tuhan di dasarkan pada wahyu yang di turunkan oleh Tuhan melalui Rasul-Nya. 2. Sebab-sebab manusia perlu memeluk agama Manusia perlu memelukan agama sebab di samping manusia memiliki berbagai kesempurnaan, manusia juga memiliki kekurangan. Hal ini antara lain di gunakan oleh kata Al-Nafs menurut Quraish Shihab. Bahwa dalam pandangan Al-Qur’an Nafs di ciptakan Allah dalam keadaan sempurna yang berfungsi menampung serta mendorong manusia berbuat kebaikan dan keburukan, dan karena itu sisi dalam manusia inilah yang oleh Al-Qur’an dianjurkan untuk di beri perhatian lebih besar. Sebagai mana firman Allah swt. Yang berbunyi: ﻓﺠﻮﺮﻫﺎﻮﺗﻗﻭﻫﺎﻓﺎﻟﻬﻣﻬﺎﻮﻣﺎﺴﻭﻫﺎﻮﻧﻓﺲArtinya: “Demina serta demi penyempurna ciptaan, Allah mengilhamkan kepadanya kefasikan dan ketaqwaan”. (QS.Al-Syams:78) Faktor lain yang menyebabkan manusia memerlukan agama adalah karena manusia dalam kehidupanya senantiasa menghadapi berbagai tantangan, baik yang datang dari luar maupun yang datang dari dalam. Tantangan dari dalam berupa dorongan hawa nafsu dan bisikan setan. Sedangkan yang datang dari luar dapat berupa rekayasa dan upaya-upaya yang di lakukan manusia yang secara sengaja berupa ingin memalingkan manusia dari Tuhan. Mereka dengan rela mengeluar kabiaya, tenaga dan fikiran yang dimanifestasikan dalam berbagai bentuk kebudayaan yang di dalamnya mengandung misi menjauhkan manusia dari Tuhan. Allah berfirman dalam Al-Qr’ an SuratAl-Anfal: 36 Yang artinya: “sesungguh ya orang-orang yang kafir itu menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah”. (QS.Al-Anfal:36) Orang-orang kafir itu sengaja mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk mereka gunakan agar orang-orang mengikuti keinginannya. Barbagai bentuk budaya, hiburan, obat-obat terlarang dan lain sebaginya di buat dengan sengaja. Untuk itu, upaya membatasi dan membentengi manusia adalah dengan mengajar mereka agar taat menjalankan agama
Godaan dan tantangan hidup demikian itu, saat ini meningkat, sehingga uapaya mengagamakan masyarakat menjadi penting


3. Islam sebagai agama yang sesuai dengan fitrah kemanusian Islam adalah suatu system ajaran ketuhanan yang berasal dari Allah SWT, di turunkan kepada ummat manusia dengan wahyu melalui perantaraan Nabi Muhammad saw. Sebagai agama yang datang dari Tuhan yang menciptakan manusia sudah tentua jaran Islam akan selaras dengan fitrah kejadian manusia. Fitrah dalam arti pembawaan asal manusia secara umum sejak kelahiran (bahkan sejak awal penciptaan) dengan segala karakteristiknya yang masih bersifat potensial atau masih berupa kekuatan tersembunyi yang masih perlu di kembangkan dan di arahkan oleh ikhtiar manusia baik fitrah yang berkaitan dengan dimensifisik atau non fisik, yaitu akal, nafsu, perasaan dan kesadaran (qalb) dan ruh. Kenyataan bahwa manusia memiliki fitrah keagamaan tersebut buat pertamakali ditegaskan dalam ajaran Islam. Yakni bahwa agama adalah kebutuhan fitrah manusia sebelumnya. Manusia belum mengenal kenyataaan ini. Baru masa ini, muncul beberapa orang yang menyerukan dan mempopulerkannya dalam keagamaan yang ada dalam diri manusia inilah yang melatarbelakangi perlunya manusia memeluk agama. Sebagai mana firman Allah yang berbunyi:
                               ﻓﺄﻗﻢﻭﺠﻬﻚﻠﻠﺪﻳﻦﺣﻧﻳﺎﻓﻄﺭﺓﺍﻟﻟﻪﺍﻟﺗﻰﻓﻄﺮﺍﻟﻧﺎﺲﻋﻠﻳﻬﺎ
Artinya: “Hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia sesuai dngan fitrah itu”. (QS.Ar-Rum:30). Adanya potensi fitrah agama yang terdapat pada manusia tersebut dapat pula di analisis melalui istilah Ihsan yang di gunakan Al-Qur’ an untuk menunjukan manusia. Mengacu kepada informasi yang di berikan Al-Qur’an, Musa Asy’ ari sampai pada suatu kesimpulan, bahwa manusia Ihsan adalah manusia yang menerima pelajaran dari tuhan tentang apa yang tidak diketahuinya. Melalui uraian tersebut di atas dapat kita simpulkan bahwa dalam diri manusia sudah terdapat potensi untuk beragama. Potensi beragama ini memerlukan pembinaan, pengarahan, dan seterusnya dengan mengenal agama kepadanya. Dengan arahan ajaran Islam, fitrah kemanusia anakan membawa manusia ke arah kebaikan dan ke selamatan baik bagi dirinya maupun bagi orang lain.

4. Islam Sebagai Agama yang Lurus Islam merupakan agama yang lurus karena islam sebagai hidayah (petunjuk) dalam kehidupan umat manusia sebagai mana firman Allah dalam surat Al-Baqarah : 38) “Nanti akan Aku berikan kepadamu petunjuk (dalam menempuh kehidupan). Barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku tersebut, niscaya mereka tidak akan di timpa rasa khawatir dan takut (dalam kehidupan) dan tidak akan bersedih hati ”. (Q.SAl-Baqarah:38)

A. Hidayah Allah untuk manusia Hidayah secara istilah Islam berarti ‘Petunjuk yang di berikan oleh Allah pada makhluk hidup agar mereka sanggup menghadapi tantangan kehidupan dan menemukan solusi (pemecahan)‘ bagi persoalan hidup yang di hadapinya’. Oleh karena itu hidayah merupakan alat bantu yang di berikan oleh Allah kepada makhluk hidup untuk mempermudah menjalani kehidupannya

Ada 4 tingkat hidayah yang di berikan oleh Allah swt. Kepada manusia, yaitu:

1) Hidayah ghariziyah (bersifat instinktif), yaitu petunjuk untuk kehidupan yang di berikan oleh Allah swt. Bersamaan dengan kelahiran berupa kemampuan untuk menghadapi kehidupan, sehingga sanggup untuk bertahapan hidup (fungsi survival).

2) Hidayah hissiyyah (bersifat indrawi), yaitu petunjuk berupa kemampuan indera dalam menangkap citra lingkungan hidup, sehingga ia dapat menentukan lingkungan mana yang sesuai dengannya sehingga menemukan kenyamanan dalam menjalani kehidupan secara fisikal (fungsi adaptif).

3) Hidayah aqliyyah (bersifat intelektual)
 yaitu petunjuk yang di berikan oleh Allah swt. Berupa kemampuan berfikir dan menalar, yaitu mengolah segala informasi yang di tangkap melalui indera. Dengan kemampuan ini manusia memiliki kemampuan mengembangkan ilmu pengetahuan sehingga dapat memanipulasi dan mereka yang  salingkungan untuk menciptakan kemudahan, kesejahteraan dan kenyamanan hidupnya (fungsi developmental atau pengembangan hidup).

4) Hidayah diniyyah (berupa ajaran agama)
 yaitu petunjuk yang di berikan Allah swt. Kepada manusia berupa ajaran-ajaran praktis untuk di terapkan dalam meniti kehidupan secara individual dan menata kehidupan secara komunal, bersama-sama orang lain, sehingga manusia mendapatkan kebahagiaan dan kenikmatan hakiki dan ketenangan batin dalam menjalani kehidupannNYA.

Hidayah ketiga dan ke empat ini hanya di berikan kepada umat manusia dengan kedua jenis hidayah inilah manusia berbeda dengan makhluk hidup lainnya. Dengan hidayah aqliyyah (kemampuan intelektual), manusia menjadi berbeda secara signifikan bila di bandingkan dengan binatang (demikian juga dengan jin dan malaikat). Dan dengan hidayah diniyyah (petunjuk agama), manusia dapat meningkatkan spirituallitasnya dan mencapai ketingkat yang lebih tinggi dari malaikat sekali pun



b.     ISLAM, Satu-satunya hidayah diniyyah

Untuk membimbing manusia dalam meniti dan menata kehidupan, Allah menurunkan agamanya sebagai pedoman yang harus dijadikan referensi dalam menetapkan setiap keputusan, dengan jaminan ia akan terbebas dari segala kebingungan dan kesesatan. Firman Allah yang terjemahannya: “Nanti akan Aku berikan kepadamu petunjuk (dalam menempuh kehidupan). Barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku tersebut, niscaya mereka tidak akan di timpa rasa khawatir dan takut (dalam kehidupan) dan tidak akan bersedih hati”.(Q.SAl-Baqarah:38). Dan Allah swt. Menegaskan bahwa satu-satunya hidayah yang benar yang Iaridhoi itu adalah agama islam.“Sesungguhnya agama disisi Allah hanyalah ISLAM”.“ Pada hari ini Aku lengkapkan bagimu agama mu dan Aku sempurnakann hikmat-Ku kepadamu. Dan Aku ridhoi Islam sebagai agamamu.


c.      Agama islam, dapat berperan dan berfungsi bagi manusia yang dapat dikembangkan oleh setiap individu, sebagai berikut:

1. Pemberi makna bagi perbuatan manusia.
2. Alat control bagi perasaan dan emosi.
3. Pengendali bagi hawa nafsu yang terus berkembang.
 4. Pemberi reinfor cement (dorongan penguat) terhadap kecenderungan berbuat baik pada manusia.
5.Penyeimbang bagi kondisi psikis yang berkembang


























BAB III

 PENUTUP


A. KESIMPULAN

Sehingga dapat di simpulkan bahwa agama sangat di perlukan oleh manusia sebagai pegangan hidup sehingga ilmu dapat menjadi lebih bermakna, yang dalam hal ini adalah Islam. Agama Islam adalah agama yang selalu mendorong manusia untuk mempergunakan akalnya memahami ayat-ayat kauniyah (Sunn atu llah) yang terbentang di alam semesta dan ayat-ayatqur’aniyah yang terdapat dalam Al-Qur’an, menyeimbangkan antara dunia dan akherat. Dengan ilmu kehidupan manusia akan bermutu, dengan agama kehidupan manusia akan lebih bermakna, dengan ilmu dan agama kehidupan manusia akan sempurna dan bahagia.




















B.SARAN

Kita sebagai manusia hendaknya berpegang teguh pada nilai-nilai keagamaan.



















                                          
















                                             DAFTAR PUSTAKA


Tim Dosen Pendidikan Agama Islam UPI, 2009, Islam Tuntunan dan Pedoman Hidup, Value Press, Bandung Website:http:www.google.comhttp:www.anakciremai.comhttp:www.sarjoni.wordpress.com





MAKALAH AGAMA ISLAM TENTANG SUMBER AGAMA DAN AJARAN ISLAM
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan pembuatan tugas makalah diskusi PAI dengan judul Sumber Agama dan ajaran islam.
Sholawat serta salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, karena beliaulah satu-satunya Nabi yang mampu mengubah dunia dari zaman kegelapan menuju zaman terang benderang yakni agama islam.
Makalah ini disusun dan diuraikan secara efektif dengan landasan pengetahuan yang diambil dari buku panduan untuk menambah wawasan, kemudian makalah ini disusun berdasarkan hasil diskusi masing-masing anggota kelompok yang dijilid menjadi satu kedalam bentuk makalah.
Kiranya makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan oleh karena itu kami menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun demi perbaikan isi dari makalah ini.
Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan kepada pembaca serta mendapat ridho Allah.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 1
BAB II PEMBAHASAN 2
A. Al-Qur’an : Isi dan Sistematikanya 2
B. Al-aHadits : Arti dan Fungsinya 4
C. Rakyu atau Akal Pikiran yang dilaksanakan dengan Ijtihad 5
BAB III PENUTUP 6
A. Kesimpulan 6
B. Saran 6
DAFTAR PUSTAKA 7
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam makalah ini kami akan membahas :
1. Al-Qur’an : isi dan sistematikanya.
2. Hadits : arti dan fungsinya.
3. Rakyu / akal pikiran yang dilaksanakan dengan istihad.
B. Tujuan
Harapan dari kami dalam penyusunan makalah ini mudah-mudahan kita semua bisa mengetahui dan mendapat ilmu serta bermanfaat dan mendapat Ridho dari Allah.
BAB II
PEMBAHASAN
SUMBER AGAMA DAN AJARAN ISLAM
A. AL-QUR’AN : ISI DAN SISTEMATIKANYA
Al-Qur’an diturunkan oleh Allah yang disampaikan melalui malaikat jibril kepada Nabi Muhammad sedikit demi sedikit selama 22 tahun, 2 bulan, 22 hari di Mekah. Kemudian di Madinah yang terbagi menjadi 30 jus, 114 surrah lebih dari 6.000 ayat, 74.499 kata / 325.345 huruf.
Al-Qur’an tidak disusun secara kronologis lima ayat pertama diturunkan di Gua Hiro pada malam 17 ramadhan pada tahun pertama sebelum hijrah/ pada malam nuzulul qur’an ketika Nabi berusia 40-41 tahun, sekarang terletak pada surat al-alaq 1-5. Ayat terakhir diturunkan di padang arafah ketika Nabi Muhammad berusia 63 tahun pada tanggal 9 zulhijah kini terletak di Surat Al-maidah ayat 3.
Ayat yang turun di Mekah disebut Makiah dan Surat yang turun di Madinah disebut Madaniah. Ciri-cirinya adalah :
1. Ayat-ayat Makiah pada umumnya pendek-pendek, ayat-ayat Madaniah pada umumnya panjang-panjang.
2. Ayat Makiyah dimulai dari kata yang ayyuhannas dan pada ayat Madaniah pada umumnya di mulai dari kata ya ayyuhallazina amanu.
3. Ayat Makiah pada umumnya mengenai tauhid, hari kiamat, akhlak dan kisah-kisah umat manusia, sedangkan Madaniah Memuat soal hukum-hukum, keadilan, masyarakat, dsb.
4. Ayat-ayat Makiah diturunkna selama 12 tahun 13 hari, sedangkan Madaniah selama 10 tahun 2 bulan 9 hari.
Makusd sistematik dalam penyusunan al-qur’an adalah agar orang yang mempelajari dan memahami al-qur’an sebagai satu kesatuan yang harus ditaati pemeluk agama islam secara keseluruhan tanpa memilah-milah yang satu dengan yang lain.
Dapatlah disimpulkan bahwa al-qur’an yang turun sedikit demi sedikit selama 22 tahun 22 hari 2 bulan.
Isinya antara lain :
1. Petunju mengenai aqidah yang harus diyakini manusia.
2. Petunjuk mengenai syari’ah
3. Petunjuk mengenai akhlak
4. Kisah-kisah manusia di masa lampau.
5. Berita-berita tentang zaman yang akan datang.
6. Benih dan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan.
7. Hukum yang berlaku bagi alam semester.
Menurut S.H. Nasr. sebagai pedoman abadi al-qur’an, mempunyai 3 jenis petunjuk bagi manusia. Petunjuk itu adalah :
1. Ajaran tentang susunan alam semesta dan posisi manusia didalamnya disamping itu pula ajaran tentang akhlak / moral serta hukum yang mengatur kehidupan manusia sehari-hari serta pembahasan tentang kehidupan di akhirat.
2. Al-Qur’an berisi tentang ringkasan sejarah manusia, rakyat biasa, raja-raja, orang-orang suci, para Nabi sepanjang zaman, dan segala cobaan yang menimpa mereka.
3. Al-Qur’an berisi sesuatu yang sulit dijelaskan dalam bahasa modern.
Dari uraian diatas jelas bahwa al-qur’an adalah sumber agama sekaligus sumber ajaran islam posisinya sentral bukan hanya dalam perkembangan dan pengembangan ilmu-ilmu keislaman tapi juga sebagai inspirator, pemandu gerakan umat sepanjang sejarah.
Oleh karena al-qur’an memuat Wahyu Allah maka untuk dapat dipahami dengan baik perlu penjelasan melalui penafsiran. Penafsiran merupakan proses pembuatan menafsirkan penafsiran al-qur’an dilakukan dengan menggunakan berbagai metode diantaranya.
1. Metode Ma’tsur
2. Metode penalaran dibagi menjadi
a. Metode tahlili (analisis)
b. Metode maudu’r (tematik)
Prof Al-Farmawi seperti yang dikutip M. Quraish Shihab mengemukakan langkah dalam menetapkan metode maudu’i / tematik/ tauhidi itu. Langkah-langkah itu adalah :
a. Menetapkan topik / tema masalah yang akan dibahas.
b. Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan tema
c. Menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya
d. Memahami kolerasi
e. Menyusun pembahasan dalam satu kerangka yang sempurna
f. Melengkapi pembahasan dengan hadis dan sunah yang relevan dengan pokok bahasan
g. Mempelajari ayat-ayat itu dengan keseluruhan.
Metode tematik mempunyai keistimewaan antara lain :
a. Menghindari kelemahan yang melekat pada metode ini.
b. Menafsirkan ayat dengan alat / hadits nabi merupakan cara menafsirkan al-qur’an yang terbaik.
c. Mudah dipahami
d. Membuktikan bahwa tidak ada ayat yang bertentangan dalam al-qur’an sekaligus membuktikan bahwa ayat-ayat al-qur’an sejalan dengan ilmu pengetahuan yang berkembang di masyarakat.
B. AL-HADITS : ARTI DAN FUNGSINYA
Perkataan hadits menurut pengertian kebahasaan adalah berita / sesuatu yang baru, dalam ilmu hadits istialh tersebut berarti perkataan perbuatan dan sifat nabi dian tanda setuju (taqrir)
Ada 3 peranan al-hadits disamping al-qur’an sebagai sumber agama dan ajaran islam.
1. Menegaskan lebih lanjut ketentuan yang terdapat di dalam al-qur’an.
2. Sebagai penjelasan isi al-qur’an
3. Menambahkan / mengembangkan sesuatu yang tidak ada / samar-samar ketentuannya di dalam al-qur’an.
Akhir ini, kata S.H. Nash oleh para penulis barat dan pengikutnya di kalangan muslim dilancarkan serangan terhadap as-sunah yang menjadi salah satu sumber agama dan ajaran islam. Tidak ada serangan yang lebih berat terhadap islam selain dari serangan ini yang ditunjukkan pada salah satu landasan islam, yang bisa menimbulkan akibat yang lebih berbahaya dari serangan fisik.
Melalui kitab-kitab hadits yang memuat Sunah Rasulullah dikalangan Sunni terkenal Al-Kutub as-sittah. Kumpulan bukhari, muslim, ibnu majah, abu dawud, at tarmizi dan nasa’i orang muslim mengenal nabi dan isi al-qur’an, tanpa sunah sebagian besar isi al-qur’an akan tersembunyi dari mata manusia.
Di dalam pembahasan tentang al-hadits ini perlu ditegaskan perlu adanya ucapan nabi yang disebut hadits Qudsi yang tidak menjadi bagian al-qur’an tetapi didalamnya tuhan berbicara melalui nabi disampaikan dengan kata-kata sendiri. Meskipun hadits qudsi jumlahnya sedikit tapi peranannya sangat penting sehingga menjadi dasar kehidupan spiritual islam bersama dengan beberapa surat tertentu di dalam al-qur’an. Hadits kudsi berisi kebanyakan tentang hubungan langsung antara manusia dan tuhan.
C. RAKYU / AKAL PIKIRAN YANG DILAKSANAKAN DENGAN ITTIHAD
Menurut ajaran islam manusia dibekali allah dengan berbagai perlengkapan yang sangat berharga antara lain akal, kehendak, dan kemampuan untuk berbicara.
Sebagai sumber ajaran yang ketiga, kedudukan akal pikiran manusia yang memenuhi syarat penting sekali dalam ajaran islam.
Menurut sistem al-ahkam al-khamsah ada lima kemungkinan penilaian mengenai benda dan perbuatan manusia. Penilaian itu menurut Hazairin mulai dari Jaiz / Mubah. Jaiz adalah ukuran penilaian / kaidah kesusilaan pribadi, sunah dan makruh adalah ukuran penilaian bagi hidup kesusilaan (akhlak) masyarakat wajib dan haram. Adalah ukuran penilaian / kaidah / norma bagi lingkungan hukum duniawi.
Diagram dibawah ini menggambarkan permasalahan tentang perbuatan-perbuatan manusia.
Untuk menjelaskan diagram diatas kita ambil contoh pada pernikahan. Menurut pendapat (sebagian) Sarjana Hukum Islam kaidah asal melakukan pernikahan itu Jaiz / boleh / halal. Menjadi sunah apabila wanita dan pria telah mencapai umur yang ditetapkan Undang-Undang perkawinan Indonesia dan menjadi wajib apabila telah berumur lebih dari 30 tahun. Misalnya dan Rizki yang diperoleh sudah mampu. Agar terhindar dari Zina dan menjadi makruh kalau illat melakukan pernikahan berubah misalnya dipandang dari segi pertumbuhan telah mencukupi tapi kemampuan mencari rizki belum mencukupi yang dilakukan akan menyakiti rumah tangga nanti dan akan menjadi haram apabila niat pernikahan itu hanya untuk menyakiti.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari seluruh kesimpulan diatas bisa ditarik kesimpulan :
Sumber Ajaran Agama Islam ada tiga
a. Al-Qur’an
b. Al-Hadits
c. Rakyu Fikiran
• Ketiga-tiganya merupakan satu rangkaian kesatuan dengan urutan keutamaan yang telah mantap tidak dapat diubah-ubah.
• Al-Qur’an berisi wahyu dan al-hadits memuat al-hadits/sunah merupakan sumber utama yakni rakyu / akal pikiran merupakan tambahan dari sumber pengembangan.
• Al-Hakam, Al-Khamsyah adalah lima ukuran penilaian yang disebut norma / kaidah dalam ajaran islam.
B. SARAN
Hendaknya para mahasiswa bersungguh-sungguh dalam mempelajari sumber agama dan ajaran islam agar tau kandungan isi yang dipelajari.
DAFTAR PUSTAKA
Prof Ali, Mohammad Daud, SH : Pendidikan Agama Islam, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2005



contoh makalah islam sebagai pedoman dan pandangan hidup


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB I  PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
1.2  Rumusan Masalah
BAB II  PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Islam
2.2 Pengertian Pandangan & Pedoman Hidup
2.3 Islam Sebagai Pandangan Hidup
2.4 Islam Sebagai Pedoman Hidup
2.4.1          Keyakinan / Aqidah ( Al-I’tiqodi)
2.4.2          Akhlak (al-akhlaqi)
2.4.3          Perasaan (asy-syu’uri)
2.4.4          Pendidikan (at-tarbawi)
2.4.5          Sosial (Al-ijtima’i)
2.4.6          Politik (as-siyasi)
2.4.7          Ekonomi (muamalah)
2.4.8          Militer (al-’askari)
2.4.9          Peradilan (al-jina-i)
BAB III  PENUTUP
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA




KATA PENGANTAR

Hanya bagi Allah segala puji syukur kita panjatkan karena atas hidayah dan petunjuk-Nya kita berada di atas jalan lurus (ash-shiraatal mustaqiim) ini, yaitu dienul Islam. Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpah kepada uswah kita yang telah menyampaikan risalah kebenaran, Rasulullah Muhammad SAW, juga bagi keluarga, sahabat, dan seluruh umatnya hingga akhir zaman nanti.
Makalah yang berjudul Islam Sebagai Pedoman dan Petunjuk Hidup Manusia ini penyusun rangkai sebagai tugas pokok pada mata kuliah  Ilmu Kalam. Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Kami sebagai penyusun menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan informasi dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua



BAB I 
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Sebagai ajaran yang sempurna, Islam merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan tidak dapat diambil sebagian saja dengan meninggalkan yang lain. Islam mengkombinasikan antara kepentingan dunia dan akhirat. Maka keliru, orang yang berpendapat bahwa Islam hanyalah agama yang berkaitan dengan masalah ritual saja, sebab Islam adalah suatu sistem yang komprensif dan mencakup seluruh aspek kehidupan. Islam mengatur keharmonisan antara materiil dan sprirituil, serta ibadah dan mu’amalat untuk kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat. Keliru dan jahil pulalah orang-orang yang berkeyakinan bahwa Islam tidak memiliki aturan-aturan hukum selain aqidah dan ibadah seperti ekonomi, politik, kemasyarakatan (ketatanegaraan) dan lain-lain.
Kita harus yakin bahwa Allah menjamin adanya aturan yang mencakup semua fenomena kehidupan. Sebagaimana firman Allah SWT :
...وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ...
Artinya: “…dan Kami turunkan al-Kitab (al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu….” (Q.S. an-Nahl/ 16: 89).
            Menurut Dr.Husein Syahatah (2001:2), Al-Sunnah juga merupakan sumber hukum syari’ah kedua juga menjelaskan cara-cara mengikuti kitab Allah (Al-Qur’an) yang merupakan petunjuk untuk mewujudkan kehidupan yang aman dan tentram bagi manusia di dunia maupun akhirat.

1.2  Rumusan Masalah
Permasalahan yang kami kemukakan dalam makalah ini antara lain
1. Bagaimana cara agama Islam dalam menjadikan Islam sebagai pandangan hidup ?
2. Bagaimana beribadah dalam Islam ?
3. Apa saja nilai-nilai ajaran agama Islam sebagi pedoman hidup, beribadah dan  bermasyarakat?





BAB II 
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Islam
Islam (Arab: al-islām, الإسلام : "berserah diri kepada Tuhan") Adalah agama wahyu yang berintikan tauhid atau keesaan Tuhan yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad Saw sebagai utusan-Nya yang terakhir dan berlaku bagi seluruh manusia, di mana pun dan kapan pun, yang ajarannya meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Dengan lebih dari satu seperempat miliar orang pengikut di seluruh dunia, menjadikan Islam sebagai agama terbesar kedua di dunia setelah agama Kristen. Islam memiliki arti "penyerahan", atau penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan (Arab: الله, Allāh). Pengikut ajaran Islam dikenal dengan sebutan Muslim yang berarti "seorang yang tunduk kepada Tuhan", atau lebih lengkapnya adalah Muslimin bagi laki-laki dan Muslimat bagi perempuan. Islam mengajarkan bahwa Allah menurunkan firman-Nya kepada manusia melalui para Nabi dan Rasul utusan-Nya, dan meyakini dengan sungguh-sungguh bahwa Muhammad adalah nabi dan rasul terakhir yang diutus ke dunia oleh Allah.

2.2 Pengertian Pandangan & Pedoman Hidup
Setiap manusia pasti mempunyai pandangan hidup. Pandangan hidup bersifat kodrati, karena itu ia akan menentukan masa depan seseorang. Pandangan hidup artinya pendapat atau pertimbangan yang dijadikan pegangan, pedoman, arahan serta petunjuk hidup di dunia. Pendapat atau pertimbangan itu merupakan hasil pemikiran manusia berdasarkan pengalaman sejarah seseorang menurut waktu dan tempat hidupnya. Dengan demikian pandangan hidup itu bukanlah timbul sekita atau dalam waktu yang singkat saja, melainkan melalui proses waktu yang cukup lama dan terus-menerus, sehingga hasil pemikiran itu dapat diuji kenyataannya. Sehingga hasil pemikiran itu dapat diterima oleh akal, dan diakui kebenarannya. Atas dasar ini manusia menerima hasil pemikiran itu sebagai pegangan, pedoman, arahan, atau petunjuk yang disebut pandangan hidup.

2.3 Islam Sebagai Pandangan Hidup
Cara manusia memandang dan mensikapi apa yang terdapat dalam alam semesta bersumber dari beberapa faktor yang dominan dalam kehidupannya. Faktor itu boleh jadi berasal dari kebudayaan, filsafat, agama, kepercayaan, tata nilai masyarakat atau lainnya. Islam mempunyai cara pandangnya sendiri terhadap segala sesuatu.
Sejak dulu, umat Islam dalam memahami ajaran Islam tak pernah surut. Segala potensi dan metodologis digunakan untuk memberi jalan kemudahan mengenal Islam dari berbagai sudut dimensi. Singkatnya, banyak jalan bagaimana memahami Islam secara utuh dan komprehensif. Islam adalah denyut nadi yang mensejarah sepanjang peradaban manusia. Sampai kapan pun, Islam tak akan pernah kering dari perhatian orang. Studi-studi agama menempatkan Islam sebagai kajian menarik yang dilakukan setiap orang. Lebih dari itu, kini Islam di Barat menjadi perhatian orang-orang yang tengah kehilangan pegangan hidup yang pasti. Tidak sedikit, orang Barat tertarik mempelajari Islam, bahkan memeluknya sebagai pegangan hidup.
Intensitas pengkajian terhadap Islam sungguh di luar dugaan. Tidak saja di pesantren-pesantren, sebagai basis mendalami ajaran Islam, melainkan di perguruan tinggi ramai mempelajari Islam. Meski ajaran Islam terkesan doktriner dan final, tetapi justru membuat banyak orang tertarik melakukan pengkajian terhadapnya. Cara pandang seseorang pun bisa berbeda, orang awam berbeda dengan kaum cendikiawan, orang kaya berbeda dengan orang miskin, politikus berbeda dengan ekonom, dan begitu seterusnya.
Memang, dari dulu ajaran Islam tetap sama. Namun setiap kepala orang dapat berbeda dalam mengartikulasikan Islam. Hal ini karena Islam mengandung nilai universalitas yang cukup memberi peluang setiap pemeluknya untuk berbeda. Meski berbeda memahami Islam, semangat untuk menghayati dan mengamalkan Islam justru semakin dinamis. Hal ini bisa terlihat dari semangat banyaknya organisasi Islam yang tak pernah sepi dari upaya kreatif memahami Islam.
          Dalam memahami ajaran Islam membutuhkan rujukan aslinya. Dari sumber itu baru dapat dipahami secara korelatif, integratif dan berkesinambungan. Dengan melibatkan berbagai pendekatan (interdisipliner), secara utuh Islam dapat dipahami lebih terbuka dan kontekstual sesuai dengan tingkat peradaban umat manusia. Islam tampil sebagai kekuatan penggerak spiritual, moral, ilmu dan amal saleh.
          Aktualisasi ajaran Islam adalah penting. Hal ini seperti pesan Qur’an maupun hadits yang menyuruh umat Islam agar selalu mengerahkan ‘aql atau pemikiran dan sekaligus menyesuaikan perkembangan dan perubahan zaman.
          Islam sebagai agama sekaligus doktrin, setidaknya ada tiga hal yang pertu dipetik, yakni Islam sebagai sumber kekuatan dan keyakinan spiritual, Islam sebagai wawasan dan pandangan hidup (world view) dan Islam sebagai komitmen hidup dan perjuangan. Pemahaman seperti inilah akan memberikan jawaban terhadap persolaan di tengah tantangan kehidupan manusia dewasa ini. Islam menjadi petunjuk yang selalu up to date sepanjang masa.


2.4 Islam Sebagai Pedoman Hidup
Nilai-nilai ajaran agama Islam sangatlah luas, namun tidak banyak masyarakat mengetahui manfaat dan cara-cara menerapkan nilai-nilai ajaran agama Islam. Dalam hal ini nilai-nilai ajaran agama Islam sebagi pedoman hidup, beribadah dan bermasyarakat merupakan hal yang sangat pantas untuk dipelajari lebih dalam.
Islam memberikan konsepsi yang lengkap dan sempurna tentang seluruh aspek kehidupan (minhajul hayah) dengan konsepsi yang benar. Maka dengan itu inilah nilai-nilai ajaran agama Islam sebagai pedoman hidup, beribadah dan bermasyarakat, diantaranya :

2.4.1    Keyakinan / Aqidah ( Al-I’tiqodi)
QS Al Baqoroh ayat 255:
ٱللَّهُ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلۡحَيُّ ٱلۡقَيُّومُۚ لَا تَأۡخُذُهُۥ سِنَةٞ وَلَا نَوۡمٞۚ لَّهُۥ مَا فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِي ٱلۡأَرۡضِۗ مَن ذَا ٱلَّذِي يَشۡفَعُ عِندَهُۥٓ إِلَّا بِإِذۡنِهِۦۚ يَعۡلَمُ مَا بَيۡنَ أَيۡدِيهِمۡ وَمَا خَلۡفَهُمۡۖ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيۡءٖ مِّنۡ عِلۡمِهِۦٓ إِلَّا بِمَا شَآءَۚ وَسِعَ كُرۡسِيُّهُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَۖ وَلَا يَ‍ُٔودُهُۥ حِفۡظُهُمَاۚ وَهُوَ ٱلۡعَلِيُّ ٱلۡعَظِيمُ ٢٥٥
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.
قُلۡ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحۡيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ١٦٢ لَا شَرِيكَ لَهُۥۖ وَبِذَٰلِكَ أُمِرۡتُ وَأَنَا۠ أَوَّلُ ٱلۡمُسۡلِمِينَ ١٦٣ قُلۡ أَغَيۡرَ ٱللَّهِ أَبۡغِي رَبّٗا وَهُوَ رَبُّ كُلِّ شَيۡءٖۚ وَلَا تَكۡسِبُ كُلُّ نَفۡسٍ إِلَّا عَلَيۡهَاۚ وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٞ وِزۡرَ أُخۡرَىٰۚ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّكُم مَّرۡجِعُكُمۡ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمۡ فِيهِ تَخۡتَلِفُونَ ١٦٤
Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)". Katakanlah: "Apakah aku akan mencari Tuhan selain Allah, padahal Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu. Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain526. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan. (QS. Al An’am:162-164)
yakni keyakinan tentang Tuhan, nama dan sifatnya; kekuasaan wewenang dan hak-hakNya; pengawasan-Nya, pembalasan-Nya di dunia dan di akhirat; tentang Nabi dan Rasul; atentang alam ghaib, malaikat, jin, iblis, setan, kehidupan sesudah mati; alam barzah; kebangkitan; hisab, surga, neraka dan hal-halghaib lainnya. semua dijelaskan tuntas dalam aqidah Islamiyah.

2.4.2    Akhlak (al-akhlaqi)
QS Al A’raaf ayat 96:
وَلَوۡ أَنَّ أَهۡلَ ٱلۡقُرَىٰٓ ءَامَنُواْ وَٱتَّقَوۡاْ لَفَتَحۡنَا عَلَيۡهِم بَرَكَٰتٖ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ وَلَٰكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذۡنَٰهُم بِمَا كَانُواْ يَكۡسِبُونَ ٩٦   
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, Pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, Maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. dan QS Ar Ra’d ayat 28“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram”.
لَا جَرَمَ أَنَّ ٱللَّهَ يَعۡلَمُ مَا يُسِرُّونَ وَمَا يُعۡلِنُونَۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُسۡتَكۡبِرِينَ ٢٣ وَإِذَا قِيلَ لَهُم مَّاذَآ أَنزَلَ رَبُّكُمۡ قَالُوٓاْ أَسَٰطِيرُ ٱلۡأَوَّلِينَ ٢٤ لِيَحۡمِلُوٓاْ أَوۡزَارَهُمۡ كَامِلَةٗ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ وَمِنۡ أَوۡزَارِ ٱلَّذِينَ يُضِلُّونَهُم بِغَيۡرِ عِلۡمٍۗ أَلَا سَآءَ مَا يَزِرُونَ ٢٥ قَدۡ مَكَرَ ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِمۡ فَأَتَى ٱللَّهُ بُنۡيَٰنَهُم مِّنَ ٱلۡقَوَاعِدِ فَخَرَّ عَلَيۡهِمُ ٱلسَّقۡفُ مِن فَوۡقِهِمۡ وَأَتَىٰهُمُ ٱلۡعَذَابُ مِنۡ حَيۡثُ لَا يَشۡعُرُونَ ٢٦ ثُمَّ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ يُخۡزِيهِمۡ وَيَقُولُ أَيۡنَ شُرَكَآءِيَ ٱلَّذِينَ كُنتُمۡ تُشَٰٓقُّونَ فِيهِمۡۚ قَالَ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ إِنَّ ٱلۡخِزۡيَ ٱلۡيَوۡمَ وَٱلسُّوٓءَ عَلَى ٱلۡكَٰفِرِينَ ٢٧ ٱلَّذِينَ تَتَوَفَّىٰهُمُ ٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ ظَالِمِيٓ أَنفُسِهِمۡۖ فَأَلۡقَوُاْ ٱلسَّلَمَ مَا كُنَّا نَعۡمَلُ مِن سُوٓءِۢۚ بَلَىٰٓۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمُۢ بِمَا كُنتُمۡ تَعۡمَلُونَ ٢٨ فَٱدۡخُلُوٓاْ أَبۡوَٰبَ جَهَنَّمَ خَٰلِدِينَ فِيهَاۖ فَلَبِئۡسَ مَثۡوَى ٱلۡمُتَكَبِّرِينَ ٢٩ ۞وَقِيلَ لِلَّذِينَ ٱتَّقَوۡاْ مَاذَآ أَنزَلَ رَبُّكُمۡۚ قَالُواْ خَيۡرٗاۗ لِّلَّذِينَ أَحۡسَنُواْ فِي هَٰذِهِ ٱلدُّنۡيَا حَسَنَةٞۚ وَلَدَارُ ٱلۡأٓخِرَةِ خَيۡرٞۚ وَلَنِعۡمَ دَارُ ٱلۡمُتَّقِينَ ٣٠ جَنَّٰتُ عَدۡنٖ يَدۡخُلُونَهَا تَجۡرِي مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُۖ لَهُمۡ فِيهَا مَا يَشَآءُونَۚ كَذَٰلِكَ يَجۡزِي ٱللَّهُ ٱلۡمُتَّقِينَ ٣١ ٱلَّذِينَ تَتَوَفَّىٰهُمُ ٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ طَيِّبِينَ يَقُولُونَ سَلَٰمٌ عَلَيۡكُمُ ٱدۡخُلُواْ ٱلۡجَنَّةَ بِمَا كُنتُمۡ تَعۡمَلُونَ ٣٢ هَلۡ يَنظُرُونَ إِلَّآ أَن تَأۡتِيَهُمُ ٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ أَوۡ يَأۡتِيَ أَمۡرُ رَبِّكَۚ كَذَٰلِكَ فَعَلَ ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِمۡۚ وَمَا ظَلَمَهُمُ ٱللَّهُ وَلَٰكِن كَانُوٓاْ أَنفُسَهُمۡ يَظۡلِمُونَ ٣٣ فَأَصَابَهُمۡ سَيِّ‍َٔاتُ مَا عَمِلُواْ وَحَاقَ بِهِم مَّا كَانُواْ بِهِۦ يَسۡتَهۡزِءُونَ ٣٤ وَقَالَ ٱلَّذِينَ أَشۡرَكُواْ لَوۡ شَآءَ ٱللَّهُ مَا عَبَدۡنَا مِن دُونِهِۦ مِن شَيۡءٖ نَّحۡنُ وَلَآ ءَابَآؤُنَا وَلَا حَرَّمۡنَا مِن دُونِهِۦ مِن شَيۡءٖۚ كَذَٰلِكَ فَعَلَ ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِمۡۚ فَهَلۡ عَلَى ٱلرُّسُلِ إِلَّا ٱلۡبَلَٰغُ ٱلۡمُبِينُ ٣٥ وَلَقَدۡ بَعَثۡنَا فِي كُلِّ أُمَّةٖ رَّسُولًا أَنِ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَٱجۡتَنِبُواْ ٱلطَّٰغُوتَۖ فَمِنۡهُم مَّنۡ هَدَى ٱللَّهُ وَمِنۡهُم مَّنۡ حَقَّتۡ عَلَيۡهِ ٱلضَّلَٰلَةُۚ فَسِيرُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ فَٱنظُرُواْ كَيۡفَ كَانَ عَٰقِبَةُ ٱلۡمُكَذِّبِينَ ٣٦
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia850. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu; jika kamu orang-orang yang baik, maka sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertaubat. Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (QS.Al Isra :23-27)
Yakni sikap moral manusia terhadap Allah, dirinya, sesama manusia dan alam semesta. Aqidah Islamiyah akan membentuk kesadaran untuk sealu berbuat yang terbaik dan menghindari yang buruk”.

2.4.3    Perasaan (asy-syu’uri)
QS Ar Ruum ayat 30:
فَأَقِمۡ وَجۡهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفٗاۚ فِطۡرَتَ ٱللَّهِ ٱلَّتِي فَطَرَ ٱلنَّاسَ عَلَيۡهَاۚ لَا تَبۡدِيلَ لِخَلۡقِ ٱللَّهِۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلۡقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعۡلَمُونَ ٣٠
 “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” fitrah Allah: maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantaran pengaruh lingkungan. QS Asy Syu’araa’Surat 26  ayat 192 – 195 yaitu “192. Dan Sesungguhnya Al Quran Ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta Alam, 193. Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril),194. Ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, 195. Dengan bahasa Arab yang jelas.” 
مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٖ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَلَا فِيٓ أَنفُسِكُمۡ إِلَّا فِي كِتَٰبٖ مِّن قَبۡلِ أَن نَّبۡرَأَهَآۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٞ ٢٢ لِّكَيۡلَا تَأۡسَوۡاْ عَلَىٰ مَا فَاتَكُمۡ وَلَا تَفۡرَحُواْ بِمَآ ءَاتَىٰكُمۡۗ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخۡتَالٖ فَخُورٍ ٢٣
Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira1460 terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.(QS. Al Hadid:23-24)

Yakni perilaku jiwa dalam merespon segala sesuatu. Perasaan sangat dipengaruhi oleh aqidah dan akhlak. Islam secara sempurna menyentuh aspek ini sehingga melahirkan generasi yang lembut, sensitif, tegas dan welas asih sesuai konteks yang melatarbelakangi.

2.4.4    Pendidikan (at-tarbawi)
QS Al Baqoroh surat ke 2 ayat 151:
 كَمَآ أَرۡسَلۡنَا فِيكُمۡ رَسُولٗا مِّنكُمۡ يَتۡلُواْ عَلَيۡكُمۡ ءَايَٰتِنَا وَيُزَكِّيكُمۡ وَيُعَلِّمُكُمُ ٱلۡكِتَٰبَ وَٱلۡحِكۡمَةَ وَيُعَلِّمُكُم مَّا لَمۡ تَكُونُواْ تَعۡلَمُونَ ١٥١
 “ Sebagaimana (Kami Telah menyempurnakan nikmat kami kepadamu) kami Telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui”. QS Ali ‘Imran surat ke 3 ayat 164. “Sungguh Allah Telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” QS surat Al Jumu’ah ayat 2. “Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata:”
ٱقۡرَأۡ بِٱسۡمِ رَبِّكَ ٱلَّذِي خَلَقَ ١  خَلَقَ ٱلۡإِنسَٰنَ مِنۡ عَلَقٍ ٢  ٱقۡرَأۡ وَرَبُّكَ ٱلۡأَكۡرَمُ ٣  ٱلَّذِي عَلَّمَ بِٱلۡقَلَمِ ٤ عَلَّمَ ٱلۡإِنسَٰنَ مَا لَمۡ يَعۡلَمۡ ٥
Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dengan segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah. Yang mengajar manusia dengan perantaran kalam. [QS. Al Alaq:1-5]
Islam sebagai pedoman hidup harus dipahami dengan baik dan diwariskan pemahamannya kepada generasi penerus agar mereka tidak sesat, prosestersebut hany berhasil melalui pendidikan yang Islami.

2.4.5    Sosial (Al-ijtima’i)
Surat An Nur surat ke 24 ayat 2-10:
ٱلزَّانِيَةُ وَٱلزَّانِي فَٱجۡلِدُواْ كُلَّ وَٰحِدٖ مِّنۡهُمَا مِاْئَةَ جَلۡدَةٖۖ وَلَا تَأۡخُذۡكُم بِهِمَا رَأۡفَةٞ فِي دِينِ ٱللَّهِ إِن كُنتُمۡ تُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۖ وَلۡيَشۡهَدۡ عَذَابَهُمَا طَآئِفَةٞ مِّنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ ٢ ٱلزَّانِي لَا يَنكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوۡ مُشۡرِكَةٗ وَٱلزَّانِيَةُ لَا يَنكِحُهَآ إِلَّا زَانٍ أَوۡ مُشۡرِكٞۚ وَحُرِّمَ ذَٰلِكَ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ ٣ وَٱلَّذِينَ يَرۡمُونَ ٱلۡمُحۡصَنَٰتِ ثُمَّ لَمۡ يَأۡتُواْ بِأَرۡبَعَةِ شُهَدَآءَ فَٱجۡلِدُوهُمۡ ثَمَٰنِينَ جَلۡدَةٗ وَلَا تَقۡبَلُواْ لَهُمۡ شَهَٰدَةً أَبَدٗاۚ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡفَٰسِقُونَ ٤ إِلَّا ٱلَّذِينَ تَابُواْ مِنۢ بَعۡدِ ذَٰلِكَ وَأَصۡلَحُواْ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٞ رَّحِيمٞ ٥ وَٱلَّذِينَ يَرۡمُونَ أَزۡوَٰجَهُمۡ وَلَمۡ يَكُن لَّهُمۡ شُهَدَآءُ إِلَّآ أَنفُسُهُمۡ فَشَهَٰدَةُ أَحَدِهِمۡ أَرۡبَعُ شَهَٰدَٰتِۢ بِٱللَّهِ إِنَّهُۥ لَمِنَ ٱلصَّٰدِقِينَ ٦ وَٱلۡخَٰمِسَةُ أَنَّ لَعۡنَتَ ٱللَّهِ عَلَيۡهِ إِن كَانَ مِنَ ٱلۡكَٰذِبِينَ ٧ وَيَدۡرَؤُاْ عَنۡهَا ٱلۡعَذَابَ أَن تَشۡهَدَ أَرۡبَعَ شَهَٰدَٰتِۢ بِٱللَّهِ إِنَّهُۥ لَمِنَ ٱلۡكَٰذِبِينَ ٨ وَٱلۡخَٰمِسَةَ أَنَّ غَضَبَ ٱللَّهِ عَلَيۡهَآ إِن كَانَ مِنَ ٱلصَّٰدِقِينَ ٩  وَلَوۡلَا فَضۡلُ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ وَرَحۡمَتُهُۥ وَأَنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌ حَكِيمٌ ١٠
 (2)“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk tidak (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman. (3) Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin. (4) Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik. (5) Kecuali orang-orang yang bertaubat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (6) Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, Maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, Sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar. (7) Dan (sumpah) yang kelima: bahwa la’nat Allah atasnya, jika dia termasuk orang-orang yang berdusta.  (8) Istrinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali atas nama Allah Sesungguhnya suaminya itu benar-benar termasuk orang-orang yang dusta. (9) Dan (sumpah) yang kelima: bahwa laknat Allah atasnya jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar. (10) Dan Andaikata tidak ada kurnia Allah dan rahmat-Nya atas dirimu dan (andaikata) Allah bukan Penerima Taubat lagi Maha Bijaksana, (niscaya kamu akan mengalami kesulitan-kesulitan). Interaksi sosial manusia tidak lepas dari sentuhan Islam.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا يَسۡخَرۡ قَوۡمٞ مِّن قَوۡمٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُونُواْ خَيۡرٗا مِّنۡهُمۡ وَلَا نِسَآءٞ مِّن نِّسَآءٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُنَّ خَيۡرٗا مِّنۡهُنَّۖ وَلَا تَلۡمِزُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَلَا تَنَابَزُواْ بِٱلۡأَلۡقَٰبِۖ بِئۡسَ ٱلِٱسۡمُ ٱلۡفُسُوقُ بَعۡدَ ٱلۡإِيمَٰنِۚ وَمَن لَّمۡ يَتُبۡ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ ١١
Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri1410 dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman1411 dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. [QS. Al Hujurat:11-12]
Islam mengatur sedemikian sehingga tercipta hubungan sosial yang harmonis, penuh kasih sayang dan bebas dari permusuhan.

2.4.6    Politik (as-siyasi)
Surah Al maidah.48:
وَأَنزَلۡنَآ إِلَيۡكَ ٱلۡكِتَٰبَ بِٱلۡحَقِّ مُصَدِّقٗا لِّمَا بَيۡنَ يَدَيۡهِ مِنَ ٱلۡكِتَٰبِ وَمُهَيۡمِنًا عَلَيۡهِۖ فَٱحۡكُم بَيۡنَهُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُۖ وَلَا تَتَّبِعۡ أَهۡوَآءَهُمۡ عَمَّا جَآءَكَ مِنَ ٱلۡحَقِّۚ لِكُلّٖ جَعَلۡنَا مِنكُمۡ شِرۡعَةٗ وَمِنۡهَاجٗاۚ وَلَوۡ شَآءَ ٱللَّهُ لَجَعَلَكُمۡ أُمَّةٗ وَٰحِدَةٗ وَلَٰكِن لِّيَبۡلُوَكُمۡ فِي مَآ ءَاتَىٰكُمۡۖ فَٱسۡتَبِقُواْ ٱلۡخَيۡرَٰتِۚ إِلَى ٱللَّهِ مَرۡجِعُكُمۡ جَمِيعٗا فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمۡ فِيهِ تَخۡتَلِفُونَ ٤٨
Dan kami Telah turunkan kepadamu Al Quran menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang Telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang. sekiranya Allah menghendaki dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang Telah kamu perselisihkan itu. (Al-Maidah:48)
وَقَٰتِلُوهُمۡ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ فِتۡنَةٞ وَيَكُونَ ٱلدِّينُ كُلُّهُۥ لِلَّهِۚ فَإِنِ ٱنتَهَوۡاْ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِمَا يَعۡمَلُونَ بَصِيرٞ ٣٩
Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. [QS.Almaidah:59]
Sebagai khalifah Allah di bumi, kita tidak akan lepas dari masalah politik, baik sebagai subyek maupun obyek. Dengan Islam Allah mengatur bagaimana seharusnya politik dan berpolitik itu.
Tarbiyah siyasiah yang bermakna pendidikan atau pembinaan politik adalah sangat urgent dipahami oleh setiap muslim. Karena pemahaman politik yang sejatinya, tidak sama dengan pemahaman selama ini dalam ilmu politik secara umum, yaitu berpolitik yang hanya dimaksudkan untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan. Akan tetapi kita berpartisipasi dalam politik untuk menegakkan nilai-nilai kebenaran ilahiah dan memperjuangkan kepentingan masyarakat. Berkuasa untuk melayani umat, dan memimpin untuk memperbaiki sistem yang tidak berpihak kepada nilai-nilai kebaikan dan kebenaran.
Oleh karenanya, seluruh aktivitas yang berkaitan dengan gerakan berpartai dan berpolitik, disebut dengan “Jihad Siyasi” (Perjuangan Politik). Dalam bahasa Imam Hasan Al-Banna, perjuangan ini dikatagorikan dalam marhalah “rukun amal” yang disebut “Ishlahul Hukumah” (Perbaikan Pemerintahan).
Keberhasilan dan kesuksesan berpolitik atau jihad siyasi harus berimpact kepada dimensi kehidupan yang lain. Harus berimpact kepada dunia pendidikan dan dakwah. Yang berujung kepada pencerdasan anak bangsa dan pencetakan generasi rabbani. Harus berimpact kepada dunia ekonomi dan sosial budaya. Yang berakhir kepada pemeliharaan aset-aset negara dan pendayagunaan kepada masyarakat yang lebih luas. Begitu juga mampu memelihara identitas atau jati diri bangsa yang bertumpu pada pondasi spirituil dalam aspek sosial budaya.
Seruan dan anjuran kepada umat Islam untuk kembali ke barak atau ke dunia dakwah saja dengan pemahaman yang sempit, karena alasan bahwa dunia politik adalah dunia “rawan dan beranjau”, dunia yang sarat dengan kebohongan, ketidak jujuran, khianat, gunjing-menggunjing, halal menjadi haram, haram menjadi halal, atau menyetujui demokrasi yang merupakan produk Barat, adalah sebuah seruan kemunduran dalam berdakwah. Bukankah seruan ini seperti orang yang mengatakan dulu: “Islam Yes, Politik No”. Sebuah adigium yang dulu merupakan musuh bersama umat Islam dan da’i yang mengajak kembali manusia kepada Islam secara kaffah atau komprehensif.
Dan bila ada sebagian kader yang tergelincir dan terjerumus dalam permainan sistem yang destruktif negatif, maka tugas umat, organisasi massa Islam atau organisasi politik Islam untuk menyiapkan sarana dan prasarana agar setiap yang terjun ke dunia politik tetap istiqamah dalam menjalankan amanah yang dibebankan kepadanya dan  tetap menjaga integritas diri.

Baina Ad-Dakwah Was Siyasah
Apakah ada pertentangan antara dakwah dan siyasah atau politik?. Jawaban pertanyaan ini akan menyelesaikan kerisauan dan kegamangan kita dalam melakukan kerja-kerja dakwah selanjutnya yang bersinggungan dengan dunia politik dan langkah meraih kemenangan “Jihad Siyasi” dalam perhelatan pemilihan wakil-wakil rakyat dan pemimpin negeri ini.
Ayat di atas dan pengertian Islam yang didefinisikan oleh Imam Hasan Al-Banna di bawah ini adalah dalil yang menunjukkan tentang titik temunya amal da’awi dan amal siyasi dalam bingkai keislaman. Jadi tidak ada samasekali pertentangan antara dunia Dakwah dengan dunia Politik. Coba kita renungkan pernyataan Beliau dalam “Risalatut Ta’lim”:
“Islam adalah nidzam (aturan) komprehensif yang memuat seluruh dimensi kehidupan. Ia adalah daulah dan tanah air atau pemerintahan dan ummat, ia adalah akhlak dan kekuatan atau rahmat dan keadilan. Ia adalah tsaqafah (wawasan) dan qanun (perundang-undangan) atau keilmuan dan peradilan, ia adalah materi dan kesejahteraan atau profesi dan kekayaan. Ia adalah jihad dan dakwah atau militer dan fikrah, sebagaimana ia adalah aqidah yang benar  dan ibadah yang shahih ( benar).”
Dakwah yang bertujuan menyeru manusia untuk kembali kepada nilai-nilai Islam secara komprehensif bisa dilakukan oleh kader di manapun ia berada dan apapun profesinya. Apakah ia seorang ekonom, pengusaha, pendidik, teknokrat, birokrat, petani, buruh,  politikus dan eksekutif bahkan seorang presiden sekalipun.  Jadi dakwah bukan suatu yang antagonis dengan dunia politik, akan tetapi dunia politik merupakan salah satu lahan dakwah

2.4.7    Ekonomi (muamalah)
Untuk menunaikan tugas-tugas dan agar bisa bertahan hidup, manusia melakukan kegiatan ekonomi. Islam mengatur agar kegiatan ekonomi itu bukan untuk memenuhi kesenangan sesaat, namun menyiapkan kebahagiaan sejati di dunia dan di akhirat nanti.
Terdapat 4 (empat) prinsip dalam sistem ekonomi syariah
a.       Prinsip Tauhid : fundamen ajaran islam (ketundukkan & kepatuhan kepada allah swt serta memiliki motivasi dalam beribadah)
b.      Prinsip Kemanusiaan  : kewajiban manusia untuk menyembah Allah swt dan memakmurkan bumi (QS. Hud:61) dan karena adanya perbedaan kemampuan & kapasitas diantara manusia dimana perbedaan itu menjadi ”ujian” untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat (QS. Al An’am).  Agar saling membantu dan bekerjasama sesama manusia, berlandaskan hal tersebut maka dengan prinsip ini dapat dikatakan terdapat hubungan antara sang khalik allah swt, manusia dan alam.
c.       Prinsip Kebebasan & Tanggung Jawab
Islam mengakui dan menghargai kebebasan manusia karena penciptaan manusia memiliki tujuan yang jelas  (QS. Ali Imran 190-191) yaitu tidak tunduk pada apapun selain allah swt (QS. Ar Rad :36, Lukman :32)
d.      Prinsip Keadilan
Menjadi kewajiban manusia untuk berlaku adil sebagai khalifah fi al-ardh
Allâh Azza wa Jalla berfirman dalam surat an-Nisâ/4:29-30
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَأۡكُلُوٓاْ أَمۡوَٰلَكُم بَيۡنَكُم بِٱلۡبَٰطِلِ إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً عَن تَرَاضٖ مِّنكُمۡۚ وَلَا تَقۡتُلُوٓاْ أَنفُسَكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِكُمۡ رَحِيمٗا ٢٩ وَمَن يَفۡعَلۡ ذَٰلِكَ عُدۡوَٰنٗا وَظُلۡمٗا فَسَوۡفَ نُصۡلِيهِ نَارٗاۚ وَكَانَ ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرًا ٣٠
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesamamu dengan cara yang bathil kecuali lewat perdagangan yang dilandasi rasa suka sama suka diantara kalian, dan janganlah kalian membunuh diri kalian. Seseunggunya Allâh Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa yang berbuat demikian dengan cara melanggar hukum dan dzalim akan Kami masukkan dia ke neraka. Yang demikian itu mudah bagi Allâh.
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
"Dan Allah s.w.t telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba." (Surah Al-Baqarah : ayat 275)

2.4.8    Militer (al-’askari)
Ilmu Militer Dalam Islam, semenjak awal Islam memang menaruh perhatian khusus mengenai soal perang. Bahkan Nabi Muhammad SAW pernah meminta agar para anak lelaki diajari berenang, memanah, dan berkuda. Berbagai kisah peperangan seperti legenda Daud dan Goliath juga dikisahkan dengan apik dalam Alquran. Bahkan, ada satu surat di Alquran yang berkisah tentang `heroisme'.
وَٱلۡعَٰدِيَٰتِ ضَبۡحٗا ١  فَٱلۡمُورِيَٰتِ قَدۡحٗا ٢  فَٱلۡمُغِيرَٰتِ صُبۡحٗا ٣  فَأَثَرۡنَ بِهِۦ نَقۡعٗا ٤
''Demi kuda perang yang berlari kencang dengan terengah-engah. Dan kuda yang mencetuskan api dengan pukulan (kuku kakinya). Dan kuda yang menyerang dengan tiba-tiba di waktu pagi. Maka, ia menerbangkan debu dan menyerbu ke tengah kumpulan musuh.'' (QS. Al 'Adiyat 1-4).
وَقَٰتِلُوهُمۡ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ فِتۡنَةٞ وَيَكُونَ ٱلدِّينُ كُلُّهُۥ لِلَّهِۚ فَإِنِ ٱنتَهَوۡاْ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِمَا يَعۡمَلُونَ بَصِيرٞ ٣٩
Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah611 dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah612. Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha Melihatapa yang mereka kerjakan. [QS. 8:39]
Kaum muslim sebenarnya pun sudah menulis berbagai karya mengenai soal perang dan ilmu militer. Berbagai jenis buku mengenai 'jihad' dan pengenalan terhadap seluk beluk kuda, panahan, dan taktik militer. Salah satu buku yang terkenal dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris The Catologue yang merupakan karya Ibnu Al-Nadim (wafat antara 380 h - 338 H/990-998 M).
Dalam karya itu, Al-Nadim menulis berbagai kategori mengenai cara menunggang kuda, menggunakan senjata, tentang menyusun pasukan, tentang berperang, dan menggunakan alat-alat persenjataan yang saat itu telah dipakai oleh semua bangsa. Karya semacam ini pun kemudian banyak muncul dan disusun pada masa Khalifah Abbasiyah, misalnya oleh Khalifah al-Manshur dan al-Ma'mun.
Bahkan, pada periode kekuasaan Khalifah Al -Mamluk produksi buku mengenai ilmu militer itu berkembang sangat pesat. Minat para penulis semakin terpacu dengan keinginan mereka untuk mempersembahkan sebuah karya kepada kepada para sultan yang menjadi penguasa saat itu. Pembahasan sering dibahas adalah mengenai seluk beluk yang berkaitan dengan serangan bangsa Mongol.

2.4.9    Peradilan (al-jina-i)
Identivikasi peradilan dalam Islam
1.      Landasan teologis mengacu pada kekuasandangan dan kehendak Allah berkenaan dengan penegaan hukum dan keadilan.
2.      Landasan historis yang menghubungkan mata rantai peradilan Islam yang menurut pandangan ahli fuqaha dan pakar Islam, tumbuh dan berkembang sejak masa Rasulullah.
3.      Landasan yuridis yang mengacu pada dan konsisten dengan konsistusi dan peraturan perundang-undang yang berlaku di Indonesia.
4.      Landasan sosiologis yang menunjukan bahwa peradilan agama merupakan interaksi antara elite Islam.
Peradilan dibentuk untuk menegakkan hukum dan keadilan serta pergaulan hidup manusia, hal tersebut merupakan konsekuensi bagi hamba Allah, yang taat kepada Allah dan Rasullnya. Serta wajib membuat keputusan secara adil.
۞إِنَّ ٱللَّهَ يَأۡمُرُكُمۡ أَن تُؤَدُّواْ ٱلۡأَمَٰنَٰتِ إِلَىٰٓ أَهۡلِهَا وَإِذَا حَكَمۡتُم بَيۡنَ ٱلنَّاسِ أَن تَحۡكُمُواْ بِٱلۡعَدۡلِۚ إِنَّ ٱللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِۦٓۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ سَمِيعَۢا بَصِيرٗا ٥٨ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ وَأُوْلِي ٱلۡأَمۡرِ مِنكُمۡۖ فَإِن تَنَٰزَعۡتُمۡ فِي شَيۡءٖ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمۡ تُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۚ ذَٰلِكَ خَيۡرٞ وَأَحۡسَنُ تَأۡوِيلًا ٥٩
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.  (4: 58).Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (An-Nisa’ : 58-59)
أَفَحُكۡمَ ٱلۡجَٰهِلِيَّةِ يَبۡغُونَۚ وَمَنۡ أَحۡسَنُ مِنَ ٱللَّهِ حُكۡمٗا لِّقَوۡمٖ يُوقِنُونَ ٥٠
Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik dari pada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ? [QS. Al Maidah:50]











BAB III 
PENUTUP

KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai agama Islam sebagai pedoman hidup, beribadah dan bermasyarakat memiliki pengertian dan fungsi yang berbeda. Bahwasannya agama Islam memiliki fungsi tersendiri dan memiliki struktur yang  dapat membuat hidup manusia lebih terkonsep dan tertata rapi.
Allah Swt berfirman:
Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, telah Kucukupkan nikmat-Ku kepadamu, dan telah Kuridhoi Islam sebagai agamamu. (Q.S. Al – Ma’idah (5): 3)
Ajaran Islam adalah sebagai pedoman hidup yang penuh dengan petunjuk dan tuntunan untuk mengatasi segala persoalan agar kita bahagia di dunia dan dan di akhirat. Al-Quran sejatinya diturunkan oleh Allah untuk menjadi petunjuk, penjelasan atas petunjuk itu dan pembeda antara hak dan batil, benar dan salah, baik dan buruk serta terpuji dan tercela. Karenanya al-Quran itu harus dijadikan pedoman hidup. Untuk itu keimanan terhadap Al-Quran haruslah totalitas, keseluruhannya, bagian-perbagiannya, dan ayat-perayat yang ada di dalamnya.
Allah Swt berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS Al-Baqarah, 2/208)
Allah swt telah memberi label kepada orang-orang yang beriman sebagai beruntung bahkan Allah swt menjaminya baik itu dalam hal berekonomi, hukum, politik, bermasyarakat dan lain sebagainya dan implikasinya akan bermuara pada konsep "Rahmatan Lil Alamin". Sungguh beruntung orang-orang yang beriman (QS. al mu'minun : 1)


DAFTAR PUSTAKA
Al Quran Al Karim
Tim Dosen Pendidikan Agama Islam UPI, 2009, Islam Tuntunan dan Pedoman Hidup, ValuePress, Bandung
Hasan, Cik Bisri. 1997. Peradilan Islam Dalam Tatanan Masyarakat Indonesia. Pt Remaja Rosdakarya Offset.Bandung
Sukarno, Fahrudin. 2010. Etika Produksi Dalam Ekonomi Islam. Al Azhar Press Bogor
http://id.wikipedia.org/wiki/Kitab_Allah
http://id.wikipedia.org/wiki/Ideologi
http://mhaidarhanif.wordpress.com/2012/04/25/manusia-dan-pandangan-hidup/


MAKALAH HAKIKAT IMAN, ISLAM DAN IHSAN
Posted on May 25, 2013 | 15 Comments
      11 Votes

BAB I

PENDAHULUAN



A.    Latar Belakang
Dalam agama Islam memiliki tiga tingkatan yaitu Islam, Iman, Ihsan. Tiap-tiap tingkatan memiliki rukun-rukun yang membangunnya.

Jika Islam dan Iman disebut secara bersamaan, maka yang dimaksud Islam adalah amalan-amalan yang tampak dan mempunyai lima rukun. Sedangkan yang dimaksud Iman adalah amal-amal batin yang memiliki enam rukun. Dan jika keduanya berdiri sendiri-sendiri, maka masing-masing menyandang makna dan hukumnya tersendiri.

Ihsan berarti berbuat baik. Orang yang berbuat Ihsan disebut muhsin berarti orang yang berbuat baik.setiap perbuatan yang baik yang nampak pada sikap jiwa dan prilaku yang sesuai atau dilandaskan pada aqidah da syariat Islam disebut Ihsan. Dengan demikian akhlak dan Ihsan adalah dua pranata yang berada pada suatu sistem yang lebih besar yang disebut akhlaqul karimah.



B.     Rumusan Masalah
Mengetahui Hakikat Iman, ?
Mengetahui Hakikat  Islam ?
Mengetahui Hakikat Ikhsan?






BAB II

PEMBAHASAN



1.      Hakikat iman
Iman adalah keyakinan yang menghujam dalam hati, kokoh penuh keyakinan tanpa dicampuri keraguan sedikitpun.[1]  Sedangkan keimanan dalam Islam itu sendiri adalah percaya kepada Alloh, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, Rosul-rosulNya, hari akhir dan berIman kepada takdir baik dan buruk. Iman mencakup perbuatan, ucapan hati dan lisan, amal hati dan amal lisan serta amal anggota tubuh. Iman bertambah dengan ketaatan dan berkurang karena kemaksiatan.

Kedudukan Iman lebih tinggi dari pada Islam, Iman memiliki cakupan yang lebih umum dari pada cakupan Islam, karena ia mencakup Islam, maka seorang hamba tidaklah mencapai keImanan kecuali jika seorang hamba telah mamapu mewujudka keislamannya. Iman juga lebih khusus dipandang dari segi pelakunya, karena pelaku keimanan adalah kelompok dari pelaku keIslaman dan tidak semua pelaku keIslaman menjadi pelaku keImanan, jelaslah setiap mukmin adalah muslim dan tidak setiap muslim adalah mukmin[2]

Keimanan tidak terpisah dari amal, karena amal merupakan buah keImanan dan salah satu indikasi yang terlihat oleh manusia. Karena itu Alloh menyebut Iman dan amal soleh secara beriringan dalam Qur’an surat Al Anfal ayat 2-4 yang artinya:

Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang jika disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal, (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rizki yang kami berikan kepada me-reka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benar-nya.” (Al-Anfal: 2-4)

Keimanan memiliki satu ciri yang sangat khas, yaitu dinamis. Yang mayoritas ulama memandang keImanan beriringan dengan amal soleh, sehinga mereka menganggap keImanan akan bertambah dengan bertambahnya amal soleh. Akan tetapi ada sebagaian ulama yang melihat Iman berdasarkan sudut pandang bahwa ia merupakan aqidah yang tidak menerima pemilahan (dikotomi). Maka seseorang hanya memiliki dua kemungkinan saja: mukmin atau kafir, tidak ada kedudukan lain diantara keduanya. Karena itu mereka berpendapat Iman tidak bertambah dan tidak berkurang.

Iman adakalanya bertambah dan adakalanya berkurang, maka perlu diketahui kriteria bertambahnya Iman hingga sempurnanya Iman, yaitu:

1)   Diyakini dalam hati

2)   Diucapkan dengan lisan          

3)   Diamalkan dengan anggota tubuh.

Sedangkan dalam Islam sendiri jika membahas mengenai Iman tidak akan terlepas dari adanya rukun Iman yang enam, yaitu:

1)   Iman kepada Alloh

2)   Iman kepada malaikatNya

3)   Iman kepada kitabNya

4)   Iman kepada rosulNya

5)   Iman kepada Qodho dan Qodar

6)   Iman kepada hari akhir

Demikianlah kriteria amalan hati dari pribadi yang berIman, yang jika telah tertanam dalam hati seorang mukmin enam keImanan itu maka akan secara otomatis tercermin dalam prilakunya sehari-hari yang sinergi dengan kriteria keImanan terhadap enam poin di atas.

Jika Iman adalah suatu keadaan yang bersifat dinamis, maka sesekali didapati kelemahan Iman, maka yang harus kita lakukan adalah memperkuat segala lini dari hal-hal yang dapat memperkuat Iman kembali. Hal-hal yang dapat dilakukan bisa kita mulai dengan memperkuat aqidah, serta ibadah kita karena Iman bertambah karena taat dan berkurang karena maksiat.

Ketika Iman telah mencapai taraf yang diinginkan maka akan dirasakan oleh pemiliknya suatu manisnya Iman, sebagaImana hadits Nabi Muhammad saw. yang artinya:

“Tiga perkara yang apabila terdapat dalam diri seseorang, maka ia akan merasakan manisnya Iman: Menjadikan Alloh dan RosulNya lebih dicintainya melebihi dari selain keduanya, mencintai seseorang yang tidak dicintainya melainkan karena Alloh, membenci dirinya kembali kepada kekufuran sebagaImana bencinya ia kembali dilemparkan ke dalam api neraka.” (HR.Bukhori Muslim).



2.      Hakikat Islam
Islam bersal dari kata, as-salamu, as-salmu, danas-silmu yang berarti: menyerahkan diri, pasrah, tunduk, dan patuh. Berasal dari kata as-silmu atau as-salmu yang berarti damai dan aman. Berasal dari kata as-salmu, as-salamu, dan as-salamatu yang berarti bersih dan selamat dari kecacatan-kecacatan lahir dan batin.

Pengertian Islam menurut istilah yaitu, sikap penyerahan diri (kepasrahan, ketundukan, kepatuhan) seorang hamba kepada Tuhannya dengan senantiasa melaksanakan perintahNya dan menjauhi laranganNya, demi mencapai kedamaian dan keselamatan hidup, di dunia maupun di akhirat.

Siapa saja yang menyerahkan diri sepenuhnya hanya kepada Alloh, maka ia seorang muslim, dan barang siapa yang menyerahkan diri kepada Alloh dan selain Alloh maka ia seorang musyrik, sedangkan seorang yang tidak menyerahkan diri kepada Alloh maka ia seorang kafir yang sombong.[3]

Dalam pengertian kebahasan ini, kata Islam dekat dengan arti kata agama. Senada dengan hal itu Nurkholis Madjid berpendapat bahwa sikap pasrah kepada Tuhan adalah merupakan hakikat dari pengertian Islam. Dari pengertian itu, seolah Nurkholis Madjid ingin mengajak kita memahami Islam dari sisi manusia sebagai yang sejak dalam kandungan sudah menyatakan kepatuhan dan ketundukan kepada Tuhan, sebagaImana yang telah diisyaratkan dalam surat al-A’rof ayat 172 yang artinya:

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku Ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan)”[4]

Berkaitan dengan Islam sebagai agama, maka tidak dapat terlepas dari adanya unsur-unsur pembentuknya yaitu berupa rukun Islam, yaitu:

1)      Membaca dua kalimat Syahadat

2)      Mendirikan sholat lima waktu

3)      Menunaikan zakat

4)      Puasa Romadhon

5)      Haji ke Baitulloh jika mampu.



3.      Hakikat Ihsan
Ihsan berarti berbuat baik. Orang yang berbuat Ihsan disebut muhsin berarti orang yang berbuat baik.setiap perbuatan yang baik yang nampak pada sikap jiwa dan prilaku yang sesuai atau dilandaskan pada aqidah dan syariat Islam disebit Ihsan. Dengan demikian akhlak dan Ihsan adalah dua pranata yang berada pada suatu sistem yang lebih besar yang disebut akhlaqul karimah[5]

Adapun dalil mengenai Ihsan dari hadits adalah potongan hadits Jibril yang sangat terkenal (dan panjang), seperti yang diriwayatkan oleh Umar bin Khattab, ketika nabi ditanya mengenai Ihsan oleh malaikat Jibril dan nabi menjawab:

…أَنْ تَعْبُدَ اللّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإنَّهُ يَرَاكَ…

“…Hendaklah engkau beribadah kepada Alloh seolah-olah engkau melihatNya. Tapi jika engkau tidak melihatNya, maka sesungguhnya Alloh melihatmu…..



Hadits tersebut menunjukan bahwa untuk melakukan Ihsan, sebagai rumusnya adalah memposisikan diri saat beribadah kepada Alloh seakan-akan kita bisa melihatNya, atau jika belum bisa memposisikan seperti itu maka posisikanlah bahwa kita selalu dilihat olehNya sehingga akan muncul kesadaran dalam diri untuk tidak melakukan tindakan selain berbuat Ihsan atau berbuat baik.



Korelasi Iman, Islam, dan Ihsan

Diatas telah dibahas tentang ketiga hal tersebut, disini, akan dibahas hubungan timbal balik  antara ketiganya. Iman yang merupakan landasan awal,  bila diumpamakan sebagai pondasi dalam keberadaan suatu rumah, sedangkan islam merupakan entitas yang berdiri diatasnya. Maka, apabila iman seseorang lemah, maka islamnya pun akan condong, lebih lebih akan rubuh. Dalam realitanya mungkin pelaksanaan sholat akan tersendat-sendat, sehingga tidak dilakukan pada waktunya, atau malah mungkin tidak terdirikan. Zakat tidak tersalurkan, puasa tak terlaksana, dan lain sebagainya. Sebaliknya, iman akan kokoh bila islam seseorang ditegakkan. Karena iman terkadang bisa menjadi tebal, kadang pula menjadi tipis, karena amal perbuatan yang akan mempengaruhi hati. Sedang hati sendiri merupakan wadah bagi iman itu. Jadi, bila seseorang tekun beribadah, rajin taqorrub, maka akan semakin tebal imannya, sebaliknya bila seseorang berlarut-larut dalam kemaksiatan, kebal akan dosa, maka akan berdampak juga pada tipisnya iman.

Dalam hal ini, sayyidina Ali pernah berkata :

قال علي كرم الله وجهه إن الإيمان ليبدو لمعة بيضاء فإذا عمل العبد الصالحات نمت فزادت حتى يبيض القلب كله وإن النفاق ليبدو نكتة سوداء فإذا انتهك الحرمات نمت وزادت حتى يسود القلب كله

Artinya : Sahabat Ali kw. Berkata : sesungguhnya iman itu terlihat seperti sinar yang  putih, apabila seorang hamba melakukan kebaikan, maka sinar tersebut  akan tumbuh dan bertambah sehingga hati (berwarna) putih. Sedangkan kemunafikan terlihat seperti titik hitam, maka bila seorang melakukan perkara yang diharamkan, maka titik hitam itu akan tumbuh dan bertambah hingga hitamlah (warna) hati. 

Adapun ihsan, bisa diumpamakan sebagai hiasan rumah, bagaimana rumah tersebut bisa terlihat mewah, terlihat indah, dan megah. Sehingga padat menarik perhatian dari banyak pihak. Sama halnya dalam ibadah, bagaimana ibadah ini bisa mendapatkan perhatian dari sang kholiq, sehingga dapat diterima olehnya. Tidak hanya asal menjalankan perintah dan menjauhi larangannya saja, melainkan berusaha bagaimana amal perbuatan itu bisa bernilai plus dihadapan-Nya. Sebagaimana yang telah disebutkan diatas kedudukan kita hanyalah sebagai hamba, budak dari tuhan, sebisa mungkin kita bekerja, menjalankan perintah-Nya untuk mendapatkan perhatian dan ridlonya. Disinilah hakikat dari ihsan.[6]

























BAB III

KESIMPULAN

Iman, islam dan ihsan merupakan tiga rangkaian konsep agama islam yang sesuai dengan dalil , Iman, Islam dan Ihsan saling berhubungan karena seseorang yang hanya menganut Islam sebagai agama belumlah cukup tanpa dibarengi dengan Iman. Sebaliknya, Iman tidaklah berarti apa-apa jika tidak didasari dengan Islam. Selanjutnya, kebermaknaan Islam dan Iman akan mencapai kesempurnaan jika dibarengi dengan Ihsan, sebab Ihsan merupakan perwujudan dari Iman dan Islam,yang sekaligus merupakan cerminan dari kadar Iman dan Islam itu sendiri.







DAFTAR PUSTAKA



Busyra, Zainuddin Ahmad, Buku Pintar Aqidah Akhlaq dan Qur’an Hadis, (Yogyakarta: Azna Books, 2010)

At-Tuwaijiri, Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah,  Ensiklopedia Islam Al-Kamil, (Jakarta: Darus Sunnah Press, 2010)

Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, (Jakarta:Rajawali Press, 2001)

Thanthawi, Ali, Aqidah Islam; Doktrin dan Filosofis, (Pajang:Era Intermedia,2004).

Daradjat, Zakiah, dkk., Dasar-dasar Agama Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996).

Wahhab, Muhammad bin Abdul, Tiga Prinsip Dasar dalam Islam,(Riyadh: Darussalam,2004).



[1] Busyra, Zainuddin Ahmad, Buku Pintar Aqidah Akhlaq, hlm.33
[2] Ibid, hlm.87-88
[3] At-Tuwaijiri, Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah, 2010, Ensiklopedia Islam Al-Kamil, Jakarta: Darus Sunnah Press, hlm.88
[4] Al-qurannulkarim,PT.sygma examedia arkanleema

[5] Wahhab, Muhammad bin Abdul, 2004 , Tiga Prinsip Dasar dalam Islam,Riyadh: Darussalam, hlm.23-24

[6] http://serambisan3dotcom.wordpress.com/2012/02/20/makalah-hadits-tentang-iman-islam-dan-ihsan/



makalah agama islam syariah islam


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmad dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Pendidikan Agama islam ini yang berjudul “ Syariah Islam “.
            Saya telah berusaha dengan semaksimal mungkin agar dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik mungkin dan sebenar-benarnya. Saya menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan baik materi, penganalisaan, dan pembahasan. Semua hal ini dikarenakan keterbatasan kemampuan dan pengalaman.
Saya berharap makalah ini dapat diterima dan dipahami bagi para pembaca. Dan saya juga mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak terutama yang bersifat membangun, guna terciptanya kesempurnaan makalah ini. Dan bila didalamnya ada kesalahan dan kekurangan mohon dimaklumi dan dimaafkan. Akhir kata Saya ucapkan terima kasih. Mudah-mudahan makalah ini dapat berguna bagi semua pihak.


                                                                                               














Depok,   Juli 2014



                                                                                                     ( Penulis )





i

BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Kehidupan manusia di dunia merupakan anugerah dari Allah SWT. Dengan segala pemberian-Nya manusia dapat mengecap segala kenikmatan yang bisa dirasakan oleh dirinya. Tapi dengan anugerah tersebut kadangkala manusia lupa akan dzat Allah SWT yang telah memberikannya. Untuk hal tersebut manusia harus mendapatkan suatu bimbingan sehingga di dalam kehidupannya dapat berbuat sesuai dengan bimbingan Allah SWT. Hidup yang dibimbing syariah akan melahirkan kesadaran untuk berprilaku yang sesuai dengan tuntutan dan tuntunan Allah dan Rasulnya yang tergambar dalam hukum Allah yang Normatif dan Deskriptif (Quraniyah dan Kauniyah).
Sebagian dari syariah terdapat aturan tentang ibadah, baik ibadah khusus maupun ibadah umum. Sumber syariah adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah, sedangkan hal-hal yang belum diatur secara pasti di dalam kedua sumber tersebut digunakan ra’yu (Ijtihad). Syariah dapat dilaksanakan apabila pada diri seseorang telah tertanam Aqidah atau keimanan. Semoga dengan bimbingan syariah hidup kita akan selamat dunia dan akhirat.

RUMUSAN MASALAH
            Adapun rumusan masalah yang akan saya sajikan dalam makalah ini adalah :
1.       Pengertian syariah islam
2.       Tujuan syariah islam        
3.       Ruang lingkup syariah
4.       Sumber-sumber dan klasifikasi syariah
5.       Prinsip-prinsip syariah islam
   
      C.  TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untu mengetahui  lebih dalam tentang syariah  islam serta dapat mengaplikasikannya di dalam kehidupan sehari-hari.
1.       Pengertian syariah islam
2.       Tujuan syariah islam        
3.       Ruang lingkup syariah
4.       Sumber-sumber dan klasifikasi syariah
5.       Prinsip-prinsip syariah islam







1
BAB II

1. PENGERTIAN SYARIAH ISLAM

Syariah adalah ketentuan-ketentuan agama yang merupakan pegangan bagi manusia di dalam hidupnya untuk meningkatkan kwalitas hidupnya dalam rangka mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Syariah Islam adalah tata cara pengaturan tentang perilaku hidup manusia untuk mencapai keridhoan Allah SWT yang dirumuskan dalam Al-Qur’an, yaitu :
1. Surat Asy-Syura ayat 13
Artinya : “Dia telah mensyariahkan bagi kamu tentang agama yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah kamu wahyukan kepadamu dan apa yang telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu : Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya). “(Quran surat Asy-Syura ayat 13).
2. Surat Asy-Syura ayat 21
Artinya : Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariahkan untuk mereka agama yang tidak diijinkan Allah ? sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah tentukanlah mereka dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab yang pedih. (Qur’an Surat Asy-Syura Ayat : 21).
3. Surat Al-Jatsiyah ayat 18
Artinya : Kemudian kami jadikan kamu berada di atas syariah (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariah itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.(Qur’an Surat Al-Jatsiyah ayat : 18)

Adapun pengertian syariah secara etimologis kata Syari’ah berakar kata syara’a yang berarti “sesuatu yang dibuka secara lebar kepadanya”. Dari sinilah terbentuk kata syari’ah yang berarti “sumber air minum”. Kata ini kemudian dikonotasikan oleh bangsa Arab dengan jalan yang lurus yang harus diikuti. Secara terminologis, Muhammad Ali al-Sayis mengartikan syari’ah dengan jalan “yang lurus”. Kemudian pengertian ini dijabarkan menjadi: “Hukum Syara’ mengenai perbuatan manusia yang dihasilkan dari dalil-dalil terperinci”. Syekh Mahmud Syaltut mengartikan syari’ah sebagai hukum- hukum dan tata aturan yang disyariahkan oleh Allah bagi hamba-Nya untuk diikuti.









2
2. TUJUAN SYARIAH ISLAM

Tujuan dari syariah adalah untuk kebaikan dan kemaslahatan kehidupan kita. Paling tidak ada 8 tujuan .
Memelihara Kemaslahatan Agama (hifzh al-din)
Agama Islam harus dibela dari ancaman orang-orang yang tidak bertanggung-jawab yang hendak merusak aqidah, ibadah dan akhlak umat. Ajaran Islam memberikan kebebasan untuk memilih agama, seperti ayat Al-Quran: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)..” QS. Al-Baqarah:256.

Memelihara Jiwa (hifzh al-nafsi)
Agama Islam sangat menghargai jiwa seseorang. Oleh sebab itu, diberlakukanlah hukum Qishash yang merupakan suatu bentuk hukum pembalasan. Seseorang yang telah membunuh orang lain akan dibunuh, seseorang yang telah mencederai orang lain, akan dicederai, seseorang yang yang telah menyakiti orang lain, akan disakiti secara setimpal. Dengan demikian seseorang akan takut melakukan kejahatan.
Memelihara Akal (hifzh al-’aqli)
Kedudukan akal manusia dalam pandangan Islam amatlah penting. Akal manusia dibutuhkan untuk memikirkan ayat-ayat Qauliyah (Al-Quran) dan kauniah (sunnatullah) menuju manusia kamil. Salah satu cara yang paling utama dalam memelihara akal adalah dengan menghindari khamar (minuman keras) dan judi.
Memelihara Keturunan dan Kehormatan (hifzh al-nashli)
Islam secara jelas mengatur pernikahan, dan mengharamkan zina. Didalam Syariah Islam telah jelas ditentukan siapa-siapa yang boleh dinikai, dan siapa yang tidak boleh di nikahi. Syariah Islam akan menghukum dengan tegas secara fisik (dengan cambuk) dan emosional (dengan disaksikan banyak orang) agar para pezina bertaubat.
Memelihara Harta Benda (hifzh al-mal)
Dengan adanya Syariah Islam, maka para pemilik harta benda akan merasa lebih aman, karena Islam mengenal hukuman Had, yaitu potong tangan dan/atau kaki. Dengan demikian Syariah Islam akan menjadi andalan dalam menjaga suasana tertib masyarakat terhadap berbagai tindak pencurian.
Melindungi kehormatan seseorang
Termasuk melindungi nama baik seseorang dan lain sebagainya, sehingga setiap orang berhak dilindungi kehormatannya di mata orang lain dari upaya pihak-pihak lain melemparkan fitnah, misalnya. Kecuali kalau mereka sendiri melakukan kejahatan. Karena itu betapa luarbiasa Islam menetapkan hukuman yang keras dalam bentuk cambuk atau “Dera” delapan puluh kali bagi seorang yang tidak mampu membuktikan kebenaran tuduhan zinanya kepada orang lain.





3
Melindungi rasa aman seseorang
Dalam kehidupan bermasyarakat, seseorang harus aman dari rasa lapar dan takut. Sehingga seorang pemimpin dalam Islam harus bisa menciptakan lingkungan yang kondusif agar masyarakat yang di bawah kepemimpinannya itu “tidak mengalami kelaparan dan ketakutan”

Melindugi kehidupan bermasyarakat dan bernegara
Islam menetapkan hukuman yang keras bagi mereka yang mencoba melakukan “kudeta” terhadap pemerintahan yang sah yang dipilih oleh ummat Islam “dengan cara yang Islami”.
Bagi mereka yang tergolong Bughot ini, dihukum mati, digantung atau dipotong secara bersilang supaya keamanan negara terjamin.

3. RUANG LINGKUP SYARIAH

Ruang lingkup syariah antara lain mencakup peraturan-peraturan sebagai berikut :
1. Ibadah, yaitu peraturan-peraturan yang mengatur hubungan langsung dengan Allah SWT (ritual), yang terdiri dari :
a.       Rukun Islam : mengucapkan syahadat, mengerjakan shalat, zakat, puasa, dan haji.
b.      Ibadah lainnya yang berhubungan dengan rukun Islam.
1.      Badani (bersifat fisik) : bersuci meliputi wudlu, mandi, tayamum, pengaturan menghilangkan najis, peraturan air, istinja, adzan, qomat, I’tikaf, do’a, sholawat, umroh, tasbih, istighfar, khitan, pengurusan mayit, dan lain-lain.
2.      Mali (bersifat harta) : qurban, aqiqah, alhadyu, sidqah, wakaf, fidyah, hibbah, dan lain-lain.
2. Muamalah, yaitu peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan yang lainnya   dalam hal tukar-menukar harta (jual beli dan yang searti), diantaranya : dagang, pinjam-meminjam, sewa-menyewa, kerja sama dagang, simpanan, penemuan, pengupahan, rampasan perang, utang-piutang, pungutan, warisan, wasiat, nafkah, titipan, jizah, pesanan, dan lain-lain.

3. Munakahat, yaitu peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan orang lain dalam hubungan berkeluarga (nikah, dan yang berhubungan dengannya), diantaranya : perkawinan, perceraian, pengaturan nafkah, penyusunan, memelihara anak, pergaulan suami istri, mas kawin, berkabung dari suami yang wafat, meminang, khulu’, li’am dzilar, ilam walimah, wasiyat, dan lain-lain.
4. Jinayat, yaitu peraturan yang menyangkut pidana, diantaranya : qishsash, diyat, kifarat, pembunuhan, zinah, minuman keras, murtad, khianat dalam perjuangan, kesaksian dan lain-lain.
5. Siyasa, yaitu yang menyangkut masalah-masalah kemasyarakatan (politik), diantaranya : ukhuwa (persaudaraan) musyawarah (persamaan), ‘adalah (keadilan), ta’awun (tolong menolong), tasamu (toleransi), takafulul ijtimah (tanggung jawab sosial), zi’amah (kepemimpinan) pemerintahan dan lain-lain.
6. Akhlak, yaitu yang mengatur sikap hidup pribadi, diantaranya : syukur, sabar, tawadlu, (rendah hati), pemaaf, tawakal, istiqomah (konsekwen), syaja’ah (berani), birrul walidain (berbuat baik pada ayah ibu), dan lain-lain.
7. Peraturan-peraturan lainnya seperti : makanan, minuman, sembelihan, berburu, nazar, pemberantasan kemiskinan, pemeliharaan anak yatim, mesjid, da’wah, perang, dan lain-lain.



4
4. SUMBER SUMBER DAN KLASIFIKASI SYARIAH

Sumber-sumber syariah ialah:
Al-Qur’an, kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dan merupakan Undang-Undang yang sebagian besar berisi hukum-hukum pokok.
Al-Hadist (As-Sunnah), sumber hukum kedua yang memberikan penjelasan dan rincian terhadap hukum-hukum Al-Qur’an yang bersifat umum.
Ra’yu (Ijtihad), upaya para ahli mengkaji Al-Qur’an dan As-Sunnah untuk menetapkan hukum yang belum ditetapkan secara pasti dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Syariah dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Wajib (Ijab), yaitu suatu ketentuan yang menurut pelaksanaannya, apabila dikerjakan         mendapat pahala, dan apabila ditinggalkan mendapat dosa.
Haram, yaitu suatu ketentuan apabila ditinggalkan mendapat pahala dan apabila dikerjakan mendapat dosa. Contohnya : zinah, mencuri, membunuh, minum-minuman keras, durhaka pada orang tua, dan lain-lain.
Sunnah (Mustahab), yaitu suatu ketentuan apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan tidak berdosa.          
Makruh (Karahah), yaitu suatu ketentuan yang menganjurkan untuk ditinggalkannya suatu perbuatan; apabila ditinggalkan mendapat pahala dan apabila dikerjakan tidak berdosa. Contohnya : merokok, makan bau-bauan, dan lain-lain.

5. PRINSIP-PRINSIP SYARIAH ISLAM

1.       Tidak Mempersulit (‘Adam al-Haraj)
Dalam menetapkan syariah Islam, al-Quran senantiasa memperhitungkan kemampuan manusia dalam melaksanaknnya. Itu diwujudkan dengan mamberikan kemudahan dan kelonggaran (tasamuh wa rukhsah) kepada mansusia, agar menerima ketetapan hukum dengan kesanggupan yang dimiliknya.
2.       Mengurangi Beban (Taqlil al-Taklif)
Prinsip kedua ini merupakan langkah prenventif (penanggulangan) terhadap mukallaf dari pengurangan atau penambahan dalam kewajiban agama. Al-Quran tidak memberikan hukum kepada mukallaf agar ia menambahi atau menguranginya, meskipun hal itu mungkin dianggap wajar menurut kacamata sosial. Hal ini guna memperingan dan menjaga nilai-nilai kemaslahatan manusia pada umumnya, agar tercipta suatu pelaksanaan hukum tanpa dasari parasaan terbebani yang berujung pada kesulitan. Umat manusia tidak diperintahkan untuk mencari-cari sesuatu yang justru akan memperberat diri sendiri.
3.       Penetapan Hukum secara Periodik
Al-quran merupakan kitab suci yang dalam prosesi tasri’ sangat memperhatikan berbagai aspek, baik natural, spiritual, kultural, maupun sosial umat. Dalam menetapkan hukum, al-Quran selalu mempertimbangkan, apakah mental spiritual manusia telah siap untuk menerima ketentuan yang akan dibebankan kepadanya?. Hal ini terkait erat dengan prinsip kedua, yakni tidak memberatkan umat. Karena itulah, hukum syariah dalam al-Quran tidak diturunkan secara serta merta dengan format



5
yang final, melainkan secara bertahap, dengan maksud agar umat tidak merasa terkejut dengan syariah yang tiba-tiba. Karenanya, wahyu al-Quran senantiasa turun sesuai dengan kondisi dan realita yang terjadi pada waktu itu.


Untuk lebih jelasnya, berikut ini  akan kami kemukakan tiga periode tasryi’ al-Quran
a.      Mendiamkan, yakni ketika al-Quran hendak melarang sesuatu, maka sebelumnya tidak menetapkan hukum apa-apa tapi memberikan contoh yang sebaliknya.
b.       Menyinggung manfaat ataupun madlaratnya secara global. Dalam contoh khamr di atas, sebagai langkah kedua, turun ayat yang menerangkan tentang manfaat dan madlarat minum khamr. Dalam ayat tersebut, Allah menunjukkan bahwa efek sampingnya lebih besar daripada kemanfaatannya (QS. Al-Baqarah: 219) yang kemudian segera disusul dengan menyinggung efek khamr bagi pelaksanaan ibadah (al-Nisa: 43)
c.       Menetapkan hukum tegas. Kewajiban shalat misalnya. Tahap pertama terjadi permulaan Islam (di Mekah), di saat umat Islam banyak menuai siksaan dan penindasan dari penduduk Mekah, kewajiban shalat hanya dua raka’at, yaitu pada pagi dan sore. Itu pun dilakukan secara sembunyi-sembunyi, kahawatir terjadi penghinaan yang semakin menjadi-jadi dari suku Qurasy.
      4.      Sejalan dengan Kemaslahatan Universal
Islam bukan hanya doktrin belaka yang identik dengan pembebanan, tetapi juga ajaran yang bertujuan untuk menyejahterakan manusia. Karenanya, segala sesuatu yang ada di mayapada ini merupakan fasilitas yang berguna bagi manusia dalam memenuhi kebutuhannya.
Persamaan dan Keadilan (al-Musawah wa al-Adalah)
Persamaan hak di muka adalah salah satu prinsip utama syariah Islam, baik yang berkaitan dengan ibadah atau muamalah. Persamaan hak tersebut tidak hanya berlaku bagi umat Islam, tatpi juga bagi seluruh agama. Mereka diberi hak untuk memutuskan hukum sesuai dengan ajaran masing-masing, kecuali kalau mereka dengan sukarela meminta keputusan hukum sesuai hukum Islam.












6
BAB III

KESIMPULAN

Syariah Islam adalah peraturan atau hukum-hukum agama yang diwahyukan kepada nabi besar Muhammad SAW, yaitu berupa kitab suci Al-Qur’an, sunnah atau hadist nabi. Syariah Islam merupakan panduan menyeluruh dan sempurna seluruh permasalahan hidup manusia dan kehidupan dunia ini. Syariah Islam memberikan tuntunan hidup khususnya pada umat Islam dan umumnya pada seluruh umat manusia untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat dan juga dapat terus menerus memberikan dasar spiritual bagi umat Islam dalam menyongsong setiap perubahan yang terjadi di masyarakat dalam semua aspek kehidupan. Jadi sebaiknya kita sebagai umat islam dapat menerapkannya didalam kehidupan sehari-hari.

































7
DAFTAR PUSTAKA

http://www.google.com
http://www.yahoo.com
http://www.republika.co.id
http://www.wikipedia.com






















8

Daftar Isi

KATA PENGANTAR ...............................................................................................          i
DAFTAR ISI ..............................................................................................................          ii
BAB I : PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG ..............................................................................        1
B.     RUMUSAN MASALAH ..........................................................................        1
C.    TUJUAN PENULISAN ...........................................................................         1
BAB II : PENDALAMAN MATERI
            1. PENGERTIAN SYARIAH ISLAM .........................................................         2
            2. TUJUAN SYARIAH ISLAM ...................................................................         3
            3. RUANG LINGKUP SYARIAH ................................................................        4
            4. SUMBER SUMBER DAN KLASIFIKASI SYARIAH .........................         5
            5. PRINSIP-PRINSIP SYARIAH ISLAM ..................................................         5
BAB III :
            KESIMPULAN ...............................................................................................        7
            DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................        8

           
           












ii

MAKALAH SYARIAH ISLAM








http://universitasazzahra.ac.id/wp-content/uploads/2013/08/Logo-baru-azzahra.png






Disusun Oleh:
Alya Nur Syarifah
Mata Kuliah : Pendidikan Agama
Universitas Azzahra Kampus Depok
Jl. STM Mandiri No.2C Margonda Raya

Depok – Jawa Barat